Chae-gyeong
menenung di kamarnya dan membayangkan apa yang kemarin telah terjadi
antara dirinya dengan Shin. Chae-gyeong terus teringat saat Shin
menciumnya. Dia jadi salah tingkah sendiri. Di kamarnya, Shin juga
membayangkan peristiwa yang
kemarin terjadi saat Chae-gyeong menamparnya. Dia merasa bersalah pada
Chae-gyeong. (Layar Lap-top Shin, sekarang screensaver-nya adalah nama
Shin Chae-gyeong).
Shin
melangkah menuju kamar Chae-gyeong. Shin melihat Chae-gyeong sedang
termenung dan ada boneka bantal Shin di sampingnya. Shin masuk dan
mendekati Chae-gyeong. Shin bertanya, apa boneka itu hanya punya dua
wajah saja? Apa tak ada yang lainnya? Chae-gyeong hanya diam saja. Shin
kemudian duduk di depan Chae-gyeong. Chae-gyeong berkata dengan ketus
kalau dia tak ingin melihat wajah Shin sekarang. Chae-gyeong minta Shin
pergi.
“Aku
tahu, ini sedikit memalukan. Ku rasa aku kehilangan pikiranku karena
ada di sini. Meskipun itu bukan aku, dan mengalami saat seperti itu… Tak
bisa bisakah kau mengerti aku?” tanya Shin. Chae-gyeong masih tetap
bungkam. “Kau tahu bagaimana aku kalau aku sedang marah. Aku tahu itu
tak benar. Tapi apa kau tak bisa melupakannya saja. Aku berusaha
mengatakan seperti ini padamu dan semuanya….” Shin tak bisa melanjutkan
kata-katanya karena sekali lagi Chae-gyeong meminta agar Shin pergi dari
kamarnya.
“Apa
kau masih ingin terus bersikap seperti ini? Aku bilang aku minta maaf”
pinta Shin. “Kau hanya berpikir tentang perasaanmu sendiri. Kau merasa
dirimu adalah yang paling baik daripada orang lain. Kau tak pernah
peduli pada perasaan orang lain. Kau tak pernah peduli. Aku ini bukan
mainanmu yang bisa kau permainkan kapanpun saat kau sedih, bahagia atau
marah. Aku tak ingin bermain terus denganmu” ceramah Chae-gyeong.
“Apa
kau tak lelah berkata terus seperti itu? Berhentilah berkata kalau kau
itu mainan ataupun semacamnya” kata Shin. “Aku baru saja mau bicara dan
kau minta aku menghentikannya. Kau itu benar-benar orang yang aneh! Apa
kau tahu itu! Kau selalu seperti itu. Jika kau melakukan kesalahan, tak
seorangpun yang akan menyalahkanmu. Jika aku yang berbuat kesalahan, kau
selalu mencoba menangkapku seperti menangkap tikus. Terutama saat itu
berhubungan dengan Hyo-rin. Saat aku bertanya padamu tentang dia, kau
tiba-tiba marah tanpa alasan! Berapa lama lagi kau akan memperlakukanku
seperti itu?” maki Chae-gyeong.
“Bukankah
kau yang membuatku marah. Selalu saja membawa-bawa Hyo-rin saat punya
masalah apapun” Shin tak terima disalahkan. “Bagaimana denganmu? Kenapa
saat kusebut nama Hyo-rin kau berubah jadi tenang!” tambah Chae-gyeong.
“Apa? Kau pasti salah mengartikan sesuatu. Insiden di pesta itu, kau lah
yang berbuat salah” kata Shin lagi. “Jika itu Hyo-rin, yang ada di
posisiku, kau pasti takkan pernah bersikap sekasar ini. Aku ingin
sendirian sekarang” kata Chae-gyeong. Shin tak tahu lagi harus bicara
apa. Shin beranjak pergi, sampai di pintu masuk, dia berhenti dan
berkata, “Aku tak bermaksud berbuat kasar padamu. Hanya saja, aku tak
tahu apa yang harus aku lakukan lagi”. Chae-gyeong hanya bisa mendesah
setelah kepergian Shin.
Shin,
Chae-gyeong dan juga Yul menghadap Ibu Suri di kediamannya. Ibu Suri
sedang duduk berdua dengan Hye-myeong. “Jadi, apa kalian sudah menemukan
apa yang akan kalian kerjakan untuk kelulusan kalian?” tanya Ibu Suri.
“Ya Yang Mulia. Itu adalah pengalaman yang sangat hebat” jawab
Chae-gyeong. “Dan apa pesta itu menjadi kenangan indah buatmu, Pangeran
Yul?” tanya Ibu Suri. “Aku sudah mengungkapkan kata hatiku pada
seseorang dan aku mengungkapkan semuanya di pesta itu. Dan aku sangat
berterimakasih karenanya” jawab Yul.
Chae-gyeong
dan Shin memandangi Yul. Shin merasa marah karenanya. Chae-gyeong tak
tahu harus berbuat apa. “Kau bilang kata hati? Sepertinya itu berarti
sekali. Apa kau bisa katakan padaku apa yang ada dalam hatimu?” tanya
Ibu Suri. “Maafkan aku, tapi kurasa itu sulit. Kata-kata itu hanya
kuungkapkan pada satu orang saja. Itu hanya untuk orang itu saja” jawab
Yul. Shin memandang dengan marah ke arah Yul.
“Oh,
Jadi begitu. Aku sangat penasaran karenanya, tapi sekarang lupakan
saja. Putra Mahkota, apa kau baik-baik saja? Sepertinya kau terlihat
kecewa?” tanya Ibu Suri pada Shin. “Kurasa pesta itu sama sekali tak
menarik. Aku punya seorang teman yang berbuat keterlaluan disana.
Bukankah kau juga berpikir seperti itu?” tanya Shin pada Yul.
“Mengundangmu
dan membuatmu merasa kecewa, aku minta maaf untuk itu. Kupikir aku
sudah berusaha sebaik mungkin untuk membuat pestaku jadi menarik” jawab
Yul. “Tak apa-apa. Aku sendiri yang memutuskan untuk hadir di pesta itu”
jawab Shin dengan sinis. “Terimakasih” jawab Yul. Hye-myeong memandangi
adik dan adik sepupunya. Dia merasakan ada sesuatu yang terjadi di
antara keduanya.
“Di
istana tanpa ada Putra Mahkota dan Pangeran, apa kalian tahu kalau hal
itu seharusnya tak terjadi?” tanya Ibu Suri. Keduanya mengiyakan hal
itu. “Tapi aku ingin kalian berdua pergi dan bersenang-senang. Itu
karena kelakuan buruk kalian waktu itu. Aku ingin kalian berdua
melupakan apa yang pernah terjadi di antara kalian dan kembali lagi
dengan rukun, kalian tahu maksudku itu kan? kalian adalah saudara
sepupu. Tapi sebenarnya kalian berdua ini mirip kakak adik. Kalian
berdua harus bekerja sama membantu tugas-tugas di istana. Kalian berdua
harus saling membantu. Dan ingat agar saling menghormati satu sama lain
agar semua pekerjaan bisa dikerjakan dengan lancar. Semua sudah
kukatakan. Apa kalian berdua menyadari maksudku dan mengerti semuanya?”
tanya Ibu Suri lagi.
Shin
dan Yul meminta maaf pada Ibu Suri. “Kalian berdua harus bekerja sama
dan menjadi kuat. Dengan begitu kalian bisa menjaga istana ini. Aku tak
ingin kalian berdua melupakan kata-kataku. Apa kalian mengerti?” tambah
Ibu Suri lagi.
Chae-gyeong
bicara berdua dengan Yul di bangku. Chae-gyeong berkata, pada awalnya,
rencana pernikahan itu memang untuk Yul dan Chae-gyeong. tapi sekarang
semuanya tak bisa berjalan seperti itu. Mereka tak mungkin membelokkan
waktu. Yul bercerita, saat dia berusia sepuluh tahun, dia pulang
sekolah. Rumahnya sangat sepi. Yang terdengar hanya suara pintu yang
terbuka saat dia membukanya. Yul tak bisa menemukan ibunya dimanapun.
