Yul
sedang ngobrol berdua bersama ibunya. Yul bertanya, apa yang harus
mereka lakukan mulai sekarang. Ibunya menjawab dengan berkata semua
harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Pangeran yang lain
selain Putra Mahkota harus hidup di luar istana. Itu peraturan yang
mereka buat sendiri. Jadi, mau tak mau kita harus mematuhinya. Ini baru
awalnya. Setelah 14 tahun ini, rasa marah dan penghinaan yang dia
dapatkan, akan dia kembalikan semua pada mereka. Tunggu dan lihat saja
nanti.
Seorang gadis menunggu di depan gerbang istana. Dia memandang ke sekelilingnya dan dia tertawa karena senang.
Chae-gyeong
sedang berada di kandang kuda. Chae-gyeonng mencoba membawa keluar
seekor kuda. Kedua dayangnya berlari dengan panik. Mereka bilang,
Chae-gyeong ga boleh melakukan hal itu. Chae-gyeong harus meminta ijin
dulu dari instruktur berkuda. Chae-gyeong bilang orang itu sedang
berwisata sampai minggu depan. Chae-gyeong merasa tak sabar untuk
menunggu hingga bulan depan.
Dayangnya
khawatir karena itu berbahaya dan mungkin Chae-gyeong akan terluka.
Chae-gyeong meminta agar mereka tak khawatir. Hari ini dia hanya akan
berjalan dan ngobrol dengan kudanya. Chae-gyeong malah sibuk berkenalan
dengan kudanya! Lalu Chae-gyeong mulai nekat. Dia malah naik ke punggung
kuda. Kedua dayangnya jadi makin panik melihat tingkah Chae-gyeong.
Chae-gyeong
malah bilang, tokoh film asing yang di tontonnya, tokoh utamanya selalu
melakukan seperti itu. Chae-gyeong berusaha mempraktekkan apa yang
ditontonnya. Dan sayangnya, kuda itu malah berlari kencang. Chae-gyeong
yang tak siap berteriak. Dan kedua dayangnya berlarian mengejarnya.
Kuda
Chae-gyeong berlalri sangat kencang. Sementara itu, gadis yang tadi
berdiri di depan gerbang istana berjalan dengan tersenyum senang
memasuki istana. Dan ternyata kuda Chae-gyeong berlari menuju ke arah
gadis itu. Chae-gyeong panik berteriak meminta gadis itu untuk mundur
agar jangan sampai tertabrak. Gadis itu jatuh terduduk. Tapi kuda
Chae-gyeong terhenti karenanya.
Chae-gyeong
akhirnya bisa turun dari kudanya. Dayangnya mmembantunya turun dari
kuda. Tapi Chae-gyeong malah menghampiri gadis yang hampir ditabraknya
itu. Dia bertanya apa gadis itu cedera atau tidak. Kemudian Chae-gyeong
malah bertanya gadis itu Sang-gung dari istana mana. Tapi melihat baju
yang dipakainya, sepertinya dia seorang Sang-gung baru. Gadis itu hanya
tersenyum mendengar perkataan Chae-gyeong.
“Tuan
Putri” teriak Kasim Kong dari belakang Chae-gyeong sambil berlari
menghampiri gadis itu. Gadis itu ternyata seorang putri. Putri
Hye-myeong, kakak Shin. Putri Hye-myeong memeluk Kasim Kong dengan
gembira. Chae-gyeong merasa malu karena tlah salah mengira tadi.
Ternyata
Putri Hye-myeong sangat dekat dengan dayang dan Sang-gung Chae-gyeong.
Mereka sedang bergembira menyambut kedatangan Putri Hye-myeong. Dan
Putri Hye-myeong ternyata membawakan oleh-oleh juga untuk mereka.
Chae-gyeong hanya bisa mengintip malu-malu. Shin juga berlari dengan
tersenyum senang ke kediaman Chae-gyeong untuk menemui kakaknya.
“Nuna….!”
Teriak Shin sambil berlari dan langsung memeluk kakaknya tanpa
menghiraukan Chae-gyeong yang menyapanya. Shin bertanya, ada apa dengan
rambut kakaknya. Kenapa dipotong pendek seperti itu. Putri Hye-myeong
hanya senyum-senyum sambil memegangi rambutnya.
“Apa
rambutku jelek?” tanya Hye-myeong. “Tidak. Kau terlihat cocok dengan
rambut seperti itu. Kau sangat keren!” puji Shin. Kemudian Shin memeluk
kakaknya lagi.
Shin
dan Hye-myeong duduk di dalam kediaman Shin. Mereka duduk berdua di
kursi panjang sementara Chae-gyeong duduk sendiri di depan mereka. Shin
meminta kakaknya untuk bercerita tentang perjalanannya. Tapi kakaknya
malah merasa penasaran dengan kisah antara Shin dan Chae-gyeong.
“Bagaimana
kehidupan di istana? Bukankah membosankan daripada yang kau pikirkan,
kan?” tanya Hye-myeong pada Chae-gyeong. “Pertama kali memang seperti
itu. Tapi sekarang…” Chae-gyeong tak jadi melanjutkan kata-katanya
karena Choi Sang-gung memanggil-manggil dari luar. Shin melihat jam-nya
dan kemudian berkata, “Waktu cepat sekali berlalu. Nenek pasti sudah
menunggu”.
Kemudian
mereka pun pergi berdua menghadap Ibu Suri, tanpa mempedulikan
Chae-gyeong. Kasihan Chae-gyeong. Chae-gyeong yang kesal kemudian
memukul teddy bear Shin yang duduk di depannya.
Hye-myeong
bercerita pada Ibu Suri tentang perjalanannya selama menjadi duta
UNICEF. Ada begitu banyak anak-anak terlantar di dunia ini. Mereka
begitu ketakutan dan hidup tanpa perdamaian. Mereka hidup dalam
kelaparan. Dan itu yang membuat Hye-myeong ingin sekali membantu mereka.
Ibu
Suri mengeluh, “Di bagian dunia yang satu, orang hidup dan berjuang
mengatasi kelaparan dan di sisi dunia yang lain, orang hidup
bersenang-senang dengan menghambur-hamburkan uang. Dunia memang tidak
adil”.
“Ibu
Suri pernah bilang padaku. Kemiskinan itu tak bisa di atasi bahkan oleh
seorang Raja dan anda bilang itu bukan untuk di atasi, tapi untuk
dirubah. Apa Anda ingat?” tanya Hye-myeong. Ibu Suri berpikir
mengingatnya. Kemudian Hye-myeong bertanya apa Shin juga ingat kata-kata
itu. Shin bilang tentu saja dia ingat. Kata-kata itu didengarnya saat
dia masih kecil.
Hye-myeong
bilang, dia selalu mengingat kata-kata Ibu Suri. Itulah kenapa dia mau
membantu mereka yang hidup dalam kemiskinan untuk merubah hidup mereka
menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
“Kau
terus berusaha dengan keras, sementara aku hanya duduk disini seperti
orang bodoh dengan memakai rambut palsu ini” keluh Ibu Suri sambil
memegangi hiasan sanggulnya. Shin malah mengajak bercanda. Shin bilang,
“Kalau begitu, Ibu Suri harus memotong rambut seperti kakak”. Mereka
semua tertawa mendengar usul itu.