Tapi dia mendengar suara air mengucur di kamar mandi. Yul melihat ibunya
ada di sana. Ibunya ada di lantai dengan mata terpejam. Yul berteriak. Dia pikir
ibunya pergi meninggalkannya. Bagaimana dia harus hidup. Bagaimana jika
ibunya pergi meninggalkannya seperti ayahnya. Dia sangat ketakutan
hingga dia ingin mati.
Chae-gyeong
kembali ke kediamannya. Shin sudah menunggunya. Shin memanggil
Chae-gyeong. Tapi Chae-gyeong mengacuhkannya. “Apa kau akan seperti ini
selamanya. Kenapa kau melarikan diri dariku?” tanya Shin. Chae-gyeong
berhenti dan berkata, “Aku tak melarikan diri”. “Jangan bertemu lagi
dengan Yul. Tak peduli berapa seringnya aku mengatakan hal ini pada Yul,
tapi dia tak pernah mau mendengarkannya. Ku rasa lebih baik kau
berhenti menemuinya” pinta Shin.
“Kenapa
kau harus melakukan hal itu?” tanya Chae-gyeong. “Karena itu
menggangguku. Semua hal yang membuatku marah, semuanya itu salahnya”
kata Shin. “Jangan berpikir bagaimana aku dan Yul bersama” kata
Chae-gyeong. “Aku ini suamimu. Dan suamimu berkata kalau dia tak
menyukai hal itu. Kenapa kau selalu saja mencarinya?” tanya Shin.
“Kau
punya segalanya di dunia ini” jawab Chae-gyeong. “Apa?” tanya Shin yang
tak mengerti maksud Chae-gyeong. “Yul adalah bagian dari keluarga kita.
Dia sudah melewati banyak hal lebih buruk dari yang kau alami. Dia
bagian dari keluarga kita. Jadi kita harus memperhatikannya” jawab
Chae-gyeong.
“Kenapa
kau harus melakukan semua itu? Aku bahkan tak bisa walau hanya berdiri
di sampingnya!” kata Shin. “Karena dia bagian dari keluarga kita. Tak
peduli betapa seringnya kau bertengkar dengannya, anggota keluarga itu
harus aling menjaga. Ayah dan Ibuku juga sering berkata seperti itu”
kata Chae-gyeong. “Terserahlah. Berapa lama lagi kau akan terus bersikap
seperti itu?” timpal Shin. “Aku tak sedang mencoba bersikap seperti
apapun. Aku hanya merasa sedikit aneh. Aku hanya butuh waktu” jawab
Chae-gyeong. Chae-gyeong pergi masuk ke dalam kamarnya.
Shin
kembali ke kamarnya. Dia membuka kotak yang berisi semua hal yang
diberikan Hyo-rin untuknya dan kemudian berpikir tentang sesuatu.
Kasim
Kong menyampaikan kabar permintaan wawancara dari salah satu stasiun
televisi seperti biasanya agar masyarakat tahu tentang adanya keluarga
kerajaan. Kasim Kong bertanya apa mereka akan menyetujuinya. Ibu Suri
berkata, bukankah tak ada masalah dengan interview itu. Kasim Kong
bilang, masalahnya kondisi kesehatan Raja sedang terganggu dan Pangeran
bukanlah pembicara yang hebat. Kasim Kong berkata bagaimana kalau mereka
membatalkan saja interview itu.
“Apa
kau ingat yang pernah dikatakan oleh Raja saat makan malam keluarga?
Kita ada karena masyarakat dan kita ini bekerja dengan mereka. Kenapa
harus melarikan diri seperti itu. Kirimkan Putra dan Putri Mahkota untuk
pergi interview” perintah Ibu Suri.
“Yang
Mulia, maafkan aku. Tapi Putra Mahkota belum siap kalau harus melakukan
wawancara seperti itu. Dia mungkin akan gugup dan tak bisa menjawab
dengan benar. Dan juga, jika pertanyaan yang diajukan terlalu sulit. Aku
tak tahu apa dia bisa menjawabnya dengan benar tanpa membuat kesalahan.
Terutama yang berhubungan dengan kehidupan. Hal itu mungkin akan
meninggalkan kesan buruk tentang istana. Itulah kenapa aku bilang…” kata
Seo Sang-gung yang berdiri di belakang Ibu Suri.
“Tolong
jangan memotong pembicaraan orang saat orang itu belum selesai bicara.
Aku bahkan belum selesai mengatakan apa yang ingin ku katakan. Hanya
karena mereka akan menayangkan secara Live, itu bukan berarti hal yang
menakutkan, kan? Ada banyak pilihan untuk interview secara live seperti
talkshow kan, atau lebih nyaman lagi kalau bertemu langsung dengan para
penanya. Ada banyak hal yang berbeda yang dilakukan saat wawancara”
ceramah Ibu Suri.
“Tapi
Yang Mulia, Pangeran belum pernah mempersiapkan diri untuk interview
semacam ini. Apalagi interview-nya akan didengarkan oleh seluruh dunia”
kata Ratu. “Kalian semua benar-benar membuatku gila. Tinggal
siapkan saja dia. Kita tak bisa menekannya dan berdiri di balik pintu.
Putri dan Pangeran akan bisa melalui wawancara itu dengan baik” timpal
Ibu Suri lagi.
Di sekolah, Chae-gyeong sedang bicara berdua dengan Kang-hyeon di depan kelas. “Apa
yang sebenarnya terjadi dengan teman baikku Shin Chae-gyeong?” tanya
Kang-hyeon. “Aku sedang mencoba mencari tahu” jawab Chae-gyeong. “Apa
yang sebenarnya kau pikirkan?” tanya Kang-hyeon lagi. “Apa aku melalui
hidupku dengan benar? Apa yang sedang kulakukan sekarang?” jawab
Chae-gyeong.
“Apa?
Itu hal yang gila. Kau akan jadi sakit aklau kau berpikir seperti itu.
Dengan otak sepertimu, memikirkan sesuatu sesulit ini adalah hal gila.
Apa kau ingin mengakhiri sesuatu?” tanya Kang-hyeon. Chae-gyeong hanya
bisa mendesah. “Waktu itu di pesta, Shin dan kau sepertinya terlihat ada
masalah. Tapi dari apa yang kulihat, sepertinya Shin benar-benar
menyukaimu” kata Kang-hyeon.
“Aku membayangkannya, apa benar dia memang menyukaiku? Aku
bahkan belum pernah mendengarnya mengatakan hal itu. Dan jika memang
dia menyukaiku, itu mungkin karena ikatan yang ada. Setiap hari saling
bertemu saat kami bangun, makan bersama, pergi
hampir kemanapun bersama. Jika kau tak mengenal seseorang dan tiba-tiba
harus menghabiskan sepanjang hidupmu bersamanya, kau mungkin akan
merasakan hal seperti ini. Saat aku tak melihatnya, aku jadi khawatir
padanya. Saat dia pergi jauh, aku merasa kesepian dan ingin pergi untuk mencarinya. Pasti seperti itu” keluh Chae-gyeong.
“Ini tak seperti dirimu yang biasanya. Ada
apa?” tanya Kang-hyeon kemudian. “Aku selalu menangis karena Shin. Aku
selalu terluka karena Shin. Aku tak yakin kalau aku berani untuk
menghabiskan hidupku di istana dengan Shin” jawab Chae-gyeong. “Selama
ini kau melakukannya dengan baik” ucap Kang-hyeon. “Apa kau pikir aku
bisa melakukannya? Apa aku cukup berani untuk melakukannya?” tanya
Chae-gyeong. Kang-hyeon hanya bisa menatap Chae-gyeong dengan sedih.