Hye-myeong
mengambil HP-nya dan meminta berfoto dengan Ibu Suri. Ibu Suri senang
sekali. Tak berapa lama kemudian, sebuah seruan datang dari luar.
Ternyata Ratu sudah ada di depan. Ibu Suri berkata, sebaiknya Hye-myeong
tidak bercerita tentang perjalanan Hye-myeong ke Afrika, karena Ibunya
bisa cemas mendengarnya. Hye-myeong tertawa mendengar hal itu.
Ratu
masuk ke dalam. Ratu memprotes dandanan dan rammbut Hye-myeong.
Hye-myeong hanya senyum-senyum saja. Kemudian Hye-myeong langsung
memeluk ibunya. Ratu terlihat sangat senang melihat kedatangan
Hye-myeong.
“Kau
terlihat sangat khawatir sekali karena aku, kan? Ibu?” tanya
Hye-myeong. Shin terkejut mendengar kakaknya memanggil Ratu dengan
sebutan Ibu. “Ibu? Apa maksudmu? Putri !” tegur Ratu.
Hye-myeong tertawa, kemudian memeluk Ibunya lagi. “Jangan bilang
apa-apa. Aku sangat ingin sekali memelukmu seperti ini. Ibu” kata
Hye-myeong.
Shin
terlihat iri karena kakaknya bisa memanggil Ratu dengan sebutan Ibu.
Seperti yang selama ini dia inginkan tapi tak dia dapatkan. Ratu pun tak
mengatakan apa-apa lagi. Ratu pun memeluk Hye-myeong penuh dengan
kerinduan.
Sementara
itu. Hye-jeong sedang berkumpul dan tertawa senang bersama teman baik
Ayah Yul. Teman Ayah Yul berkata, Kim Hee-yeon dan Park Hee-yeon sudah
banyak membantu mereka. Hye-jeong tahu itu. Itulah kenapa dia
mengundang kedua orang itu. Hye-jeong ingin berterimakasih langsung pada
mereka.
Mereka
berdua berkata. Mereka tidak merasa diperintah. Mereka itu bahkan
pernah sekelas dengan Ayah Yul. Itulah kenapa mereka mau membantu
Hye-jeong. Jika Hye-jeong ingin memulihkan nama baik Ayah Yul, mereka
bersedia membantu kapanpun Hye-jeong butuh dan mengembalikan posisi Ratu
dan Putra Mahkota pada Hye-jeong dan Yul seperti yang seharusnya.
Hye-jeong
berkata agar mereka tak memanggilnya Ratu, karena dia bukan seorang
Ratu lagi. Tapi mereka menyangkalnya. Bagi mereka, Hye-jeong lah yang
seharusnya jadi Ratu. Bagi mereka Hye-jeong adalah Ratu mereka. dan
sekarang Hye-jeong harus bersiap-siap untuk mendapatkan kembali
posisinya sebagai seorang Ratu.
Hye-jeong
pulang dengan diantar oleh mereka berdua. Hye-jeong pulang bersama
teman baik Ayah Yul. Di dalam mobil Hye-jeong bertanya, benarkah
Pangeran sudah pulang dari Thailand. Teman Ayah Yul membenarkan berita
itu. Kemudian teman Ayah memberikan beberapa lembar foto pada Hye-jeong.
Foto
Shin dan Hyo-rin selama di Thailand. Bahkan ada juga foto saat Hyo-rin
mencium Shin di bandara. Hye-jeong tersenyum puas melihatnya.
Malam
hari di istana, Raja tidur dengan gelisah. Kemudian Raja terbangun
sambil memegangi kepalanya. Ratu ikut terbangun karenanya. Ratu
membuatkan teh untuk Raja. “Jika kau tak bisa tidur seperti ini setiap
malam karena khawatir, kau bisa jatuh sakit karena harus bekerja keras.
“Setiap
aku mengingat kakakku yang sudah meninggal, hatiku begitu hancur dan
aku merasa frustasi” ungkap Raja. “Setiap tahun saat peringatan kematian
Putra Mahkota Hyo-ryul, kau menjadi lebih sensitive” kata Ratu.
“Seandainya saja bukan aku penyebab kecelakaan itu, kakakku meninggal
karena aku. Karena aku” sesal Raja. “Tak ada yang bisa kau lakukan
dengan kecelakaan itu. Itu bukan salahmu. Kenapa kau masih saja
menyalahkan dirimu sendiri setelah sekian lama?” bujuk Ratu.
“Aku
adik yang tak bisa melindungi keluarga kakaknya yang di usir keluar
dari istana” sesal Raja lagi. “Bukan kau juga yang membuat keputusan
itu. Semua itu karena hukum dan atas perintah Raja yang bertahta waktu
itu. Mungkin ini semua adalah takdir. Kau selalu mengingat kakakmu
sebagai Raja dalam hatimu. Seiring berlalunya waktu, aku melihatmu
semakin menderita. Deritamu juga deritaku. Aku bukannya ingin melawan
takdir. Jika hal itu bisa membuatmu merasa leih tenang, aku akan
melakukannya” kata Ratu dengan sedih. Ratu kemudian berdiri dan meninggalkan Raja.
Chae-gyeong
menuju kediaman Shin. Sampai di depan pintu dia bersin. Kemudian
Chae-gyeong ingin masuk ke dalam. Shin sedang sibuk membaca buku di atas
kasurnya. “Tok tok” kata Chae-gyeong di depan pintu kamar Shin yang
sudah dibukanya sendiri. Shin kaget, kemudian berbalik memandang asal
suara.
Chae-gyeong
yang kedinginan masuk begitu saja dan duduk di kursi yang ada di
samping kasur Shin. “Shin-gun, kau sedang apa?” tanya Chae-gyeong. Shin
asyik membaca buku tanpa menghiraukan Chae-gyeong.
“Hari
ini dingin sekali. Meskipun aku sudah meminum beberapa obat untuk flu,
tapi masih terasa dingin sekali” lanjut Chae-gyeong. Tiba-tiba
Chae-gyeong bersin. Shin memandang dengan tatapan tak suka pada
Chae-gyeong. “Kamarmu hangat, tak seperti kau” sindir Chae-gyeong sambil
senyum-senyum. “Apa kau datang kesini untuk menyebarkan virus flu mu?”
tanya Shin. “Bagaimana bisa kau berkata seperti itu” kata Chae-gyeong
tak terima. Lalu Chae-gyeong bersin sekali lagi. Shin tertawa karenanya.
“Kau
mau masuk?” tawar Shin sambil membuka selimutnya. Chae-gyeong reflek
menutupi dadanya. “Berpura-pura terkejut. Kita sudah tidur di kasur yang
sama beberapa hari. Kenapa kau masih pura-pura malu? Ada batubara
dibawah kasur ini, jadi disini hangat” kata Shin. “Tapi tetap saja!”
tolak Chae-gyeong.
Tapi
kemudian dia senyum-senyum sendiri. “Bolehkah aku jadi kurang ajar
sekali saja?” tanya Chae-gyeong. Chae-gyeong senyum-senyum sambil naik
ke atas kasur Shin. Chae-gyeong senang sekali karena disitu hangat. Shin
hanya memandangi tingkah aneh Chae-gyeong. Kemudian Chae-gyeong
berbaring disamping Shin dan menyelimuti tubuhnya sendiri. Shin tertawa
melihat kelakuan Chae-gyeong itu.
“Tapi…Aku
dengar ini dari suatu tempat. Apa benar seharusnya aku menikah dengan
Yul?” tanya Chae-gyeong. Shin kaget. Dia memandang Chae-gyeong dengan
tatapan tak suka. Chae-gyeong agak takut karenanya. Dia pun terdiam.
“Kakek
membuat janji untuk pernikahanmu dengan putra mahkota yang akan jadi
Raja. Putra mahkota waktu itu adalah Yul dan bukan aku. Kau adalah calon
istri Yul saat itu” jelas Shin. “Aku mengerti. Setelah mendengar hal
itu, aku sedikit malu kalau bertemu dengannya” kata Chae-gyeong.
“Kenapa? Apa kau menyesal sekarang?” tanya Shin dengan kesal. Shin
menutup bukunya dengan kasar.
“Jika kau begitu menyesal, kenapa kau tidak…”Shin menoleh ke arah
Chae-gyeong yang ada di sampingnya. Tapi ternyata Chae-gyeong sudah
tertidur. Shin menyentuh lembut dahi Chae-gyeong. Dia tersenyum. Shin
membenarkan posisi selimut Chae-gyeong. Chae-gyeong dalam tidurnya makin
mendekatkan tubuhnya pada Shin. Shin membelai-belai rambut Chae-gyeong
dengan lembut. Tak berapa lama kemudian, Shin mengantuk. Tapi dia kaget
mendengar seruan dari luar.
Ratu
datang dengan marah. Dan saat Ratu masuk, dia kaget melihat Chae-gyeong
yang tertidur dalam pelukan Shin. Shin membangunkan Chae-gyeong.
Chae-gyeong bangun dan kaget melihat Ratu. Dia jadi salah tingkah. Ratu
meminta Park Sang-gung dan para dayang yang tadi ikut bersamanya untuk
pergi. Kemudian Ratu mendekati Shin dan Chae-gyeong.
“Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Ratu. Chae-gyeong mencoba menjawab. Tapi kata-katanya tak lancar. “Apa maksudmu, Oma Mama? Apa yang kami lakukan? Ini Istana timur, kenapa
kau mengharuskan kami untuk selalu mematuhi perintahmu di istanakami
sendiri? meskipun kau seorang Ratu, kau harusnya tahu aturan itu. Dan
kami juga tak melakukan sesuatu yang kau pikirkan, jadi jangan
khawatir.” kata Shin dengan kasar.
Chae-gyeong
mengangguk mengiyakan dengan penuh ketakutan. “Yang kulakukan hanya
menjaganya agar tetap hangat” lanjut Shin. “Kau pikir siapa kau dengan
beraninya berteriak seperti itu padaku?” Ratu tak kalah keras bersuara.
Chae-gyeong ketakutan karenanya. Melihat Chae-gyeong yang ketakutan,
Ratu berusaha menenangkan dirinya. “Bi-gung (Putri Mahkota), keluarlah
sebentar” pinta Ratu dengan pelan. Chae-gyeong langsung keluar dari
kediaman Shin dan kemudian langsung berlari menuju kediamannya yang
terletak di depan kediaman Shin.
“Apa
yang ingin kau katakana padaku?” tanya Shin. “Ini gossip yang beredar
di Thailand” kata Ratu sambil membanting Koran di atas meja Shin. Shin
turun dari kasur dan mengambil Koran itu. Mata Shin terbelalak. Di Koran
terbitan Thailand itu, terpampang di halaman depan, foto Shin yang
sedang berduaan dengan Hyo-rin!
“Apa
berita yang ada disitu benar? Kenapa kau harus melakukan hal itu!?”
tanya Ratu. Shin hanya menunduk. “Sekarang ini semua orang sedang
memperhatikan setiap gerak-gerikmu. Bagaimana bisa kau lakukan semua
ini? Seja, datanglah ke istana utama dan jelaskan kelakuanmu” kata Ratu
kemudian.
Ratu
keluar dari kamar Shin dengan menggebrak pintu kamar Shin. Sementara
Shin bingung. Tak tahu harus bagaimana. Chae-gyeong mengintip ke kamar
Shin. Dan dia langsung keluar saat melihat Ratu sudah pergi. Chae-gyeong
masuk ke kamar Shin lagi.
Chae-gyeong
bertanya kenapa Ratu sangat marah pada Shin. Shin hanya diam. Kemudian
Chae-gyeong melihat Koran yang tadi dibawa Ratu. “Berita apa yang muncul
sampai…” Chae-gyeong tak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia kaget
melihat foto Shin dan Hyo-rin yang terpampang di halaman depan Koran
itu.
“Apa
ini? Apa kalian bersama di Thailand? Ini tak benar kan?” tanya
Chae-gyeong. Shin merebut Koran itu. “Haruskah aku menjelaskan semuanya
padamu?” Shin balik bertanya. “Aku hanya penasaran” kata Chae-gyeong.
“Kau tak perlu tahu” jawab Shin. “Apa? Aku tak boleh bertanya seperti
itu padamu? Jadi seharusnya aku tak berkata apa-apa?” tanya Chae-gyeong
dengan kesal.
Ada
penyesalan di mata Shin saat dia memandangi Chae-gyeong. “Kau tak perlu
khawatir tentang hal ini. Jagalah kesehatanmu daripada kau mencoba
mencari tahu tentang sesuatu yang tak berarti” kata Shin. “Kau tak perlu
khawatir apa aku sakit atau tidak. Aku sangat sehat. Jadi jangan sok
peduli” kata Chae-gyeong dengan mata berkaca-kaca. Chae-gyeong hendak
melangkah pergi. Tapi Shin memegangi tangan Chae-gyeong.
“Kau
sehat katamu? Kau tahu betapa kau membuat orang-orang di sekelilingmu
khawatir??? Apa masalahmu?! Ada apa denganmu? Kenapa kau tak makan
dengan teratur?!” bentak Shin. Chae-gyeong melepaskan tangannya dari
pegangan Shin. “Kau tak perlu tahu penderitaanku. Kau bahkan tak mau aku
bertanya tentang foto ini. Jadi jangan pedulikan aku kelaparan atau
tidak!” kata Chae-gyeong. Airmatanya sudah mengalir turun dari pelupuk
matanya.
“Shin
Chae-gyeong, Kau?” kata Shin. “Aku begitu bodoh. Tanpa tahu kalau kau
sedang bersenang-senang dengan Hyo-rin, aku… Aku terus menunggumu, tak
nyenyak tidur. Aku merasa kalau aku ini benar-benar bodoh” kata
Chae-gyeong kemudian pergi meninggalkan Shin yang terlihat sangat
menyesali apa yang sudah dilakukannya.
Hye-jeong
sedang minum teh sambil membaca Koran. Yul datang membawa secangkir teh
dan kemudian merebut Koran yang sedang dibaca ibunya. Yul bertanya, apa
berita yang di Koran itu benar adanya. Ibunya tersenyum dan kemudian
menyerahkan sebuah amplop besar pada Yul.
Yul
membuka amplop itu dan ternyata isinya foto Shin dan Hyo-rin yang
sedang berduaan di Thailand. Tentu saja Yul kaget saat melihatnya.