Di
dalam kelas, teman-teman Chae-gyeong sedang asyik bercanda. Begitu
Chae-gyeong dan Kang-hyeon masuk, mereka langsung diam. Chae-gyeong dan
Kang-hyeon duduk di bangku masing-masing.
Hui-sung
yang duduk di depan Chae-gyeong berbalik badan menatap Chae-gyeong.
Sun-yeong yang duduk di belakang Chae-gyeong ikut mendekat. “Kudengar
ibumu melakukan pekerjaannya dengan sukses?” tanya Hui-sung. “Ya, dia
melakukan pekerjaannya lebih baik dari sebelumnya. dia sekarang jadi
punya kelas di pekerjaan asuransinya” jawab Chae-gyeong.
“Tapi
ada banyak sekali gosip disekelilingnya kalau dia memakai namamu untuk
berhasil seperti sekarang ini” tambah Hui-sung. “Bibiku bilang, ada
banyak orang yang tak menyukai cara kerja ibumu yang memakai namamu
untuk menjalankan pekerjaannya” Sun-yeong ikut menambahkan. “Mereka
hanya iri, itulah kenapa mereka berkata seperti itu. Orang-orang pasti
takkan tahan melihat kesuksesan orang lain” bela Kang-hyeon.
“Tapi ada juga sesuatu yang benar. Siapa yang tak ingin dekat dengan Putri Mahkota?” timpal Hui-sung. “Apa
orang-orang benar berkata seperti itu?” tanya Chae-gyeong. “Jangan
hiraukan hal itu!” seru Kang-hyeon. Ayahmu sudah bekerja sekarang,
kenapa ibumu tak berhenti bekerja saja...Jika kau mendengar gosip
seperti itu, kau mungkin akan merasa aneh” kata Sun-yeong.
“Tapi, ada juga banyak gosip mengenai ayahmu, Mereka bilang ayahmu agak sedikit narsis” tambah Hui-sung. “Tapi tak seperti itu, sama sekali bukan seperti itu!” ucap Chae-gyeong dengan sedih. “Kau tak perlu merasa frustasi seperti itu!” kata Kang-hyeon. Chae-gyeong hanya bisa mendesah kesal.
Chae-gyeong
berbicara dengan Yul di tangga sekolah. “Aku khawatir. Ayah dan ibuku,
meskipun kami hanyalah keluarga miskin, mereka hidup sederhana” kata
Chae-gyeong. “Jika kau merasa pekerjaan ayahmu tak aada yang salah,
jangan merasa frustasi karena hal itu. Akan selalu ada gosip yang
beredar dalam kehidupan manusia, biarkan saja semua itu berlalu” hibur
Yul. “Aku bertaruh, ayah dan ibuku pasti terluka karena hal itu.
Bagaimana mungkin sesuatu yang sama sekali tak berarti bisa berubah jadi
rumor seperti ini!” sesal Chae-gyeong.
“Jika
kau hidup di dalam istana, inilah gaya hidup di istana. Aku jadi
khawatir karena kau mungkin akan kehilangan semua ini. Istana akan
menilai kalau hukum lebih penting daripada perkataan orang-orang. Aku membayangkan bagaimana kau akan bertahan hidup di Istana” kata Yul. “Aku benar-benar tak yakin. Tak peduli seberapa keras aku mencoba, bukan ini cara untuk membayar semua yang telah kuterima” kata Chae-gyeong.
“Jangan
mencobanya. Kau mungkin berpikir akan bisa mengatasinya. Tapi hal ini
akan jadi semakin sulit dan sulit. Aku berharap bahwa kau bisa hidup
dengan bebas” nasehat Yul. Dari atas tangga, keduanya melihat Shin yang
hendak pergi menuju suatu tempat dengan membawa sebuah kotak.
“Yul-gun,
apa ada sesuatu yang mengganggumu padamu hari ini?” tanya Chae-gyeong
yang mencoba mengalihkan pemikirannya sendiri. “Tidak” jawab Yul.
“Benarkah?” tanya Chae-gyeong. “Ayo kembali ke dalam. Mari kita
jernihkan pikiran kita. Jika kau masih terus bertahan di kegelapan,
mereka akan bilang kalau kau kehilangan pikiranmu” ajak Yul. “Tidak, aku
tak apa-apa. Baiklah… Ayo pergi…” kata Chae-gyeong kemudian.
Sementara
itu, Shin turun ke tempat dimana Hyo-rin sedang berkatih balet. Hyo-rin
sedang menari dengan indah di atas panggung. Shin duduk dan terus
mengamatinya. Tiba-tiba
Hyo-rin terjatuh. Shin kaget dan langsung menghampiri Hyo-rin. “Apa kau
tak apa-apa? Apa kau terluka?” tanya Shin. Kapan kau datang? Kuharap
aku tak mengganggu waktumu, karena kau pasti sibuk sekali” Hyo-rin malah
balik bertanya.
“Dimana yang terasa sakit?” tanya Shin lagi. “Kemanapun
aku pergi, rasa sakit itu pasti terasa. Aku berlatih balet dengan keras
akhir-akhir ini. Mungkin kakiku tak sekuat biasanya” kata Hyo-rin. Shin
mencoba memegang kaki Hyo-rin. Hyo-rin meringis kesakitan karenanya.
“Itu sakit sekali…” keluh Hyo-rin. Saat Shin memegangi kaki Hyo-rin,
tanpa dia tahu, Chae-gyeong menyaksikan semua itu. Hatinya sakit, sangat
sakit. Yul yang juga ikut bersama Chae-gyeong tahu benar apa yang
dirasakan Chae-gyeong.
“Apa
kau membawanya?” tanya Hyo-rin saat melihat kotak berinisial HR yang
dibawa Shin. Shin menyerahkan kotak itu. “Aku baru saja kembali dari
sekolah balet untuk menandatangani surat dari sekolah baletku” kata
Hyo-rin. “Bagus sekali? Hyo-rin ah, apa kau pikir aku harus melakukan semua yang ada dalam pikiranku?” tanya Shin kemudian. Hyo-rin tersenyum.
“Apa kau baru menyadarinya sekarang? Aku
menghabiskan banyak waktu bersamamu, aku bisa lihat kau itu orang
seperti apa. Chae-gyeong tak punya kesempatan seperti itu, tapi itu
bukan berarti kalau cintaku lebih besar daripada cintanya. Kita mungkin
memiliki banyak kesamaan, tapi kau dan Chae-gyeong sama sekali berbeda.
Shin, kau harus benar-benar belajar memahami dirimu sendiri. Kau harus
tunjukkan pada Chae-gyeong tentang perasaanmu” nasehat Hyo-rin.
“Kita tak seharusnya pergi kesana” kata Yul dalam perjalanan pulang menuju kelas mereka. Akhir-akhir ini, setiap aku bertemu Shin, kami pasti akan adu mulut. Saat
dia melakukan hal menyebalkan padaku, aku ingin dia pergi jauh dariku.
Tapi saat dia pergi jauh, aku ingin bertemu dengannya...Akan sangat
menyenangkan kalau Shin bisa memahamiku” curhat Chae-gyeong.
Yul
berhenti melangkah dan berkata, “Jika Shin merasakan hal yang sama
denganmu, apa kau yakin kau akan merasa kalau hidupmu bahagia? Itu hanya
untuk orang-orang dewasa. Waktu itu pasti akan segera berakhir, tak
peduli betapa spesialnya waktu itu. Dan saat waktu itu berakhir, tak
akan ada lagi yang tersisa”. “Aku merasa tak yakin saat ini” kata
Chae-gyeong. chae-gyeong melangkah pergi mendahului Yul.
Sementara
itu di istana, Ibu Yul sedang menerima tamu. Ibu Chae-gyeong! “Seperti
yang kukatakan sebelumnya, kau tak bisa terus hidup dalam kegelapan”
kata Ibu Yul. “Itu benar! Asuransi ini akan melindungimu dari kegelapan!