“Kenapa kau begitu terkejut? Apa kau pikir aku tak melakukan apa-apa dan
ber yoga dengan tenang?” kata ibunya. “Apa kau yang melakukan semua
ini?” tanya Yul. Ibunya menggeleng. “Melakukan apa? Semua terjadi begitu
saja” jawab Ibu Yul. Yul tertunduk sedih.
Di
sekolah, semua heboh membicarakan tentang foto Shin dan Hyo-rin yang
ternyata sudah beredar di internet. Ada yang men-download dan kemudian
mencetaknya kemudian menyebarkannya di sekolah. Saat Hyo-rin lewat,
mereka membicarakannya. Saat Chae-gyeong tiba di sekolahan dengan wajah
pucat, mereka pun membicarakannya.
“Foto
tentang Shin dan Hyo-rin yang ada di internet jadi pembicaraan
orang-orang dalam beberapa hari. Berita itu jadi semakin menyebar hari
demi hari. Dan secara perlahan, tersebarlah keretakan antara hubunganku
dengan Shin. Dan pada akhirnya, keluarga kerajaan-lah yang menerima
dampak buruk berita itu” batin Chae-gyeong.
Chae-gyeong
masuk ke dalam kelas dan duduk dibangkunya. Ketiga sahabatnya yang
lebih dulu datang duduk di sekelilingnya. “Shin Chae-gyeong, apa kau
baik-baik saja?” tanya Kang-hyeon memecah kesunyian diantara mereka.
“Ada apa memangnya?” Chae-gyeong balik bertanya. “Tentu saja tentang
Putra Mahkota dan Min Hyo-rin” lanjut Kang-hyeong langsung pada pokok
masalahnya.
“Mereka
hanya teman” jawab Chae-gyeong. “Tapi gadis itu yang menggoda suamimu
terlebih dahulu” kata Hee-sung. “Itu benar, meskipun dia bilang kalau
dia tak sengaja bertemu dengannya di luar negeri, harusnya dia tak
bertemu dengan Shin secara pribadi karena dia itu seorang Pangeran”
tambah Sun-yeong.
“Ada
apa dengan wajahmy?” tanya Kang-hyeon yang cemas melihat wajah pucat
Chae-gyeong. “Aku hanya lelah dan aku belum makan” jawab Chae-gyeong.
“Hubunganmu dengannya baik-baki saja kan?” tanya Kang-hyeon lagi. “Apa
kami pernah berhubungan baik?” Chae-gyeong malah balik bertanya.
Hee-sung dan Sun-yeong malah tertawa. Kang-hyeon memandang mereka berdua
dengan marah. Mereka pun terdiam.
Chae-gyeong
termenung sendirian di depan kelasnya sambil memandang dengan sedih ke
bawah. Saat berbalik, Chae-gyeong melihat Hyo-rin yang sedang berjalan
menuju ke arahnya. Chae-gyeong pun berjalan menghampiri Hyo-rin. Awalnya
Hyo-rin kaget. Tapi kemudian dia tersenyum meremehkan Chae-gyeong.
Hyo-rin menyapa Chae-gyeong, kemudian meniggalkan Chae-gyeong. Tapi
langkahnya terhenti. Chae-gyeong bilang ada sesuatu yang perlu mereka
bicarakan.
Hee-sung
dan Sun-yeong berlari tergesa-gesa di koridor sekolah menuju kelas
mereka. mereka langsung heboh di depan Kang-hyeong dan berteriak kalau
ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Kang-hyeon kaget melihat
tingkah mereka.
“Putri
kita sedang bersiap-siap berperang melawan Hyo-rin” teriak mereka
berdua. Seluruh kelas kaget mendengarnya. Hee-sung dan Sun-yeong
langsung pergi lagi. Kang-hyeon dan teman sekelas Chae-gyeong yang lain
ikut berlari menyusul mereka. Tapi kemudian dia berbalik lagi dan
memandang Yul yang hanya duduk diam. “Apa kau tak ikut?” tanya
Kang-hyeon. Yul langsung menutup bukunya, kemudian mengikuti Kang-hyeon
dan teman-teman Chae-gyeong yang lain.
Sementara
itu, Kang-in juga berlari dengan tergesa-gesa menuju kelasnya. Dia
bilang ada berita besar. Sekarang sedang ada pertandingan besar antara
Shin Chae-gyeong dengan Min Hyo-rin. Jang-gyeong kaget mendengarnya.
Shin hanya melihat sekilas. Tapi kemudian dia asyik lagi berkutat dengan
buku yang sedang dibacanya.
Jang-gyeong
langsung berdiri dan pergi. Shin hanya diam. Makanya Kang-in bertanya,
apa Shin tak mau pergi? Apa Shin tak ingin melerai mereka berdua? Shin
masih diam tak beranjak dari tempat duduknya. Jadi Kang-in kemudian
pergi berdua dengan Ryu-wan. Sementara Shin termenung sendirian di
kelasnya.
Chae-gyeong
berdiri berhadapan dengan Hyo-rin di sebuah piano. Mereka bicara di
ruang musik. “Kau sekarang pasti sedang berada dalam posisi sulit. Apa
orangtuamu tak berkata apapun tentang hal ini? Kau kan hanya sebentar
bertemu dengannya saat kau kebetulan pergi kesana. Tapi semua orang
malah membesar-besarkan gossip itu, jadi…” kata Chae-gyeong.
“Tahan!
Tunggu sebentar!” teriak Sun-yeong dari luar ruang musik. “Kami akan
melindungi Putri” tambah Hee-sung. “Apa kau orang yang mencoba menggoda
Pangeran?!” teriak Kang-hyeon tak mau kalah. Padahal Kang-hyeong
biasanya hanya diam saja. Mereka terus saja berteriak agar Chae-gyeong
mundur dan mereka yang akan menghadapi Hyo-rin.
Chae-gyeong
merasa bersalah pada Hyo-rin, “Maafkan aku. Kurasa teman-temanku salah
paham” pintanya. “Ngomong-ngomong, apa yang ingin kukatakan adalah, saat
kau sedang berjalan, aku ingin bilang…” kata-kata Chae-gyeong diputus
oleh Hyo-rin.
“Kata-kata
‘kebetulan’ mu itu salah. Aku datang ke Thailand memang sengaja untuk
bertemu Shin. Di Korea, kalian berdua sebagai suami istri selalu
bersama, jadi aku tak bisa mengatakan apa yang ingin kukatakan. Ada
banyak hal yang ingin kukatakan padanya. Tapi setelah pernikahan itu,
semuanya jadi lebih sulit” kata Hyo-rin dengan tennag.
“Tapi
kami sudah menikah” kata Chae-gyeong dengan lesu. Wajah Chae-gyeong
semakin pucat. “Kau mungkin yang menikah dengannya , tapi aku yang
pertama kali dilamarnya. Yang disukainya pertama kali adalah aku, Min
Hyo-rin” Hyo-rin tak mau kalah. “Jika pada awalnya seperti itu, kenapa
kau baru mengatakannya sekarang?” tanya Chae-gyeong.
“Karena
aku tak mau dikenal sebagai Min Hyo-rin yang dulu. Seperti orang bodoh,
aku kehilangan cintaku. Hal semacam ini cukup terjadi sekali saja. Aku
tak tahu apa saja yang telah kalian berdua lakukan. Tapi sepertinya dia
sangat menerima kehadiranku” kata Hyo-rin.
Chae-gyeong
memejamkan matanya. “Apa katamu?” tanya Chae-gyeong. “Berkata seperti
ini di hadapanmu membuatku merasa aku ini seperti seorang nyonya” kata
Hyo-rin dengan sinis. “Apa? Bagaimana kau bisa mengkonotasikan seperti itu? Kau itu bicara apa?” tanya Chae-gyeong yang tak mengerti maksud Hyo-rin.
“Aku
tak tertarik dengan posisi sebagai Putri Mahkota. Bagiku, aku sudah
puas hanya dengan mendapatkan Shin” ungkap Hyo-rin. “Ini aneh sekali.
Kenapa semuanya jadi terlihat kabur?” batin Chae-gyeong. Chae-gyeong
memegangi kepalanya yang terasa pusing. “Maaf. Kita bicara lain waktu…”
kata Chae-gyeong kemudian. Chae-gyeong mencoba melangkah keluar. Dia
mendekati Hyo-rin dan kemudian terjatuh di pelukan Hyo-rin. Hyo-rin
kaget karenanya.
Kang-hyeon,
Hee-sung, Sun-yeong dan juga Yul refleks berteriak dan lari dengan
tergesa-gesa menghampiri Chae-gyeong. Yang lainnya hanya bisa mengintip
dari pintu ruang musik. Kang-hyeon dan yang lain terus memanggil-manggil
Chae-gyeong. Tapi Chae-gyeong masih belum sadar juga. Seseorang datang
mendekati mereka.
Ternyata
Shin. Shin meminta mereka semua untuk menyingkir. Dia kemudian
mengangkat tubuh Chae-gyeong diiringi tatapan kaget Hyo-rin yang sama
sekali tak dilirik oleh Shin. Shin menggendong Chae-gyeong sampai ke
mobil yang ada di bawah, kemudian pulang menuju istana.
Hyo-rin
menunduk memandangi kepergian Shin. Yul terdiam di depannya. “Apa dia
sedang mengadakan pertunjukkan” sindir Kang-in pada Hyo-rin. Dia tak
suka dengan tingkah Hyo-rin itu.
Dayang di kediaman Chae-gyeong sedang sibuk membawakan handuk basah. Shin merawat Chae-gyeong dengan sabar.
Yul
menemui Hyo-rin di kelasnya. “Bagaimana ini? Bagaimana rasanya jadi
orang yang tak terkenal?” sindir Yul. “Sebutan ‘Pacar Putra Mahkota’
benar-benar sangat berat. Aku baru menyadarinya sekarang” jawab Hyo-rin.
“Apa kau perlu mengatakan itu semua pada Chae-gyeong?” tanya Yul. “Aku
menyebabkan saudara iparmu menjadi terluka. Kupikir kau pasti membenciku
kan?” Hyo-rin balik bertanya. “Jangan melukai Chae-gyeong” ucap Yul.
“Kau tak ingin berterimakasih padaku?” tanya Hyo-rin lagi. “Apa?!” kata
Yul dengan jengkel.
“
Jika hal seperti ini lebih sering terjadi, kau akan mudah menjadi
seorang Putra Mahkota. Bukankah itu yang kau inginkan?” lanjut Hyo-rin.
“Aku tak ingin mendapatkannya dengan metode seperti itu” jawab Yul. “Aku
akan melakukannya untuk masa depanku sendiri. Shin bahkan tadi sama
sekali tak memandangku. Dia belum pernah seperti itu. Aku
merasa kalau dia tak melihatku ada disana. Aku merasa tak nyaman” kata
Hyo-rin. “Apapun itu, kau akan mendapatkan yang kau inginkan” sindir
Yul, kemudian pergi meninggalkan Hyo-rin yang memandangnya dengan
tatapan bingung.
Hye-myeong
masuk ke dalam kamar Chae-gyeong. Dia tersenyum saat dilihatnya Shin
sedang sibuk merawat Chae-gyeong yang tertidur. “Bagaimana keadaannya?”
tanya Hye-myeong. “Panasnya agak turun sedikit. Dia sedang tidur
sekarang” jawab Shin dengan sedih. “Kalau begitu, kau mau ngobrol
denganku?” tawar Hye-myeong. Shin mengangguk mengiyakan. Shin
membenarkan selimut Chae-gyeong, menyentuh pipi Chae-gyeong dengan
lembut, kemudian membelai rambut Chae-gyeong dan setelah itu mengikuti
kakaknya ke kediaman kakaknya.
“Kau
tak perlu terlalu khawatir dengan foto yang beredar di surat kabar. Ibu
dan Pegawai Kerajaan akan mengurus hal itu. Kau bisa belajar dari
insiden ini” hibur Hye-myeong. Shin hanya diam sambil menikmati teh yang
diseduhkan untuknya. “Saat aku mendengar berita kalau kau menikah,
kupikir kau menikahi wanita itu (Hyo-rin)” lanjut Hye-myeong. “Aku sudah
melamarnya” kata Shin. “Lalu?” tanya Hye-myeong. “Aku ditolak olehnya”
jawab Shin.
“Apa?
Benarkah? Putra Mahkota Lee Shin ditolak?” tanya Hye-myeong sambil
tertawa. Shin tak marah. Dia malah ikut tertawa. “Aku bahkan tak sempat
berkata apa-apa. Aku ditolak begitu saja” lanjut Shin. “Wah!” celetuk
Hye-myeong. “Tapi aku berterimakasih padanya. Aku tak mau seseorang yang
kusukai hidup dengan kehidupan yang membosankan seperti hidupku.
Hyo-rin berpikir dan dia menginginkan banyak hal dalam impiannya, jadi
dia tak mau jadi boneka di istana” cerita Shin.
“Lalu
bagaimana dengan Chae-gyeong?” tanya Hye-myeong. “Saat pertama kali,
kupikir dia kan baik-baik saja. Tapi sepertinya tak seperti yang
kupikirkan. Dia terlahir tanpa kemampuan sebagai boneka di istana. Hal
yang membosankan dan membuatku lelah malah membuat Chae-gyeong tertarik.
Dari apa yang kulihat, bukan dia yang dikendalikan oleh istana. Tapi
istana lah yang dikendalikan olehnya. Itulah kenapa dia tak mungkin jadi
boneka di istana” cerita Shin. Shin terlihat senang dan bersemangat
bercerita tentang Chae-gyeong.
“Benarkah
seperti itu. Apapun itu, berarti dia itu pengecualian” kata Hye-myeong.
“Ya, dia memang pengecualian” jawab Shin. “Apa itu? Apa kau sudah mulai
menyukainya?” tanya Hye-myeong lagi. Shin tersedak karena kaget
mendengar apa yang baru saja dikatakan kakaknya. Dia menjawab dengan
gugup, “Apa yang kau pikirkan? Ini pernikahan politik” kata Shin.
Hye-myeong
tertawa. “Dua orang yang tak saling mencintai menikah, tapi itu bukan
berarti mereka tak saling mencintai selamanya kan?” tanya Hye-myeong.
Shin memandang malu-malu pada kakaknya. “Aku tlah mengelilingi dunia
selama 2 tahun. Dan aku belajar banyak hal. Bagi kebanyakan orang, cinta
masih jadi hal yang penting. Ada begitu banyak cara untuk
mengekspresikan cinta, hal yang paling penting adalah cinta itu
sendiri.” cerita Hye-myeong.