Jika hari hujan, asuransi ini akan jadi seperti payung yang akan
menjagamu untuk tetap kering, dan akan ada dimanapun dan kapanpun kau
butuhkan” kata Ibu Chae-gyeong.
“Dan juga ada hadiah promosi istimewa. Aku memberikannya spesial untukmu, Yang Mulia Ratu Agung. Ini pasti sangat berguna. Ini
sangat istimewa, jadi akan memberikannya untuk pertama kalinya untuk
anda Yang Mulia. Lihatlah ini baik-baik” tambah Ibu Chae-gyeong. Ibu
Chae-gyeong memberitahu cara kerja hadiah itu, sebuah robot vacuum
cleaner. Ibu Yul merasa agak takut melihatnya, jadi dia minta Ibu
Chae-gyeong untuk menghentikan demonstrasinya.
“Aku tahu maksudmu dengan baik, alasan asuransi itu... Tapi
apa kau tak merasa kalau ada sesuatu yang buruk mengenai hal itu...?”
tanya Ibu Yul. “Sesuatu yang buruk?” Ibu Chae-gyeong balik bertanya.
“Hidup dalam kehidupan yang indah, dan saat kegelapan muncul, kita harus
belajar untuk mengatasi kegelapan itu dengan baik. Saat hujan turun,
kau hanya tinggal membiarkan hujan itu menghujanimu, bukankah itu yang
dinamakan kehidupan?” kata Ibu Yul. Ibu Chae-gyeong hanya terdiam.
Tiba-tiba Yul masuk ke dalam dan mengucapkan salamnya pada Ibu Chae-gyeong. Yul
bertanya apa yang sedang Ibu Chae-gyeong lakukan dengan Ibunya. “Aku
hanya ingin menunjukkan usaha polis asuransi milik ibumu. Kupikir Yang Mulia Ratu akan menyukainya, tapi aku rasa aku salah” keluh Ibu Chae-gyeong. “Aku masih seorang murid sekarang, jadi punya asuransi pasti akan berat untukku sekarang. Saat aku mendapatkan pekerjaan, aku pasti akan membeli asuransi darimu” hibur Yul. Ibunya hanya bisa melotot memandanginya.
Ibu
Chae-gyeong menemui suaminya di kantin istana. “Maksudku, omong kosong
macam apa itu! Bagaimana kau bisa terus berjalan dengan hujan yang
membuatmu basah kuyup, apa kau juga berpikir demikian?” keluh Ibu
Chae-gyeong. “Bukankah sudah kukatakan padamu, tak kan ada kesempatan
untuk mendekati wanita itu” kata Ayah Chae-gyeong.
“Aigo,
aku ingat saat aku merasa sakit melihatnya jadi seorang Putri Mahkota
sebelumnya!Dan sekarang dia membuatku merasa sakit sekali lagi! Lihat
saja apa aku akan menyerah akan hal ini! Aku akan treus menempel padanya
seperti permen karet dan membuatnya membeli polis asuransiku! Kau akan
lihat nanti!” kata Ibu Chae-gyeong.
“Oke! Mendekatlah sedikit lagi...” pinta Ayah Chae-gyeong. Ibu
Chae-gyeong merasa heran, tapi dia mendekat juga. “Aku mendengar apa
yang dikatakan oleh beberapa pelanggan. Mereka bilang kalau kita
memanfaatkan nama Chae-gyeong untuk melakukan pekerjaan kita” kata Ayah
Chae-gyeong dengan pelan-pelan pada istrinya. “Apa! Apa katamu… Siapa
yang berani mengatakan hal seperti itu! Bukankah itu hanya omong
kosong?!” seru Ibu Chae-gyeong sambil berdiri karena kesal. Suaminya
berusaha untuk menenangkannya.
“Kita
bekerja dengan berdiri sendiri memakai kaki kita. Dasar brengsek! Tak
peduli dengan siapa anak gadis kita menikah, orang-orang tak seharusnya
berkata seperti itu!” teriak Ibu Chae-gyeong. “Lupakan saja rumor bodoh
seperti itu. Jangan pergi ke istana untuk menjual asuransimu lagi. Jika
putri kecil kita mendengar rumor itu, dia pasti akan merasa sedih” bujuk
Ayah Chae-gyeong. “Jika aku tahu hal seperti ini akan terjadi, aku
takkan membiarkan dia menikah dan masuk ke dalam Istana. Aku merasa
bersalah pada Chae-gyeong kecilku. Dia pasti merasa sangat kesepian
hidup di dalam istana ini” kata Ibu Chae-gyeong kemudian.
Shin
menuju ke kamar Chae-gyeong dan membuka pintu kamar Chae-gyeong. kedua
dayang Chae-gyeong ada di belakang Shin dan senyum-senyum. “Yang Mulia
Pangeran. Yang Mulia Pangeran, apa anda mencari Yang Mulia Permaisuri?”
tanya mereka. Shin kaget dan jadi gugup dan kemudian menutup pintu kamar Chae-gyeong lagi. “Oh, tidak. Lakukan pekerjaanmu” perintah Shin. Saat Shin pergi, mereka berdua berkata, “Kurasa dia malu mengatakannya...”.
Chae-gyeong
ada di atas loteng tempat dulu Shin biasa termenung sendirian.
Chae-gyeong mengamati tempat itu dan kemudian merasa sedih dengan
peristiwa yang kemarin terjadi. Chae-gyeong berbaring dan air matanya
mengalir.
Hye-jeong
berjalan berdua dengan Kwak Sang-gung ke suatu tempat. Hye-jeong
meminta Kwak Sang-gung menunggu di tepi kolam saja. Ternyata Hye-jeong
menemui Raja! “Ku dengar akhir-akhir ini kau sering sekali bertemu dengan Yul. Dia punya pemikiran yang tajam dan anak yang cerdas. Dia seorang anak yang baik yang dengan mudah bisa beradaptasi dengan baik di Inggris. Yang Mulia Raja. Tolong bantulah Yul untuk mendapatkan posisinya kembali” pinta Hye-jeong.
“Ratu
Agung” kata Raja. “Sebagai seorang anak, dia terlahir untuk jadi
seorang Raja. Kenyataan itu tak bisa dihapus begitu saja dengan mengubah
takdirnya” tambah Hye-jeong. “Tentang itu, seseorang akan dipilih
dengan baik, siapa yang mampu untuk menjadi seorang Raja” kata Raja.
“Jika seperti itu, bukankah sudah jelas jawabannya?” tambah Hye-jeong.
“Mereka berdua masih sama-sama muda. Mereka masih perlu di latih lebih
banyak lagi. Bagaimana cara mereka mengatasi kesulitan, itu adalah hal
yang paling penting” tegas Raja.
“Yang
Mulia, garis yang tergambar harus jelas antara pelatihan dan cara
penyelesaiannya. Putra Mahkota yang sekarang, belum pernah menghadapi
cobaan atau latihan dalam takdirnya. Dia menderita karena konsekuensi
yang dia buat dari kesalahannya sendiri” kata Hye-jeong. Raja hanya bisa
diam sambil memandangi Hye-jeong.
Sementara
itu, Shin naik ke loteng yang ada di istana Myeong-seong. Loteng tempat
Raja dan Hye-jeong biasa bertemu di masa lalu. Shin mengamati buku-buku
yang ada di tempat itu. Kemudian dia mengambil sebuah buku. Sebuah
surat terselip dalam buku itu. Ada foto Ayahnya yang berduaan dengan
Hye-jeong. Tentu saja Shin kaget melihatnya. Lalu dia mulai membaca
surat yang ada didalamnya.
Isi surat itu:
“Cintaku, seseorang yang hanya bisa kulihat dari jauh. Kau bertanya padaku seberapa banyak aku mencintaimu...Cintaku padamu lebih dalam daripada apapun. Tak peduli betapapun tingginya hal itu, cintaku pasti akan bisa meraih ketinggian itu. Cintaku lebih berharga dari batu yang paling berharga...Cintaku lebih terang daripada berlian…Lebih bercahaya daripada seluruh semesta. Bibirmu
terasa seperti nyata dan pelukanmu seperti pijatan para dewa yang
begitu alami. Bagaimana aku bisa melupakannya? Kau, yang sekarang jatuh
ke pelukan yang lainnya. Aku hanya bisa melihatnya dengan kesedihanku”.
Shin shock membaca surat itu. Rasanya seakan dia tak percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya lewat surat itu.
Hye-jeong
kembali ke kediamannya bersama Kwak Sang-gung. Saat Hye-jeong hendak
masuk, Shin datang menghampirinya. Shin memberi hormat pada Hye-jeong. “Kenapa wajahmu begitu suram, Putra Mahkota. Apa kau bersenang-senang di pesta itu?” tanya Hye-jeong dengan ramah. “Ya, Yang Mulia. Yul sudah merencanakan banyak hal, Dan dia juga sudah melakukan banyak persiapan” jawab Shin dengan dingin.
“Tolong
jagalah Pangeran Yul. Sepertinya teman yang dia punya hanyalah Yang
Mulia Permaisuri. Mereka sering sekali bersama, hal ini membuatku
khawatir. Kuharap hal itu akan sama saat kau masih muda, Putra Mahkota
akan bersahabat baik dengan Yul” pinta Hye-jeong. “Selama Yang Mulia
berharap demikian, Permaisuri dan aku akan jadi sahabat Yul” jawab Shin.
Hye-jeong tersenyum mendengar hal itu tanpa mengerti apa yang ada di
pikiran Shin.
Raja
sedang berkumpul berempat bersama Hye-myeong, Yul dan juga asisten Yul.
Mereka sedang membicarakan tentang artefak kebudayaan. “Mengenai
artefak yang hilang di luar negeri, sudah ada banyak diskusi mengenai
hal itu. Hal itu sepertinya akan menuai banyak keuntungan daripada
kerugiannya. Lebih banyak didiskusikan, akan lebih banyak lagi perhatian
yang diberikan oleh masyarakat” kata Yul. Raja mengiyakan hal itu.
“Mengenai cara pengembalian artefak itu dari luar negeri, tanggung jawab itu harus kita lakukan dengan baik. Ada satu hal yang paling penting” kata Raja.
“Seperti saat Pangeran William datang berkunjung waktu itu, Memberikan
yang terbaik yang kita punya. Dan kita akan mendapatkan hasilnya” usul
Yul. “Ya tentu saja. Dan yang paling penting adalah yang terjadi dengan
kebudayaan klasik Yunani tentang Parthenon milik mereka yang ada di
museum Inggris. Inggris sebenarnya menolaknya saat pertama kali, tapi
pada akhirnya, mereka akan mengembalikannya. Sampai sekarang saja aku
masih belum bisa mempercayainya” sahut Hye-myeong.
“Itulah kenapa, kita harus berusaha lebih baik dari pada itu. Untuk kasus China dan Italia... Ini karena determinasi kedua pemerintahan negara itu. Mereka
sudah mengembalikan banyak sekali artefak pada negara kita” kata Raja.
“Mempersembahkannya pada negara kita dan dimasa depan, hal itu mungkin
akan jadi semakin sulit utuk mengembalikan semua artefak itu” lanjut
Yul. “Pengeran Yul
sudah merencanakan itu semua dengan baik. Rencananya dia akan melakukan
perjanjian saling menguntungkan dengan Perancis. Untuk Rencana
Perpustakaan Asing” lapor Asisten Yul.
Raja senang sekali mendengar hal itu. “Pangeran
Yul sudah berusaha dengan baik. Aku lega sekali mendengar hal itu” puji
Raja. Yul tersenyum mendengar pujian itu. Kemudian dia berpamitan pergi
pada Raja. Raja bilang agar Yul sering menemuinya untuk berdiskusi. Yul
mengiyakan permintaan Raja. Hye-myeong tersenyum penuh arti menatap
ayahnya.
Saat
Yul pergi bersama asistennya, Hye-myeong berkata pada Ayahnya. “Saat
menatap Yul, ekspresi ayah penuh dengan kebahagiaan. Sangat berbeda
sekali saat ayah menatap Shin” keluh Hye-myeong. “Mengenai pengembalian artefak itu, aku sudah lama membicarakannya dengan Putra Mahkota. Tapi
kau lihat sendiri apa yang dilakukan oleh Yul. Mereka berdua sama
sekali berbeda menghadapi masalah seperti itu. Bagaimana aku tak senang
melihat Yul?” jawab Raja. “Haruskah Shin jadi gugup karena hal ini?”
sindir Hye-myeong. Dia merasa ayahnya lebih sayang pada Yul daripada
Shin yang pada kenyataannya adalah putra kandung-nya sendiri.
Saat
berjalan pergi dari kediaman Raja, Yul bertemu dengan Ratu. Ratu
bertanya apa Yul baru saja dari kediaman Raja. yul membenarkan hal itu
dan berkata kalau dia baru saja membicarakan tentang pengembalian
artefak dengan Raja. Ratu menyuruh Park Sang-gung yang menemaninya untuk
pergi dulu. Ratu ingin bicara berdua dengan Yul. Ratu juga memuji
kemampuan mediasi yang dilakukan oleh Yul dalam upaya pengembalian
artefak milik kerajaan Korea yang berada di luar negeri. Yul tersenyum
mendengar pujian Ratu.
“Ku dengar kau berpartisipasi dalam pertemuan Jong Jin” kata Ratu. “Ya.
Aku selalu ingin menyampaikan salamku pada para tetua dan itu terjadi
di pertemuan Jong Jin. Karena itulah aku pergi” sahut Yul. “Pangeran
Yul. Kau itu orang kedua setelah Putra Mahkota. Secara langsung hal ini
akan mempengaruhi sebagian besar perhatian anggota dewan istana. Tolong
jangan lupakan hal itu” kata Ratu. Ratu hendak melangkah pergi, tapi
langkahnya terhenti oleh kata-kata Yul. “Yang Mulia Ratu, apa maksud
anda, kalau aku ingin merebut posisi Putra Mahkota dari Shin?” tebak
Yul.
“Pangeran Yul. Bagaimana kau bisa berkata seperti itu dengan mudah dan tanpa tanggungjawab?” seru Ratu. “Aku merasa kalau Yang Mulia Ratu sangat salah paham terhadapku. Itulah
kenapa aku berkata seperti itu” kata Yul. “Salah paham?” tanya Ratu.
“Aku hanya melaksanakan tugas yang harus kulaksanakan. Melakukan sesuatu
setelah berpikir dengan hati-hati” tambah Yul.
“Pangeran,
berpikirlah dengan lebih hati-hati dari sebelumnya dan berpikirlah
lebih dewasa lagi” nasehat Ratu. “Aku akan mengingat apa yang anda
ajarkan padaku Yang Mulia Ratu” jawab Yul dengan dingin. Terlihat
ekspresi Ratu yang berusaha menahan kekesalannya.
Shin
sedang duduk termenung sambil memeluk Alfred. Kasim Kong masuk dan
berkata kalau sekarang saatnya Putra Mahkota untuk belajar dalam
menghadapi interview yang akan berlangsung beberapa hari lagi. Tapi Shin
hanya diam. Kasim Kong menegur Shin sekali lagi. “Kasim Kong” panggil
Shin kemudian. “Ya, Yang Mulia” jawab Kasim Kong.