Shin
menghela nafas. “Aigo… Shin kita juga akan menerima cinta yang seperti
itu kan?” kata Hye-myeong lagi. Shin tertawa mendengarnya. “Oi, kau
seperti pendeta saja” ledek Shin. “Seorang pendeta? Seorang pendeta juga
bukan sesuatu yang buruk” kata hye-myeong. Mereka tertawa.
Sementara
itu, di kediaman Chae-gyeong, Yul sudah ada disana untuk membezuk
Chae-gyeong. Dia membawakan tanaman dalam pot untuk Chae-gyeong. Kedua
dayang Chae-gyeong meminta maaf karena telah membuat Yul menunggu lama.
Mereka bilang Chae-gyeong baru saja minum obat dan sekarang tidur. Dan
juga Putra Mahkota tak ada di tempat, jadi mereka tak bisa mengijinkan
Yul masuk ke kamar Chae-gyeong. Yul bilang tak apa-apa. Dia akan
menunggu.
Di
dalam kedua dayang Chae-gyeong malah bergosip tentang Yul. Mereka
bilang kalau Yul lebih baik daripada Putra Mahkota. Karena Yul lebih
perhatian dan sayang pada Chae-gyeong. Yul memandangi mereka. dan
kemudian pelan-pelan bangkit dan pergi menuju kamar Chae-gyeong.
Yul
pelan-pelan membuka pintu kamar Chae-gyeong dan masuk ke dalam sambil
membawa tanaman yang dibawanya. Dia tersenyum memandangi Chae-gyeong
yang sedang tertidur. Tiba-tiba didengarnya Chae-gyeong mengigau, “Sakit
sekali, tolong usap-usap punggungku, Ibu…Ibu…”. Yul memandang
Chae-gyeong dengan sedih.
Tiba-tiba
Chae-gyeong membuka matanya. Dia kaget dan mengerjap-kerjapkan matanya
saat melihat Yul ada di dalam kamarnya. “Yul-gun?” kata Chae-gyeong
sambil berusaha untuk bangkit dari tidurnya. Yul duduk di pinggir tempat
tidur Chae-gyeong. “Bagaimana bisa kau masuk kesini?” tanya
Chae-gyeong. Yul hanya tersenyum memandangi Chae-gyeong.
“Aku
kesini untuk mengunjungimu yang sedang sakit” jawab Yul. Tiba-tiba
Chae-gyeong batuk. “Ini tanaman mint, orang menyebutnya apel mint. Ini
sangat bagus untuk flu” kata Yul sambil menyodorkan tanaman yang
dibawanya. Chae-gyeong senang menerimanya, kemudian mencium tanaman itu,
“Baunya sangat enak” begitu kata Chae-gyeong. Yul tersenyum
mendengarnya.
“Apa
kau merasa baikan?” tanya Yul. Chae-gyeong mengangguk. “Yul-gun
satu-satunya yang peduli padaku, terimakasih” ucap Chae-gyeong. Yul
hanya terdiam memandangi Chae-gyeong. “Disini sesak sekali, aku ingin
menghirup udara segar” kata Chae-gyeong. Mereka pun pergi keluar.
“Segar
sekali. Aku seperti baru terlahir kembali” ucap Chae-gyeong. “Itu
bagus” kata Yul. “Terus ada di kasur sepanjang hari membuatku merasa
seperti orang terlemah di dunia” kata Chae-gyeong. “Di masa mendatang,
jangan sakit lagi. Saat kau sakit, aku juga merasakan hal yang sama”
pinta Yul. Chae-gyeong hanya tersenyum.
Shin
masuk ke dalam kamar Chae-gyeong dan mendapati Chae-gyeong tak ada
disitu. Yang ada hanya tanaman yang tadi dibawa oleh Yul. Kedua dayang
Chae-gyeong juga kaget melihat Chae-gyeong yang tak ada disitu. Shin
terus memandangi tanaman yang dibawa Yul dengan kesal. Kemudian dia
memandang keluar dan tambah jengkel karenanya. Shin melihat Chae-gyeong
dan Yul yang sedang ngobrol berdua. Shin pun menghampiri mereka berdua.
“Kau
datang” sapa Yul. “Apa yang sedang dilakukan orang sakit di luar sini”
ucap Shin dengan sinis. “Hei, Shin-gun, kaulah yang membuatku jadi
sakit. Ini ketidak beruntunganku karena aku bersamamu. Kau bahkan tak
datang untuk menjengukku” kata Chae-gyeong tak kalah sengit. “Diam kau,
kau pikir siapa yang membawamu ke istana? Kau tahu betapa beratnya
dirimu? Kuruskan badanmu sedikit saat kau punya waktu” Shin tak terima
dimarahi Chae-gyeong di depan Yul.
“Apa
benar kau yang menggendongku kemari?” tanya Chae-gyeong sambil
senyum-senyum malu. “Kenapa kau tak bilang dari awal?” lanjut
Chae-gyeong lagi. Chgae-gyeong memukul bahu Shin dengan manja. Shin
menyeret Chae-gyeong untuk masuk ke dalam. Menyuruh Chae-gyeong minum
obat dan kemudian pergi tidur. Shin menutup pintu kediaman Chae-gyeong
dan berjaga di depan diiringi teriakan kesal Chae-gyeong yang tak suka
diperlakukan seperti orang yang sakit parah.
“Begitu
kau dengar Bi-gung Mama sakit, kau langsung datang kesini. Kapan kau
kemari?“ tanya Shin pada Yul. Yul tak sempat menjawab karena Chae-gyeong
menjengukkan kepalanya keluar dari pintu. Dan malah mengajak Shin maen.
Kemudian bertanya kenapa hanya bicara berdua, apa ada yang Shin dan Yul
sembunyikan? Shin yang kesal menutup pintu kediaman Chae-gyeong hingga
membuat kepala Chae-gyeong terjepit. Chae-gyeong mengaduh kesakitan.
Shin mendorong kepala Chae-gyeong masuk ke dalam dan kemudian menutup
pintunya lagi.
“Aku
tak yakin dia benar-benar sakit untuk bisa kau kunjungi” sindir Shin.
“Dia mungkin terlihat kuat. Tapi sebenarnya dia sangat merindukan
ibunya. Dia menyebut nama ibunya dalam tidurnya” jawab Yul. “Sepertinya
hatimu sudah termakan kata-katanya. Dia jadi seperti itu karena aku
kurang memperhatikannya. Kenapa? Apa itu jadi masalah buatmu?” kata
Shin.
Yul
hanya menghela nafas. “Bagaimanapun juga, jika kau benar-benar sangat
khawatir padanya, kau harusnya tak membiarkan dia berdiri disini dan
menyuruhnya cepat masuk ke dalam” tambah Shin. Saat Shin berbalik,
ternyata Chae-gyeong masih ada disitu dan over acting. Shin langsung
masuk ke dalam hingga membuat Chae-gyeong langsung lari masuk ke
kamarnya. Shin masuk ke dalam sambil membanting pintu. Yul sedih
melihatnya.
“Seorang
adik berkabung untuk kakaknya. Hal seperti ini belum pernah terjadi
sebelumnya. apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi semua ini?
Hye-jeong, apa kau tahu bagaimana cara untuk mengatasi masalah ini?”
tanya Ibu Suri saat dia berdua bersama Hye-jeong di sebuah taman istana.