“Kau
bilang kalau Istana Myeong-seong itu adalah area kosong yang sama
sekali tak pernah digunakan, kan?” tanya Shin. “Ya Yang Muia” jawab
Kasim Kong dengan gugup dan kaget mendengar pertanyaan Shin. “Sejak
kapan tempat itu sama sekali tak pernah digunakan? Sejak 14 tahun
yang lalu. Maksudku, apa yang terjadi di masa lalu?” lanjut Shin. “Yang
Mulia. Ini saatnya untuk pelajaranmu. Yang Mulia Permaisuri menunggumu”
kata Kasim Kong mencoba mengalihkan pembicaraan. Shin menatap Kasim
Kong. Kasim Kong merasa agak ketakutan, jadi dia hanya menunduk. “Aku
mengerti. Ayo pergi” kata Shin kemudian.
Di
sekolah Chae-gyeong, Chae-gyeong bersama ketiga sahabatnya sedang
menerima pelajaran menjahit. “Kita sudah lama sekali tak membuat hal
seperti ini. Rasanya seperti jadi murid baru lagi” kata Chae-gyeong.
“Itu benar. Kau adalah seorang murid. Sepenuhnya seorang murid, tapi
sebagian lagi juga seorang Putri Mahkota” kata Kang-hyeon. “Apa kau tak
bisa bicara yang lainnya?” keluh Chae-gyeong. “Kau adalah seorang murid
di masa lalu. Tapi kau tak perlu jadi seorang Putri Mahkota di masa lalu
kan?” canda Kang-hyeon.
“Kang-hyeon
memnag temanku tapi…kau itu sangat pintar” kata Chae-gyeong. “Tapi
haruskah seperti ini?” tanya Hui-sung. “Tentu saja. Pertama kau harus
melakukan pemanasan. Kedua kau harus melakukan pemanasan” jawab
Chae-gyeong. “Bukan seperti itu. Pertama kau harus melahirkan seorang
anak laki-laki. Kedua, kau harus melahirkan seorang anak laki-laki.
Benar begitu kan?” timpal Sun-yeong. Yul yang juga duduk bersama mereka
merasa sedih mendengar hal itu.
“Bagaimana
mungkin seperti itu?” tanya Hui-sung. “Kau benar, pertama, tanyakan
dulu pada Putri Mahkota, bukankah menyenangkan melahirkan seorang anak
laki-laki yang lucu. Untuk meneruskan garis keturunan keluarga Raja”
nasehat Sun-yeong. ”Seorang bayi laki-laki yang lucu. Chae-gyeong akan
menangis. Berhentilah menggodanya” kata Kang-hyeon.
Sementara itu diluar, Shin bersama teman-teman sekelasnya sedang mencoba untuk menjadi seorang sutradara. Kang-in
yang menjadi kameramennya dan Jang-gyeong yang menjadi model videonya.
Tiba-tiba kamera yang dipegang Kang-in berbelok ke arah lain. Tentu saja
Shin marah. Kang-in bilang itu karena ada angsa yang menghampirinya.
Ternyata ketiga teman Chae-gyeong datang menghampiri mereka.
Shin
memarahi Kang-in yang tak fokus. Sedangkan Kang-in mengeluh, kenapa
Shin harus jadi seorang sutradara. Apa hal itu bisa terwujud? Bukankah
seharusnya Shin jadi seorang Raja saja. Shin tak menghiraukan kata-kata
Kang-in. Dia menyuruh Kang-in untuk fokus ke layar kamera saja. Kang-in
pun hanya bisa mengiyakan permintaan Shin. Mereka mulai syuting lagi.
Sementara itu Hyo-rin masih terus belajar balet dengan giat.
Sepulang
sekolah, Chae-gyeong berjalan bersama dengan ketiga temannya.
Chae-gyeong bilang pada teman-temannya kalau dia lapar. Lalu dia
mengajak teman-temannya makan ‘ttokboggi’ (kue yang dibuat dari tepung
beras dan dimakan dengan saus pedas).
Tapi
sayangnya sepertinya keinginan Chae-gyeong akan sulit terwujud. Para
pengawalnya sudah menhampirinya. Mereka bilang sudah saatnya Chae-gyeong
untuk kembali ke istana. Chae-gyeong mengeluh karenanya. Kang-hyeon
menyuruh Chae-gyeong untuk menuruti permintaan para pengawalnya. Dan
kemudian mengajak pergi yang lainnya.
Chae-gyeong tentu saja sedih melihat kepergiaan mereka. Chae-gyeong ingin menyusul mereka. Tapi tentu saja para pengawalnya tak mengijinkannya. Tapi
Chae-gyeong bilang dia hanya akan pergi sebentar saja. “Aku akan segera
kembali. Tujuh menit, ah tidak 3 menit. Tidak, 1 menit saja” pintanya.
Pengawalnya hanya bisa memandangi kepergian Chae-gyeong.
Chae-gyeong
makan ttokboggi dengan lahap. Dia senang sekali makan bersama
teman-temannya. Kemudian Chae-gyeong berseru agar bibi pemilik kedai
membawakan sepiring lagi untuknya. Kang-hyeon mengeluh kenapa
Chae-gyeong makan sebanyak itu. Apa perut Chae-gyeong sanggup menampung semua itu. Tanpa mereka berempat sadari, Shin masuk ke dalam kedai itu.
“Kau
tahu betapa aku sangat ingin memakannya? Jangan khawatirkan tentang
aku, mari kita makan yang banyak” kata Chae-gyeong sambil terus
menikmati makanan kegemarannya itu. “Berhentilah makan” pinta Sun-yeong.
“Hei. Orang-orang bilang, kau seharusnya tak mengganggu saat seekor
anjing sedang makan. Apa yang kalian lakukan?” keluh Chae-gyeong.
“Saat kau diwawancarai, wajahmu nanti akan berubah jadi sebesar bulan” kata Hui-seung. “Biasanya memang wajah kita akan terlihat dua kali lebih besar daripada di TV. Aku
sangat menginkan memakan semua ini dengan kalian. Mengeluh dengan
kalian. Makan bersama sampai merasa perutku seakan mau meledak. Aku tak
tahu kalau hal seperti ini sangat berharga untukku. Jadi, tolong jangan
menghentikanku kali ini” keluh Chae-gyeong.
“Baiklah.
Makan semua yang kau inginkan. Makan sampai perutmu kenyang tanpa
keluhan apapun sebelum kau kembali” kata Kang-hyeon. Kang-hyeon dengan
senang hati menyuapi Chae-gyeong. Chae-gyeong senang sekali karenanya.
Beberapa saat kemudian, semua makanan di depan mereka ludes. Chae-gyeong
mengeluh. Dia bilang dia merasa seakan kancing seragam sekolahnya hendak lepas. Perutnya
seakan mau meledak. Chae-gyeong menghentakkan kursinya kebelakang. Dia
minta maaf pada pelanggan yang duduk di belakangnya tanpa tahu kalau
Shin lah yang sedari tadi duduk di belakangnya.
Kang-hyeon
merasa seakan mengenali siapa yang duduk di belakang Chae-gyeong. hanya
saja, penglihatannya agak terganggu karena kacamatanya sedaritadi
dipakai oleh Chae-gyeong. Kang-hyeon mengambil kembali kacamatanya dari
Chae-gyeong. Dan sekarang dia bisa melihat dengan jelas siapa yang duduk
di belakang Chae-gyeong. Dengan buru-buru Kang-hyeon mengajak Hui-sung
dan Sun-yeong untuk segara pergi dari kedai itu. Chae-gyeong hanya bisa
memandangi kepergian mereka dengan bingung.
Shin
duduk di depan Chae-gyeong. Chae-gyeong pun jadi tahu alasan
teman-temannya tiba-tiba pergi meninggalkannya sendirian di kedai itu.
Shin bertanya apa itu enak. Chae-gyeong mengambil ttokboggi yang masih
tersisa dan ingin menyuapkannya pada Shin. Tapi Shin bilang, dia tak mau
makan makanan seperti itu.
Chae-gyeong berkata, mereka berdua memang sangat berbeda. Perbedaannya
terlalu banyak. Dan perbedaan itu sepertinya sama sekali tak bisa
dihindari. Seperti seseorang yang terlahir sebagai seorang Pangeran dan
seorang Pengemis. Seorang Pangeran mungkin terkadang bisa jadi seorang
pengemis, tapi tak bisa jadi seorang pangeran yang sesungguhnya.
“Apa
bedanya? Hal seperti ini sama sekali tak berarti” kata Shin. “Itu dia.
Mungkin masalahnya takkan pernah bisa diatasi” timpal Chae-gyeong. “Jika
mereka tak bisa mengatasi masalah itu, tinggal teruskan saja hidup
mereka” kata Shin. Tiba-tiba pengawal Shin melaporkan kalau para
reporter mengurung tempat itu dan meminta Shin agar segera pergi.
“Sejak
kita selalu berjalan dari Istana ke sekolah dengan tenang, aku tak
pernah mengira akan terjadi hal seperti ini” kata Shin. “Bagaimanapun
juga, kita takkan pernah mendapatkan ketenangan” keluh Chae-gyeong.
“Para Polisi akan membuka jalan. Tapi pasti akan ada tekanan dari banyak
orang. Sampai kita sampai di mobil, pegang tanganku dan larilah
bersamaku” kata Shin sambil mengulurkan tangannya pada Chae-gyeong.
Chae-gyeong
berkata dalam hati, “Seberapa lama lagi aku bisa terus menggenggam
tanganmu”. Mereka pun pergi meninggalkan kedai itu. Mereka terus
berusaha menerobos kerumunan wartawan, hingga akhirnya berhasil masuk ke
dalam mobil dan pulang ke Istana.
“Apa kau tak apa-apa? Apa ada yang sakit?” tanya Shin saat mereka ada di dalam mobil dalam perjalanan menuju ke Istana. Tapi Chae-gyeong hanya diam saja. Chae-gyeong
menatap terus ke arah jalan. “Apa kau ingin pulang ke rumah?” tanya
Shin. Chae-gyeong menunduk. Shin memerintahkan sopirnya untuk berbelok.
Menuju rumahChae-gyeong tentunya. Chae-gyeong menatap Shin dengan kaget.
Mereka
sampai di rumah Chae-gyeong. “Habiskanlah malammu disini. Aku yang akan
bertanggungjawab” kata Shin. “Apa tak apa-apa?” tanya Chae-gyeong
ragu-ragu. “Setelah semua ini, mungkin lain kali akan lebih sulit lagi”
kata Shin. “Shin-gun” panggil Chae-gyeong. “Dan juga rahasiakan ini dari para tetua” lanjut Shin. Chae-gyeong mengangguk dan tersenyum. Shin juga tersenyum. Chae-gyeong masuk ke dalam rumahnya dan Shin kembali ke mobilnya.
Chae-gyeong
berteriak memanggil Ayahnya. Ayahnya dan adiknya senang sekali melihat
kepulangan Chae-gyeong. Ibunya sangat terkejut melihat kepulangan
Chae-gyeong. Tapi
dia juga bahagia melihat putrinya pulang ke rumah. Ibu Chae-gyeong
langsung memeluk putrinya itu. Chae-gyeong bilang dia kangen pada
semuanya, itulah kenapa kemudian dia ingin pulang ke rumah. Ibu Chae-gyeong bertanya apa Chae-gyeong tak apa-apa pulang ke rumah. Chae-gyeong menenangkan keluarganya dan bilang kalau Shin lah yang sudah mengijinkannya untuk pulang ke rumah.
Mereka makan malam bersama. Chae-gyeong
makan masakan rumah favoritnya sepuasnya. Ibunya hanya bisa
memandanginya. Ibu Chae-gyeong meminta Chae-gyeong agar makan
pelan-pelan. Chae-gyeong bilang, dia senang sekali sudah dibelikan mobil
oleh ibunya. Dia terus memakai mobil itu kalau rindu dengan ibunya. Ayahnya
tak mau kalah dan bertanya apa Chae-gyeong juga memikirkan dan
merindukan ayahnya. Adiknya juga tak mau kalah. Dia juga ingin terus
dipikirkan oleh Chae-gyeong. Chae-gyeong melerai mereka dan berkata,
kalau dia akan terus memikirkan Ayah, Ibu dan juga adiknya. Karena dia
sangat menyayangi mereka.
Malam
harinya, Chae-gyeong tidur berempat bersama Ayah, Ibu dan adiknya.
Chae-gyeong tidur dengan manja di perut ibunya. Ayahnya terus membelai
rambut Chae-gyeong dengan penuh kasih sayang sedangkan Chae-jun menempel
terus di belakang kakaknya.
Tiba-tiba
ibunya bangkit dari tempat tidurnya dan berkata kalau Chae-gyeong harus
kembali ke istana. Bukannya ibunya tak nerindukannya, hanya saja,
sekarang ini Chae-gyeong sudah menjadi bagian dari keluarga istana dan
harus melakukan semua peraturan yang ada di istana. Chae-gyeong
sekarangi ini adalah seorang Permaisur. Jika Chae-gyeong keluar istana
dan tinggal di rumahnya tanpa ijin dari Ratu, pasti akan timbul masalah.
Akhirnya
Chae-gyeong dipaksa harus pulang kembali ke istana. Dengan perasaan
sedih Chae-gyeong pulang dengan naik taksi dan ayahnya terus saja
memanggil-manggil namanya. Ibunya juga sedih. Tapi dia pikir itu yang
terbaik untuk putrinya yang sekarang ini bukan hanya putrinya, tapi juga
seorang Permaisuri di Istana.
Chae-gyeong
sampai di istana. Park Sang-gung dan Choi Sang-gung menunggu berdua di
depan kediamannya. Choi Sang-gung bilang kalau Ratu sedang menunggu
Chae-gyeong. Chae-gyeong terkejut dan juga takut mendengarnya. Choi
Sang-gung bilang, sepertinya Ratu tahu kalau Chae-gyeong pulang ke
rumahnya. Park Sang-gung menambahkan. Seharian tadi Ratu mencari-cari
Chae-gyeong, tapi Chae-gyeong tak ada dimana-mana dan Ratu jadi sangat
marah sekarang. Dan karena Chae-gyeong naik taksi dan hal itu diketahui para penjaga, maka penjaga itu pun melapor pada Ratu. Chae-gyeong
ketakutan dan memandangi Choi Sang-gung. Choi Sang-gung merasa kasihan
pada Chae-gyeong. Tapi dia juga tak tahu harus bagaimana.
Ratu
memarahi Chae-gyeong habis-habisan. Sejak Chae-gyeong menjadi seorang
Permaisuri, Chae-gyeong harus melupakan keluarganya. Bagaimana bisa
Chae-gyeongterus berpikir untuk kembali ke rumahnya saat ada waktu
luang. Sebagai tambahannya, Chae-gyeong juga sudah melanggar peraturan
istana dengan tidak langsung melapor saat dia pulang ke istana. Kenapa seorang Permaisuri selalu ingin melanggar peraturan istana.
Chae-gyeong
hanya bisa menunduk dan meminta maaf. Choi Sang-gung mencoba membela
Chae-gyeong. Choi Sang-gung bilang, Chae-gyeong tak bermaksud melanggar
peraturan seperti itu. Karena Shin sudah mengijinkannya pulang, maka
Chae-gyeong pun pulang ke rumah untuk mengunjungi keluarganya. Ratu tak
mau tahu. Dia
hanya bertanya bagaimana caranya agar Chae-gyeong tidak melanggar
peraturan yang ada di istana. Kapan Chae-gyeong bisa mengikuti semua
peraturan yang ada di istana. Ratu sangat kecewa melihat kelakuan
Chae-gyeong.
Chae-gyeong
hanya bisa meminta maaf. Ratu berkata, jika hal seperti ini terjadi
lagi, maka Ratu takkan segan-segan untuk menghukum Chae-gyeong. Ratu
bilang, dia juga akan menambah jumlah pengawal yang akan terus mengawasi
Chae-gyeong. Ratu mengijinkan Chae-gyeong ke kediamannya, tapi Ratu
meminta Choi Sang-gung untuk tetap tinggal.
Chae-gyeong
keluar dari kediaman Ratu dengan sedih. Shin ada di luar sedang duduk
sambil terus memandangi Chae-gyeong yang sama sekali tak mau bicara
sepatah katapun padanya. Shin memandang dengan sedih kepergian
Chae-gyeong.
Shin
memberitahu ibunya kalau dialah yang sudah mengijinkan Chae-gyeong
untuk pulang ke rumahnya. Ratu bilang, sekarang ini bukan saatnya untuk
membicarakan tentang Permaisuri. Harusnya Shin membantu Chae-gyeong
untuk mentaati peraturan istana dan bukannya membantu Chae-gyeong untuk
melanggar peraturan istana. Ratu benar-benar tak habis pikir apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Shin.
Shin
bilang, apa yang dilakukannya bukanlah untuk membantu Chae-gyeong. Dia
hanya ingin agar Chae-gyeong bisa ’bernafas’. Ratu terkejut mendengar
kata-kata Shin. Ratu bertanya apa maksud kata-kata Shin itu. “Dia adalah
orang yang bebas dan paling ceria diantara semua orang yang ku kenal.
Orang seperti itu hidup di dalam istana dengan peraturan yang begitu
ketat. Aku merasa kalau dia begitu menderita. Aku hanya berharap kalau
ibu lebih peduli lagi padanya” ungkap Shin.
“Tapi
itu, yang paling penting adalah bagaimana caranya agar Bi-gung
mengatasi semua itu. Sekali dia kembali ke keluarganya, akan lebih sulit
lagi baginya untuk hidup di dalam istana. Apa kau sama sekali tak
mengerti akan hal itu” kata Ratu.
Shin
menghampiri Chae-gyeong yang sedang berdiri termenung di depan
kediamannya. “Dasar gadis bodoh. Kenapa kau tak bisa melakukan hal
seperti itu dengan baik. Jika kau tak berani kembali sendirian, kau bisa
meneleponku dan semuanya akan baik-baik saja. Sekarang ibuku tahu
semuanya dan mengasihaniku” kata Shin. Maksudnya agar Chae-gyeong
tertawa mendengar Ratu yang mengasihani Shin, bukannya memarahi Shin.
Tapi Chae-gyeong sama sekali tak mempedulikan hal itu. “Apa kau berkata
seperti itu agar aku merasa nyaman? Saat situasi seperti ini, tak
bisakah kau membuatku merasa nyaman?” ujar Chae-gyeong.
“Aku
tak tahu bagaimana caranya. Dan juga, membuatmu nyaman takkan bisa
mengatasi masalah” kata Shin. “Orang-orang biasanya saling membuat
perasaan orang terdekatnya menjadi nyaman. Meskipun tak bisa mengatasi
masalah, tapi hal itu bisa membuat perasaanku jadi lebih baik” timpal
Chae-gyeong dengan lantang. “Hei, haruskah kau berteriak sekuat itu?”
tanya Shin.
“Hanya
dengan bilang, ‘Chae-gyeong apa kau tak apa-apa?’ hanya dengan kalimat
singkat seperti itu. Terkadang aku juga ingin merasa mendapatkan
kenyamanan dari Shin-gun. Tapi, sepertinya, kenyamanan itu aku dapat
dari orang lain” kata Chae-gyeong. “Jangan bilang padaku…Apa kau
dapatkan itu dari Yul?” tanya Shin. Chae-gyeong tersenyum sinis dan
beranjak pergi. “Apa yang bisa membuatmu membandingkannya denganku?”
seru Shin sambil memegangi tangan Chae-gyeong.
“Lepaskan
aku” kata Chae-gyeong. “Katakan padaku. Setidaknya aku ingin tahu
alasannya” kata Shin. “Setidaknya Yul-gun selalu memperhatikan pikiran
dan perasaan orang lain” jawab Chae-gyeong. “Jadi itu alasan kenapa kau
selalu lari padanya saat kau punya masalah? Agar Yul bisa membuatmu
nyaman. Benar begitu?” tanya Shin. “Lupakan saja” kata Chae-gyeonmg,
berusaha untuk pergi meninggalkan Shin.
Shin
memegangi tangan Chae-gyeong dan berkata kalau dia belum selesai
bicara. Chae-gyeong bilang dia masih penasaran bagaimana bisa Shin
menyakiti orang lain dengan begitu mudah. Chae-gyeong beranjak pergi.
Shin bertanya Chae-gyeong ingin pergi ke mana. Chae-gyeong bilang dia
hanya ingin mencari udara segar.
Chae-gyeong keluar istana dengan naik mobil pemberian ibunya sambil menangis. Yul baru saja kembali dari luar istana dan melihat kepergian mobil Chae-gyeong. Yul
langsung memutar mobilnya untuk mengikuti Chae-gyeong. Chae-gyeong
terus saja menangis sepanjang perjalanan. Sampai akhinya dia berhenti di
pinggir Sungai Han.
Yul turun dari mobilnya yang ada di belakang mobil Chae-gyeong dan mengetuk kaca mobil Chae-gyeong. Mereka duduk berdua di dalam mobil Chae-gyeong. Chae-gyeong
berkata kalau dia selalu saja membuat masalah untuk Yul. Yul bertanya
apa Chae-gyeong menangis karena Shin lagi. Yul bilang, tiap kali dia
melihat Chae-gyeong sedih, dia ikut sedih karenanya.
Chae-gyeong
bilang dia sudah lelah dengan semua yang sudah terjadi padanya. Tak ada
sesuatu yang bisa dia lakukan lagi. Chae-gyeong senang karena Yul
selalu bisa meminjamkan bahunya untuk membuatnya merasa nyaman.
Tiba-tiba Yul berkata agar Chae-gyeong pergi dari istana dan pergi ke tempat yang diinginkan oleh Chae-gyeong. Chae-gyeong
tak mengerti apa maksud Yul. Yul bilang, tak peduli seberapa banyak
Chae-gyeong menyukai Shin, Shin takkan bisa membuat Chae-gyeong merasa
nyaman. Dan pada akhirnya hanya rasa sakit yang Chae-gyeong dapatkan.
Itulah kenapa, sebelum semua itu terjadi, lebih baik kalau Chae-gyeong
pergi sekarang. Yul mencoba meraba pipi Chae-gyeong untuk menghapus
airmata Chae-gyeong. tapi Chae-gyeong merasa tak nyaman dengan hal itu,
jadi dia pun keluar dari mobil. Yul juga ikut keluar.
“Ini terlalu membingungkan” kata Chae-gyeong. “Hatimu yang akan membebaskanmu dari kebingungan itu” kata Yul. Chae-gyeong
terus berjalan dan Yul mengikuti di belakangnya. Lalu beberapa saat
kemudian Chae-gyeong kembali lagi menuju mobilnya. Tapi dia sangat kaget
dan berteriak saat dia tak melihat mobilnya yang tadi ada di depan
mobil Yul.
Seorang
polisi datang ke istana untuk mengetahui secara detail lagi tentang
mobil Chae-gyeong yang hilang. Polisi itu bilang, dia akan membantu
Chae-gyeong untuk menemukan mobilnya. Polisi itu berpamitan pergi. Hanya
tinggal Chae-gyeong dan Shin. “Mobil yang ada bersama dengan mobilmu
waktu itu adalah mobil Yul kan?” tanya Shin dengan sinis. Chae-gyeong
hanya terdiam. “Jadi sekarang perasaanmu sudah menjadi nyaman lagi.
Jangan lupa untuk berpikir bijaksana. Seorang sepupu berkencan di tengah
malam…Hal itu pasti akan membuat orang lain salah paham” sindir Shin.
Shin tertawa dengan sinis dan pergi meninggalkan Chae-gyeong yang
termenung sendirian menyadari kesalahan apa yang baru saja dilakukannya.