“Masalah
ini datang terlalu tiba-tiba. Aku sudah menguburnya jauh di dalam
hatiku 14 tahun yang lalu. Dan seiring berlalunya waktu, dia semakin
dilupakan orang. Hatiku sakit karena hal itu” jawab Hye-jeong. “Itu
benar. Apa yang mendiang Raja inginkan adalah memprosesnya dengan
upacara “Chu-jeon (Upacara Pemakaman Raja)” secepatnya. Tapi masalahnya
adalah perubahan status kau dan anakmu akan membuat semua orang sakit
kepala” tambah Ibu Suri kemudian.
“Aku
benar-benar tak tahu banyak tentang politik. Tapi aku tahu bahwa Anda
tak pernah melupakan kami dan anda masih selalu mengingat kami. Aku
sungguh-sungguh berterima kasih” kata Hye-jeong. Ibu Suri hanya bisa
menghela nafas.
Hye-jeong
sedang berbincang-bincang dengan seorang dayang senior. Dayang itu
mengatakan kalau dia akan menangani masalah tentang Ibu Suri. Dia
bahagia bisa membantu Hye-jeong. Seandainya saja suami Hye-jeong masih
hidup, dia pasti akan jadi seorang Raja yang hebat.
Ibu
Suri di kediamannya sedang sibuk membenahi sanggulnya bersama seorang
dayang senior. Dayang yang tadi berbicara dengan Hye-jeong. Dayang itu
berkata kalau selama 14 tahun ini Hye-jeong telah memenuhi peraturan
istana, dan menyerahkan tampuk pimpinan kerajaan. Dan telah pergi
meninggalkan istana bersama Yul.
Ada
penyesalan di mata Ibu Suri. “Ya, memang seperti itu. Aku tak tahu
kenapa Raja terakhir begitu marah dan dingin. Aku bahkan tak sempat
bertanya tentang hal itu. Bagaimana bisa Raja membuat keputusan yang
begitu membingungkan seperti itu? Diantara 2 orang anak, saudari ipar
dan anak-anak. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus aku
lakukan”ungkap Ibu Suri.
“Yang
Mulia. Mendiang Raja sudah tidak ada disini lagi” kata dayang senior
itu. “Apa maksudmu, Seo Sang-gung?” tanya Ibu Suri pada dayang senior
itu. “Yang Mulia, yang ingin hamba katakana adalah, semua kekuasaan
tertinggi sekarang ini milik Yang Mulia” kata Seo Sang-gung. Ibu Suri
mengangguk. Dia mengerti hal itu.
“Jika
semua ini terus berlangsung, perseteruan hanya akan semakin tegang
diantara kedua belah pihak yang terlibat. Sebelum hal itu terjadi, Ibu
Suri yang punya kekuasaan tertinggi, harus membuat pilihan. Itulah
satu-satunya cara untuk mengembalikan kedamaian dalam Keluarga Kerajaan.
Jawabannya ada dalam hati anda, Yang Mulia” tambah Seo Sang-gung lagi.
“Jawabannya ada dalam hatiku… “ kata Ibu Suri menerawang apa yang
sebenarnya dimaksud oleh Seo Sang-gung.
Chae-gyeong
terbatuk-batuk di atas kasurnya. Ternyata Shin menunggui Chae-gyeong
dan duduk tak jauh dari kasur Chae-gyeong. Begitu mendengar suara batuk
Chae-gyeong, Shin langsung berdiri dan berjalan menghampiri Chae-gyeong.
Shin duduk di sisi tempat tidur Chae-gyeong.
“Apa
kau sudah bangun?” tanya Shin. Chae-gyeong mulai membuka matanya.
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Shin lagi. Chae-gyeong mencoba bangun dari
tidurnya. Shin membantu memegangi Chae-gyeong. “Apa kau merasa ingin
memakan sesuatu?” tanya Shin dengan lembut. Chae-gyeong bilang dia tak
ingin makan apapun. “Apa yang harus aku lakukan agar kau mau makan?”
tanya Shin beberapa saat kemudian sambil memegangi dahi Chae-gyeong.
Tapi Chae-gyeong malah mundur ke belakang.
Lalu
terdengar suara berisik yang sangat di kenal oleh Chae-gyeong.
Chae-gyeong melihat ke arah datangnya suara. Ternyata Ayah dan Ibunya
yang datang membezuk Chae-gyeong. Tentu saja Chae-gyeong sangat gembira
melihat kedatangan mereka. Tapi sayangnya Chae-jun tak
bisa ikut. Dia sedang keluar bersama teman-temannya. Shin tersenyum
senang melihatnya. Shin pergi meninggalkan mereka agar Chae-gyeong dan
keluarganya bisa leluasa berbicara.
Ternyata
Ayah Chae-gyeong membawa banyak sekali makanan favorit Chae-gyeong.
Chae-gyeong bilang, dia akan langsung berubah jadi gemuk setelah memakan
semua makanan yang dimasakkan oleh ayahnya. Tapi Chae-gyeong sangat
senang menerima semua makanan yang dibawa orangtuanya. Ibunya berbicara
pada dirinya sendiri, “Melihat selera makannya yang begitu besar, apa
benar dia itu sedang sakit?”.
Setelah
itu, ortu Chae-gyeong ngobrol bersama Shin. “Putra Mahkota. Kurasa tak
ada masalah jika Chae-gyeong kembali ke rumah untuk sementara waktu,
kan?” tanya Ayah Chae-gyeong. “Itu benar, Yang Mulia. Bersama dengan
keluarganya akan membuatnya beristirahat dengan tenang dan membuatnya
cepat pulih” tambah Ibu Chae-gyeong.
“Maafkan
aku, tapi aku takut hal itu tak bisa dilakukan. Dia mungkin akan merasa
baikan saat dia pulang ke rumah. Tapi jika dia sakit lagi seperti ini,
apa dia harus pulang terus ke rumahnya?” kata Shin. Kedua ortu
Chae-gyeong tak bisa berkata apa-apa. “Aku sangat bingung. Aku butuh dia
ada disampingku sekarang” kata Shin. “Yang Mulia, Ratu sudah setuju
dengan usul itu” kata Ibu Chae-gyeong.
“Chae-gyeong
itu istriku. Kami memilih pilihan kami sendiri. di istana ini, kami
punya pengobatan tercanggih untuk menjaganya, jadi jangan terlalu
khawatir” kata Shin kemudian. Dua dayang Chae-gyeong mengatakan kalau
Ibu Suri menunggu untuk bertemu dengan ortu Chae-gyeong sebelum mereka
pulang.
Chae-gyeong
di dalam kamarnya mendengar semuanya. “Kau mungkin merasa kalau aku ini
kejam dan dingin, tapi aku masih harus mengatakan hal ini…Penjaga
Chae-gyeong sekarang ini bukanlah Ayah dan Ibu Mertua melainkan aku
sendiri” ucap Shin. Chae-gyeong kecewa mendengarnya. Shin masuk ke dalam
kediaman Chae-gyeong lagi.
Ibu
Suri ingin bertemu ortumu, jadi mereka pergi menemuinya sekarang” kata
Shin pada Chae-gyeong. Shin duduk kembali di kursinya tadi dan
meneruskan membaca bukunya. Chae-gyeong yang kesal pada Shin berusaha
bangun kemudian melempar sebuah bantal ke arah Shin. Shin hanya diam.
“Dasar
laki-laki jahat. Kau pikir siapa kau, berbicara pada ortuku seperti
itu? Mereka memohon padamu karena mereka peduli padaku. Bagaimana bisa
kau mengatakan hal seperti itu pada mereka?” maki Chae-gyeong. “Semua
ini tak bisa terselesaikan, lebih baik menyelesaikannya secepatnya.
Untuk orang sepertimu, jika kau pulang sekali, kau akan berpikir untuk
keluar lagi dan kau akan terlibat kesulitan dengan hal itu lagi. Dan itu
akan membuatku terlibat dalam masalah. Itulah kenapa kau tak
mengijinkan hal itu” kata Shin.
“Mengijinkan? Kenapa semua yang aku lakukan harus disetujui olehmu? Bukankah kau juga hidup semaumu? Kau
bisa bertemu dengan siapapun yang kau inginkan” sindir Chae-gyeong.
“Apa kau bertanya karena kau benar-benar tak tahu? Sepertinya kau salah
paham. Hidup di dalam dan di luar istana adalah dua dunia yang berbeda.
Di luar istana, laki-laki dan perempuan sederajat, tapi kau tinggal
disini…Semuanya, dari arsitektur sampai dekorasi semuanya
berdasarkan tradisi. Walaupun itu sudah lama berlaku, tapi hal itu tak
dapat dihilangkan. Setidaknya disini, hal itu masih harus sepenuhnya
ditaati. Dan menurut tradisi itu, seorang istri harus menuruti suaminya
sepenuhnya. Apa kau mengerti? Ingatlah untuk makan tepat waktu” ceramah
Shin panjang lebar, kemudian meninggalkan kediaman Chae-gyeong.
Chae-gyeong hanya bisa memaki Shin pelan-pelan. “Dasar laki-laki
brengsek! Dasar orang jahat” maki Chae-gyeong.
Shin
menutup pintu kamar Chae-gyeong dengan perlahan. Shin masuk ke
kediamannya dan bersandar di pintu masuk. “Jika aku membiarkanmu
pergi…Kau pasti akan…Tak akan kembali lagi kesini” kata Shin pada
dirinya sendiri.
Sementara
itu, ortu Chae-gyeong sedang ngobrol bersama Ibu Suri dan Hye-myeong.
Ayah Chae-gyeong merasa tertarik dengan Hye-myeong. Sudah banyak berita
yang ayah Chae-gyeong baca tentang Hye-myeong. Ayah Chae-gyeong memuji
Hye-myeong sebagai putri yang hebat. Ibu Chae-gyeong terlihat agak
cemburu karenanya. Kemudian mereka membicarakan tentang selera makan
Chae-gyeong. Ayah Chae-gyeong memberikan masukan beberapa makanan yang
disukai oleh Chae-gyeong.
Sementara
itu, di apartemennya, Yul sedang melihat foto-foto yang dicetak oleh
ibunya. Tentang Hyo-rin dan Shin saat mereka berdua ada di Thailand. Yul
merasa kalau semua ini terlalu cepat. Dia takut kalau dia tak siap
mental untuk menghadapi semua ini. Ibu Yul emosi mendengarnya. Bukankah
Yul sudah menerima pendidikan di Inggris untuk menjadi seorang Putra
Mahkota selama 14 tahun ini. Bagaimana bisa Yul berkata seperti itu.
Yul
membela diri. Kalau hanya dengan foto-foto itu, takkan cukup untuk
melengserkan posisi Shin sebagai Putra Mahkota. Untuk proyek Ibunya
dengan Hyo-rin, rasanya waktunya tidak tepat. Mungkin mereka akan bisa
masuk ke istana dengan mudah, tapi begitu foto ini diekspos, Hyo-rin
akan berada di ambang kesulitan. Jadi semuanya harus dipertimbangkan,
ditunda. Kalau sudah tiba saatnya untuk memindahkan posisi Shin sebagai
Putra Mahkota, Yul akan melakukannya sendiri. Kalau saat itu tiba,
Ibunya bahkan takkan bisa menghentikan tindakan Yul.
“Anakku
berpikir lebih membingungkan dari pada aku. Baiklah, aku setuju
mendengar saranmu. Aku selalu berpikir untuk melewati perang ini
sendirian” ungkap Ibu Yul. Tiba-tiba ada yang memanggil Hye-jeong dengan
sebutan guru. Itu pasti Hyo-rin. Hye-jeong bangkit untuk menemui
Hyo-rin. Meninggalkan Yul sendirian.
Hye-jeong
menyeduhkan teh untuk Hyo-rin. Mereka membicarakan tentang Hye-jeong
dan Yul yang akan segera pindah ke dalam istana. Hyo-rin mengucapkan
selamat untuk Hye-jeong. Hye-jeong bilang terlalu awal untuk mengucapkan
selamat. Tapi dia senang karena Hyo-rin begitu perhatian padanya.
Hye-jeong bilang dia akan sering-sering mengundang Hyo-rin untuk masuk
ke dalam istana.
Di
istana, Shin memandangi Chae-gyeong yang duduk membelakanginya sambil
menelepon seseorang. Chae-gyeong bilang kalau dia baik-baik saja dan dia
sebentar lagi akan sembuh. “Anak yang paling berharga, Shin Chae-gyeong
sangat sehat disini. Apa kau tak tahu? Aku makan makanan yang terbaik
dan mendapatkan pengobatan yang terbaik. Tapi akan lebih baik lagi jika
kau ada disampingku. Jika aku ada di rumah, aku akan sembuh hanya dalam
waktu sehari. Tapi jika disini, aku harus menunggu beberapa hari untuk
sembuh. Percayalah aku baik-baik saja sekarang. Ibu juga harus menjaga
kesehatan” ungkap Chae-gyeong.
Chae-gyeong
menutu teleponnya, Shin mendekati Chae-gyeong dan kemudian duduk di
samping Chae-gyeong. Shin senang karena Chae-gyeong hari ini terlihat
lebih sehat. Tapi tetap saja Shin memakai kata-kata kasar untuk
mengungkapkannya. Shin juga meledek Chae-gyeong yang terus saja menyebut
nama ibunya dalam igauannya.
“Sekarang
ini adalah giliranku untuk terus menjadikanmu sebagai sanderaku. Setiap
saat kau berpikir ingin pulang ke rumah, aku juga ingin mengikutimu.
Tapi statusku sebagai seorang Putra Mahkota tak mengijinkanku melakukan
hal itu. Ini karena aku ingin memperkuat posisiku sebagai Putra Mahkota.
Setidaknya, dalam beberapa saat ini, aku tak ingin tertulis dalam
sejarah sebagai seorang Putra Mahkota yang tak berguna” ungkap Shin.
“Apa
maksudmu beberapa saat ini?” tanya Chae-gyeong yang tak mengerti apa
maksud Shin. “Hal itu akan terjadi dalam satu atau dua tahun dari
sekarang” jelas Shin. “Apa?” tanya Chae-gyeong yang masih juga tak
mengerti. “Aku akan menyerahkan posisiku sebagai Putra Mahkota” jawab
Shin. Chae-gyeong terlihat kaget mendengarnya.
Bersambung…………………………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar