Minggu, 30 Desember 2012

Princess Hours Episode 13

Chae-gyoeng ada di beranda kamarnya sambil termenung memandangi pemandangan indah di depannya. Chae-gyeong menghela nafas. Tiba-tiba, salah satu dayangnya menegurnya. Ada seseorang yang datang. Chae-gyeong berbalik dan melihat Sang-gung Ibu Suri sudah ada di belakangnya. Sang-gung Ibu Suri bilang, kalau Ibu Suri ingin Chae-gyeong datang ke kamarnya.

Chae-gyeong langsung melangkah menuju kamar Ibu Suri dan kaget saat melihat Shin masih bersama Ibu Suri. Chae-gyeong masih merasa kesal dengan Shin. Ibu Suri senang sekali melihat kedatangan Chae-gyeong. Chae-gyoeng duduk di depan Shin.

Ibu Suri berkata, kalau dia merasa segar setelah berada di tempat ini. Ibu Suri menanyakan bagaimana dengan Chae-gyeong. Chae-gyeong bilang dia juga merasakan hal yang sama. Ibu Suri mengusulkan, bagaimana kalau mereka keluar jalan-jalan tanpa di kenali orang dan menghirup udara segar bersama-sama. Ibu Suri bilang, Shin juga sudah meminjam mobil pada seseorang yang di kenalnya.

Tapi Chae-gyeong bilang, dia takut dengan hukum istana yang tak memperbolehkan hal ini. Ibu Suri dan Shin memandangi Chae-gyeong. “Siapa yang peduli dengan hukum istana dalam situasi seperti ini. Sepertinya Choi Sang-gung mendidiknya dengan baik karena Putri sangat peduli dengan hukum istana” kata Ibu Suri sambil tertawa.

“Sepertinya melanggar hukum itu adalah sesuatu yang menarik. Untuk orang-orang yang belum pernah melakukannya, mereka pasti takkan pernah tahu bagaimana rasanya” tambah Ibu Suri. Chae-gyeong tersenyum mendengarnya. “Jadi, apa yang sudah nenek lakukan sebelumnya?” tanya Shin. “Ssssst…Jangan tanyakan itu. Diam saja dan ayo kita pergi” jawab Ibu Suri sambil tersipu-sipu malu dan tertawa dengan ceria.

Mereka naik mobil menuju ke pantai sambil bernyanyi dengan gembira. Mereka menyamar dengan dandanan ala kadarnya. Shin tersenyum melihat keceriaan nenek dan istrinya.

Chae-gyeong bilang, Ibu Suri menyanyi kurang bagus. Jadi Ibu Suri minta Chae-gyeong untuk memberikan contoh bagaimana cara menyanyi yang bagus. Tapi saat Chae-gyeong selesai menyanyi, Ibu Suri berkomentar, Chae-gyeong juga tak bisa menyanyi dengan bagus! Ibu Suri mendesah dan Shin tertawa mendengarnya.

“Saat seperti ini, akan lebih baik jika cucu laki-lakiku melakukan sesuatu untukku” keluh Ibu Suri. “Cucu laki-laki?” tanya Chae-gyeong sambil memandangi Shin dan Ibu Suri secara bergantian. “Beberapa waktu yang lalu, di depanku, dia menari dan berputar-putar. Dia sangat lucu sekali. Itu adalah hari terindah dalam hidupku” kata Ibu Suri sambil tersenyum memandangi Shin. Shin malu mendengarnya.

Shin keluar dari mobil dan mulai menghibur neneknya dengan bernyanyi. Tapi Ibu Suri protes. Tubuh Shin sama sekali tak bergerak. Saat Shin masih kecil, dia terus bergerak kesana kemari dan Ibu Suri suka itu. Shin malu melakukannya. Tapi Ibu Suri jadi tak bersemangat. Akhirnya Shin menyanyi sambil bergerak. Ibu Suri dan Chae-gyeong tertawa terpingkal-pingkal melihat aksi Shin. Shin berhenti menyanyi, dia malu dan bilang dia tak bisa melakukan seperti ini. Ibu Suri agak kecewa. Tapi kemudian Chae-gyeong bilang, dia akan menyanyi dan menari bersama Shin.

Mereka mulai bernyanyi dan menari. Ibu Suri bertepuk tangan untuk mereka. Lalu Shin dan Chae-gyeong mengajak Ibu Suri bernyanyu dan menari bersama mereka. mereka bersenang-senang bertiga. Ibu Suri yang kelelahan kemudian tertidur di mobil. Shin mengajak Chae-gyeong pergi tak jauh dari mobil mereka. Mereka duduk ngobrol berdua.

Chae-gyeong bercerita tentang kunjungannya ke museum. Dia bercerita kalau dia melihat teman-teman Alfred yang ada banyak sekali di museum itu. Chae-gyeong bilang, dia penasaran kenapa Alfred sangat berarti untuk Shin. Tapi Chae-gyeong tak mau memaksa Shin untuk cerita.

Shin bercerita, saat dia berusia 5 tahun, Raja yang terpilih (Suami Ibu Suri)memberikan Alfred untuknya. Raja itu berkata kalau Ratu Elizabeth yang memberikan Alfred padanya untuk cucunya. Shin tak yakin itu benar atau tidak. Chae-gyeong bilang itu pasti benar. Shin bilang, dia tak peduli itu benar atau tidak, tapi Alfred sangat berarti untuknya. Dia baru berusia 5 tahun saat Ayah Yul meninggal, Shin dan keluarganya harus pindah dari rumah pribadi ke Istana. Saat itu, Shin jadi Cucu Mahkota.

“Kakek merasakan ketakutan yang ku alami dalam istana. Itulah sebabnya dia datang dan memberikan Alfred padaku dan menceritakan hal itu. Kakek bilang, ‘Shin, boneka beruang ini akan jadi teman baikmu’. Sejak itulah Alfred jadi bagian dari diriku. Kapanpun aku bicara tentang semuanya pada Alfred, aku merasa lebih baik. Karena Alfred lebih mengenalku dari pada diriku sendiri” cerita Shin.

Chae-gyeong berkata dalam hati, “Dia pasti benar-benar kesepian. Sepertinya, hanya Alfred satu-satunya temannya”. “Maafkan aku” kata Shin tiba-tiba. Chae-gyeong kaget mendengarnya. “Bagiku, tak ada hal macam itu yang bisa kujadikan sebagai rahasia. Seluruh dunia tahu tentang rahasiaku. Itu sepertinya tak berarti apa-apa. Tapi ku harap ada sesuatu yang hanya aku saja yang tahu”.

“Ngomong-ngomong, apa rahasia itu juga termasuk Hyo-rin? Kau tak pernah mau mengatakan hal itu padaku” sindir Chae-gyeong. Shin hanya bisa menunduk. “Lalu bagaimana dengan yang ini, apa kau benar-benar akan berhenti jadi seorang pangeran?” tambah Chae-gyeong. Shin memandangi istrinya dan tersenyum. “Aku tak bodoh untuk bercanda seperti itu” kata Shin.

“Jangan berhenti. Kupikir, hanya kau yang pantas menjadi seorang pangeran daripada yang lainnya. Sangat menarik sekali melihatmu tersenyum pada orang-orang hingga parade usai. Aku pikir, kau harus seperti itu untuk jadi seorang pangeran” kata Chae-gyeong. “Semua orang bisa melakukan hal itu” timpal Shin. “Dan juga setelah 2 atau 3 tahun, kita akan jadi teman dekat. Dan meskipun kita tak berhubungan lagi, saat kau masih jadi seorang pangeran, aku masih bisa melihatmu melalui TV” ungkap Chae-gyeong.

“Apa kau itu tak punya hati. Setelah kau berpisah denganku, kau pasti akan berhenti untuk tahu kabarku walaupun hanya melalui TV. Tapi coba tebak, aku takkan membiarkanmu melakukan hal itu” sangkal Shin. “Lalu bagaimana denganmu? Apa kau berencana melalui hidupmu tanpa memberi kabar?” tanya Chae-gyeong dengan cemas. “Apa? Dengan hal itu, aku akan punya reputasi buruk karena jadi seorang pangeran yang bercerai dan orang-orang akan meninggalkanku. Jadi kau satu-satunya yang ada untukku” jawab Shin. Chae-gyeong tersenyum malu-malu mendengarnya. “Ini membosankan. Jika aku berhenti jadi Pangeran, aku tak punya apapun yang bisa kulakukan” lanjut Shin.   

Mereka hendak meninggalkan pantai. Tapi mobil mereka mogok. Shin bilang mereka harus menghubungi seseorang. Ibu Suri bilang, bagaimana kalau mereka coba memperbaiki sendiri terlebih dahulu. Tapi kahirnya mereka meminta bantuan seseorang untuk memanggil mobil derek. Mereka akhirnya kembali ke hotel dengan mobil derek. Sepanjang perjalanan Shin dan Chae-gyeong bertengkar. Chae-gyeong menyalahkan Shin karena tidak meminjam mobil yang bagus. Dan Shin tak terima disalahkan begitu saja. Ibu Suri hanya bisa diam mendengar pertengkaran itu.

Sang-gung dan para dayang mencemaskan mereka. Ibu Suri bilang mereka tidak apa-apa dan meminta dayang dan Sang-gung agar tak membiarkan berita ini tersebar ke orang lain. Mereka mengerti akan hal itu. Ternyata Yul juga ada disitu dan memperhatikan mereka.

Chae-gyeong dan Shin kembali ke sekolah. Yul juga ke sekolah dengan statusnya sebagai seorang pangeran. Chae-gyeong tersenyum melihat Yul. Shin memandangi mereka dengan tatapan iri.

Hyo-rin ada di ruang balet. Saat dia hendak keluar, teman-temannya menabraknya tanpa merasa bersalah. Sekarang teman-temannya tak ada yang respek padanya. Itu karena berita yang tersebar bahwa Hyo-rin ingin merebut posisi milik Chae-gyeong. Mereka semua malah sibuk membicarakan tentang kejelekan Hyo-rin yang malah dibilang kalau Hyo-rin menang di Thailand karena dia menyogok jurinya. Hyo-rin menyetel musik dan berlatih sendirian. Tapi kemudian salah seorang temannya datang dan mengambil CD musik yang ternyata milik temannya itu.

Chae-gyeong usil sendiri di kamarnya. Kemudian dia jalan keluar dan melihat Shin ada di ruangan ayahnya. Chae-gyeong menghampiri Shin. Kasim Kong bilang, Shin sedang mengerjakan tugas ayahnya. Chae-gyeong bilang dia ingin bertanya sesuatu pada Shin, tapi itu tak penting jadi dia permisi pergi. Shin menahan kepegian Chae-gyeong dan meminta Kasim Kong pergi sebentar.

Chae-gyeong langsung duduk dengan gembira di sebelah Shin. Dia mulai usil dengan mengambil peralatan yang ada di depan Shin. Lalu Chae-gyeong mengambil stempel kerajaan dan memukulkannya sendiri ke kepalanya. Tentu saja dia kesakitan karenanya. Shin tersenyum simpul melihatnya. Chae-gyeong bilang, itu pasti cocok untuk memecah kacang kenari. Shin merebut stempel itu dan meletakkannya di depannya lagi.

“Kau, waktu itu, saat kita ada di Pulau Jeju, kenapa kau terlihat begitu marah? Apa karena kau merasa bersalah padaku? Kau tak pernah merasa kalau kau salah kan? Karena kau tak tahu apa yang harus dilakukan. Itulah kenapa kau marah, kan?” tanya Chae-gyeong. “Jika kau kesini hanya untuk bicara omong kosong seperti itu, pergilah dan jangan ganggu aku” jawab Shin. “Tentang surat Hyo-rin, kau masih belum bicara apapun padaku.” Lanjut Chae-gyeong.

Shin sama sekali tak menjawab pertanyaan Chae-gyeong. Jadi Chae-gyeong beranjak pergi dari situ. “Jangan sedih karena surat-surat itu” kata Shin. “Jika bukan aku, apa benar kau jadi bosan?” tanya Chae-gyeong lagi. “Semua akan terasa kosong” jawab Shin. Chae-gyeong kaget dan senang sekali mendengar hal itu. Lalu kemudian pergi meninggalkan Shin. Shin tersenyum melihat kelakuan Chae-gyeong.

Hye-jeong di kediamannya sedang mengamati foto-foto Shin dan Hyo-rin di Thailand. Yul masuk ke dalam dan ibunya langsung meletakkan foto-foto itu. Yul bertanya apa ibunya memanggilnya. Hye-jeong membenarkan hal itu. “Kau adalah Pangeran kedua yang akan diangkat sebagai Raja setelah Putra Mahkota. Saat Putra Mahkota tak ada untuk menempati posisi itu, kau adalah orang yang akan menempati posisi itu untuk menempati posisi kosong itu. Jadi kenapa kau harus keluar dari istana tanpa membuktikan sesuatu? Apa yang kau pikirkan? Kau tahu alasan kenapa aku berheti memakai gaun modern yang indah dan memakai baju adat ini? Ini seperti berburu harimau yang mengaum dan terus saja mengaum. Kita sekarang ada dalam situasi yang sama. Kau adalah orang yang akan jadi Raja di masa mendatang. Jangan lakukan hal bodoh dan merusak semuanya lagi! Apa kau mengerti?” tegas Ibunya. Yul hanya diam dan mengiyakan perkataan ibunya.

Ibu Suri masih bingung karena Hye-jeong belum memiliki tempat tinggal yang bagus. Tapi dia tak bisa menghentikan Hye-jeong yang ingin menempati istana yang rusak yang dulu di tempatinya bersama mendiang suaminya. Itulah gaya Hye-jeong yang selalu bisa menerima apa adanya.

Seo Sang-gung ikut bicara. Seo Sang-gung mengingatkan Ibu Suri bahwa setelah upacara Chu Jeon, bukankah seharusnya Hye-jeong di panggil Ratu Hye-jeong. Ibu Suri tertawa dan berkata dia lupa hal itu. Ratu yang ada di antara mereka terlihat hanya diam saja. “Ratu, kau pasti sangat tidak bahagia setrelah upacara Chu Jeon” kata Ibu Suri.

Ratu menyangkalnya. Tapi Ibu Suri tahu bukan itu yang dirasakan Ratu. Chu Jeon bukan untuk Hye-jeong atau Yul. Itu adalah hadiah dari seorang Ibu untuk anaknya yang telah pergi mendahuluinya. Ibu Suri berharap Ratu mengerti hal itu dengan pandangan terbuka. Ratu meminta maaf akan hal itu.

“Selama 14 tahun Hye-jeong telah hidup dalam kesepian di Inggris. Meskipun kau merasa tak nyaman, tolong cobalah tunjukkan padanya kalau kau juga menyayanginya” kata Ibu Suri. Ratu mengiyakan pernyataan Ibu Suri.    

Ibu dan Ayah Chae-gyeong sedang sibuk menata barang-barang di rumahnya. Chae-jun mengeluh karena dia tak boleh ikut pergi bersama kedua orangtuanya. “Shin Chae-jun, apa kau pikir ibu ingin senang-senang di istana” tegur ibunya. Ayahnya bilang mereka akan berbisnis dengan orang-orang yang ada di dalam istana.

Ayah dan Ibu Chae-gyeong ke istana dan menemui Ibu Suri juga Ratu untuk memasarkan produk asuransi, yaitu barang-barang yang berhubungan dengan kesehatan. Ratu terlihat tak suka. Tapi Ibu Suri menyukai mereka. Mereka bilang, mereka juga khawatir mendengar keadaan Raja dan bilang, bagaimana kalau barang-barang kesehatan itu untuk hadiah bagi keluarga kerajaan dari mereka. ratu menolak dengan halus. Tapi kedua orangtua Chae-gyeong memaksa memberikan barang-barang itu. Ibu Chae-gyeong bilang barang-barang itu memang seperti barang yang tak berarti, tapi sebenarnya punya banyak manfaat.

Ratu tertawa juga melihat kelakuan ayah Chae-gyeong yang konyol saat memperagakan fungsi dari alat-alat itu. Saat sedang sibuk mempromosikan agar para anggota keluarga kerajan yang lain juga ikut asuransi, HP Ibu Chae-gyeong berdering. Tak berapa lama kemudian, HP yang lainnya ikut berbunyi. Ibu Chae-gyeong benar-benar sibuk dengan pekerjaannya.

Ayah Chae-gyeong bilang, istrinya memang sangat sibuk. Ratu bertanya bagaimana dengan Ayah Chae-gyeong, apa sudah dapat pekerjaan atau belum. Ayah Chae-gyeong bilang dia belum mendapat pekerjaan yang baru. Tapi dia sekarang bekerja sebagai “Bapak Rumah Tangga”! Ratu tersenyum mendengar cerita Ayah Chae-gyeong.

Ibu Suri berkata, melihat keluarga Chae-gyeong yang hidup penuh dengan cinta, membuatnya merasa begitu senang. Ratu ikut mengiyakan perkataan Ibu Suri. Kemudian ayah Chae-gyeong bertanya dimana Chae-gyeong sekarang ini. Ratu memerintah Park Sang-gung untuk mencari tahu keberadaan Putri Mahkota. Park Sang-gung berkata, kalau sekarang Bi-gung Mama sedang belajar di aula barat bersama Choi Sang-gung.

Ratu bilang agar Park Sang-gung kesana dan berkata agar Putri berhenti belajar dulu karena orangtuanya datang berkunjung. Tapi ibu Chae-gyeong mencegah Ratu melakukan hal itu. Sebaiknya biarkan saja Chae-gyeong belajar. Ibu Chae-gyeong bilang, mereka akan segera pamitan pergi karena ada begitu banyak pelanggan yang sedang menunggu mereka. sebenarnya Ayah Chae-gyeong tak mau pergi. Dia ingin bertemu Chae-gyeong karena dia sangat merindukannya. Mereka pamitan pergi. Ibu Suri masih ayik bermain-main dengan barang yang dibawa oleh orangtua Chae-gyeong.

Chae-gyeong sedang belajar, tapi dia mengendap-endap keluar saat mendengar Choi Sang-gung yang sedang bicara bersama Sang-gung dari istana Hye-jeong dan juga kedua dayang Chae-gyeong.

Choi Sang-gung menegaskan, kalau sekarang ini Bi-gung Mama sedang sibuk belajar, jadi jangan mengganggunya. Sang-gung Hye-jeong tak terima dan berkata kalau sekarang ini Hye-jeong meminta Chae-gyeong untuk datang ke kediamannya. Choi Sang-gung juga masih ngotot agar pelajaran Chae-gyeong tak terganggu.

Sang-gung Hye-jeong berkata dengan sok kalau dia diperintah langsung oleh Hye-jeong dan beraninya Choi Sang-gung membantah perintah itu. Dia akan bilang pada Hye-jeong kalau Choi Sang-gung berani membantah perintah Ratu Agung Hye-jeong! Choi Sang-gung menegaskan sekali lagi, “Ini semua adalah perintah Ratu yang mengharuskan Chae-gyeong untuk belajar. Jadi lebih baik kau segera pergi”. “Aku heran kau berani menentang perintah Ratu agung yang rankingnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Ratu” kata Sang-gung Hye-jeong.

“Apa, apa yang kau bilang sekarang? Bagaimana kau bisa berkata tanpa ada sopan santun seperti itu disini!” teriak Choi Sang-gung. “Ratu agung yang memerintahkanku. Jadi aku tak perlu bersopan santun padamu karena aku melayani orang yang rankingnya lebih tinggi. Dan kau tak bisa memanggilku dengan namaku saja” sangkal Sang-gung Hye-jeong. “Tradisi takkan bisa dirubah hanya dalam waktu 1 atau 2 hari saja. Sebagai Sang-gung sebelumnya pernah melayani Ratu, kenapa kau sama sekali tak tahu akan hal ini?” kata Choi Sang-gung. Chae-gyeong takut mendengar pertengkaran itu.

Sang-gung Hye-jeong pulang dan mengadu pada Hye-jeong. Hye-jeong marah mendengarnya dan langsung beranjak pergi dari kediamannya menuju aula barat. Sang-gung Hye-jeong ikut bersamanya.

Chae-gyeong agak ketakutan melihat Hye-jeong. Hye-jeong bertanya kenapa Chae-gyeong masih harus belajar setelah begitu lama masuk ke dalam istana. Choi Sang-gung mencoba menjawabnya untuk Chae-gyeong, tapi Hye-jeong menghardiknya dan bilang dengan sinis kalau dia tak bertanya pada Choi Sang-gung.

Chae-gyeong mencoba menjawab, tapi dia gugup, Choi Sang-gung menjawabnya untuk Chae-gyeong. Hye-jeong ingin menguji kemampuan Chae-gyeong, dia bertanya apa yang dimaksud dengan frasa. Awalnya Chae-gyeong tak tahu, tapi kemudian dia bisa menjawabnya dengan benar. Kemudian Hye-jeong berkata, dia adalah Ratuu Agung, jadi dia juga berhak mengecek tentang hasil pelajaran Chae-gyeong.

Kemudian Hye-jeong meminta dayang-dayang Chae-gyeong untuk mengambil buku-buku yang pernah dipelajari Chae-gyeong. Chae-gyeong jadi ketakutan karenannya. Kedua dayang Chae-gyeong mengeluh karena bukunya banyak sekali. Yul melihat mereka yang keberatan membawa buku-buku itu dan kemudian membantu mereka. Dia bertanya kenapa mereka membawa buku-buku itu, mereka bilang ibu Yul yang memerintahkannya. Yul mengikuti mereka.

Hye-jeong membuka buku-buku itu dan kemudian bertanya pada Chae-gyeong. Hye-jeong bertanya bagaimana interaksi Chae-gyeong dengan kehidupan sosial di masyarakat. Cahe-gyeong bilang, belum saatnya dia melakukan hal itu karena dia masih seorang pelajar. Hye-jeong membentak Chae-gyeong dan berkata seharusnya Chae-gyeong melakukan tugasnya sebagai seorang Putri Mahkota dan bukannya belajar saja sepanjang hari.

Tiba-tiba Yul masuk ke dalam dan meminta semua Sang-gung dan dayang keluar dari situ. Yul tak suka ibunya ikut campur dalam pendidikan Chae-gyeong. Yul membawa Chae-gyeong pergi meninggalkan ibunya yang memandanginya dengan kesal. Yul mengajak Chae-gyeong ke sebuah loteng. Chae-gyeong senang sekali ada di sana. Chae-gyeong mengambil sebuah mandolin (mirip gitar kecil) dan memainkannya dengan senang.

Yul memandanginya dengan penuh perasaan. Dia kemudian teringat semua pertemuannya dan semua hal yang di lewatinya bersama Chae-gyeong dan teman-temannya. Dia juga ingat saat mereka berdua ada di rumah kaca. Dia tersenyum melihat Chae-gyeong bahagia.

Sementara itu, Choi Sang-gung melaporkan kejadian tadi pada Ratu yang terkejut mendengar berita itu. Ratu kesal mendengarnya. Karena Hye-jeong sekarang sudah berani ikut campur dengan urusan Putri Mahkota yang bukan wewenangnya, karena bagaimanapun juga, Chae-gyeong itu istri dari anaknya, menantu Ratu dan tak ada hubungannya dengan Hye-jeong.

Ratu memerintahkan Choi Sang-gung untuk mengatakan padanya tentang semua yang dikatakan Hye-jeong pada-nya. Choi Sang-gung mengiyakannya. Tapi tak berapa lama kemudian, Ratu memutuskan untuk bertemu dengan Hye-jeong. Choi sng-gung dan Park Sang-gung mengikuti langkah Ratu keluar dari kediamannya.

Sekarang Sang-gung Hye-jeong gantian musuhan dengan Park Sang-gung, Sang-gung Ratu. Sementara Choi Sang-gung diam di belakang mereka yang saling melirik dengan sinis satu sama lain. Ratu berkata pada Hye-jeong, masalah Chae-gyeong, adalah masalahnya, jadi lebih baik biarkan dia saja yang menanganinya. “Masalah menantu, diatasi oleh mertuanya, apa kau coba mengatakan hal ini?” tanya Hye-jeong dengan sinis.

“Bi-gung bukan hanya menantumu. Aku juga berhak menganggapnya sebagai menantuku. Apa aku salah jika aku menganggapnya seperti itu? Ratu pikir, aku menggunakan kekuatanku sebagai ratu agung. Apa kau berpikir seperti itu?” tanya Hye-jeong. “Apa maksudmu?” Ratu balik bertanya.

“14 tahun yang lalu, aku tak pernah menggunakan kekuatanku sebagai Putri Mahkota untuk melawan Ratu. Tapi Raja kala itu berkata, kau berhak menggunakan kekuatan itu. Dan kau tiba-tiba jadi seorang putri mahkota dan masuk ke istana. Aku ingat kalau aku pernah mengatakan banyak hal yang baik tentangmu di hadapan mendiang Raja. meskipun kau punya kesalahan, orang yang percaya kalau kau akan sukses adalah aku. Tapi setelah waktu berlalu dan aku harus meninggalkan istana karena peraturan istana, apa yang Ratu lakukan setelah itu?” tanya Hye-jeong

“Tak ada yang bisa kulakukan” kata Ratu. “Ya, itulah kehidupan. Kehidupanku dan kehidupan Ratu hampir sama. Tapi sekarang sepertinya terbalik” kata Hye-jeong. “Itu mungkin karena ada banyak hal yang berubah. Tapi ada juga beberapa hal yang tak berubah” kata Ratu. Hye-jeong tak bisa berkata apa-apa lagi.

Yul menyanyikan lagu untuk Chae-gyeong di loteng. Chae-gyeong menikmatinya. Kemudian mereka duduk di beranda loteng dan bernyanyi dengan gembira. Gantian Chae-gyeong yang bernyanyi dan Yul tersenyum mendengar lagu Chae-gyeong yang konyol. Shin memandangi mereka dari bawah dengan perasaan iri.

Hye-jeong sedang menelepon seseorang sambil menatap laptopnya yang berisi berita tentang Shin dan Hyo-rin di Thailand. Hye-jeong merasa senang dengan hasil kerja mereka dan mengucapkan terimakasih banyak atas semua bantuan yang telah di dapatkannya.

Ratu berjalan di koridor istana dan Park Sang-gung seperti biasanya mengikuti di belakang Ratu. Mereka bertemu Choi Sang-gung dan kemudian Ratu bertanya apa benar rumor yang beredar tentang keretakan antara Putri Mahkota dan Putra Mahkota. Choi Sang-gung berkata, berita itulah yang baru saja didengarnya. Ratu ingin Choi Sang-gung ikut dengannya ke istananya.

Ratu tak menyangka kalau rumor itu akan beredar dengan luas di internet seperti sekarang ini. Ratu bingung dan tak tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Rumor itu akan jadi semakin besar dan akan membuat kekacauan. Dia tak mengira hal ini bisa terjadi. Apalagi yang bisa mereka lakukan sekarang.

Choi Sang-gung memberikan pendapatnya, “Dari apa yang kulihat, untuk mengatasi rumor ini agar tak menjatuhkan pasangan keluarga kerajaan, cara yang terbaik adalah mempercepat Putra Mahkota dan Putri Mahkota agar tidur dalam satu kamar”. Park Sang-gung kaget mendengar usul itu.  Ratu juga kaget, tapi kemudian Ratu ingat, beberapa waktu yang lalu, Ibu Suri juga sangat menginginkan hal itu.

Chae-gyeong kembali ke kamarnya dan bertemu Shin di depan kediaman mereka. Chae-gyeong menyapa Shin, tapi Shin diam saja. Shin yang cemburu karena adegan yang dilihatnya tadi langsung masuk ke kamarnya begitu saja. Tentu saja Chae-gyeong kesal dan mengomel melihat kelakukan Shin yang cepat sekali berubah itu. Kadang peduli, kadang tidak.

Hye-myeong ada di kediaman pribadi Raja dan melayani ayahnya dengan baik. Tapi Raja merasa hidupnya agak sedikit membosankan karena dia tak bisa melakukan apa-apa selain istirahat. Bahkan koran saja tak ada ditempat itu. Hye-jeong tersenyum memandangi ayahnya. Hye-myeong membawakan buku untuk ayahnya. Sama bagusnya dengan koran kan? Raja tersenyum melihatnya.

Sementara itu, Ratu mengajukan usul yang di dapatnya dari Choi Sang-gung pada Ibu Suri. Tak ada banyak hal yang dilakukan sekarang untuk mengatasi masalah yang timbul di internet. Lagi pula, Shin punya banyak waktu luang yang bisa dipakai sekarang.

Ibu Suri mengusulkan, bagaimana kalau mengadakan konfrensi Pers dan mengklarifikasi semuanya. Kasim Kong bilang, para penduduk mungkin tak akan percaya apa yang akan mereka katakan, karena mereka sudah melihat foto-nya jauh-jauh hari. Dan mereka pasti akan salah mengerti dan tak percaya lagi pada keluarga kerajaan.

Kasim Kong menambahkan, dengan tidur bersama dalam satu kamar, akan mempererat hubungan mereka dan secara tak langsung mereka akan semakin mesra. Dan dengan kemesraan mereka, akan bisa menyingkirkan gosip yang beredar tentang keretakan rumah tangga pasangan keluarga kerajaan. Kasim Kong menambahkan, yang paling penting adalah, mereka akan secepatnya memperoleh keturunan keluarga  kerajaan. Ibu Suri senang sekali mendengarnya walaupun Ratu terlihat kaget mendengarnya karena Putra Mahkota dan Putri Mahkota belum cukup umur. Ibu suri akhirnya setuju untuk melakukan malam pertama bagi Putra Mahkota dan Putri Mahkota.

Ratu ingin menghalanginya, karena mengingat usia keduanya. Tapi kemudian Ibu Suri berkata, bukankah Ratu juga tak langsung hamil saat pertama menempati satu kamar  bersama Raja. Ratu malu mendengarnya. Akhirnya semua setuju dan ibu suri memerintahkan agar mempersiapkan semuanya secepatnya.

Kasim Kong membawakan minuman herbal untuk Shin agar Shin meminumnya. Kasim Kong bilang, Ibu Suri yang memerintahkannya. Shin protes, kenapa dia harus meminumnya kalau dia tak tahu apa saja yang ada di dalam minuman itu. Kasim Kong bilang, minuman itu bagus untuk kesehatan Shin dan lebih baik kalau segera diminum. Shin bilang, Kasim Kong aneh sekali hari ini, tapi dia langsung meminum obat yang dibawakan Kasim Kong itu.

Sementara itu, di kediaman Chae-gyeong, kedua dayang Chae-gyeong sedang sibuk mani-paddi untuk Chae-gyeong. Chae-gyeong juga bingung kenapa tiba-tiba mereka berbuat seperti itu. Choi Sang-gung memberikan alasan, ada sesuatu maksud kenapa mereka melakukan hal itu dan hal itu hanya terjadi sekali seumur hidup. Mereka meminta maaf karena tak bisa mengatakan apa-apa pada Chae-gyeong.

Hye-jeong duudk berdua dengan Yul dan bertanya pada Yul, apa Yul sudah mendengar kabar yang beredar di internet. Yul tahu itu dan dia agak marah melihat kelakuan ibunya itu. Hye-jeong mencoba membela diri, bagaimana mungkin dia hanya duduk diam begitu saja. Lalu Hye-jeong bercerita, saat ini, kerajaan sedang sibuk mempersiapkan malam pertama bagi Shin dan Chae-gyeong untuk tidur dalam satu kamar malam ini. Tentu saja Yul kaget mendengarnya.

Hye-jeong bilang, mereka ingin membuat cucu keluarga kerajaan untuk membungkam opini publik tentang mereka. Tapi dalam waktu dekat mereka semua akan tahu kalau apa yang mereka lakukan akan sia-sia.

Chae-gyeong sudah berdandan memakai hanbok seperti saat dia menikah. Dia bingung karena ada di sebuah kamar yang besar. Chae-gyeong pikir ada tamu khusus yang datang malam ini. Choi Sang-gung tersenyum mendengarnya. Choi Sang-gung bilang, Chae-gyeong bisa menganggap tamu malam ini sebagai tamu spesial untuk Chae-gyeong dan meminta Chae-gyeong menunggu dengan sabar. Chae-gyeong melihat kesekelilingnya dan mulai menyadari sesuatu.

Dari luar, Shin mengomel dan bertanya kenapa dia harus berpakaian seperti itu di tengah malam. Shin masuk ke dalam kamar dimana Chae-gyeong berada. Chae-gyeong gugup sekali karenanya. Choi Sang-gung bangkit dan memberi hormat pada Shin. Choi Sang-gung keluar kamar dan meninggalkan Chae-gyeong berdua dengan Shin.

“Apa ini? Kenapa kau berdandan seperti itu?” tanya Shin. Chae-gyeong hanya bisa melambaikan tangannya. Shin melihat ke sekelilignya dan akhirnya dia menyadari sesuatu. Dia mencoba memeriksa pintu dan jendela, tapi semuanya sudah terkunci. Chae-gyeong juga kaget, itu artinya mereka berdua terkurung di dalam kamar itu.

Chae-gyeong meraba lantai di kamar itu dan menyadari kalau lantainya dingin sekali. Shin ikut panik dan memeriksa lantai. Dia juga kaget mengetahui hal itu. Satu-satunya tempat yang hangat hanyalah di atas kasur yang telah disediakan disitu. Chae-gyeong bertanya apa maksud semua ini. Shin mengecek kasur dan ternyata kasurnya juga Cuma ada satu. Lalu Shin bilang, mereka melakukan hal ini untuk mendekatkan Shin dan Chae-gyeong.  
        
“Sepertinya kita harus melewati malam ini dengan tidur di kasur yang sama” kata Shin. Chae-gyeong terlihat panik karenanya. Dan memanggil-manggil ke luar kalau dia ingin pergi ke toilet, tapi sayang, usahanya sia-sia. Tak ada yang peduli teriakan Chae-gyeong.

Yul mondar-mandir di kamarnya dan berpikir, apa mungkin Shin mau menyentuh Chae-gyeong, gadis yang sama sekali tak disukainya. Pasti tak mungkin. Yul terus saja memikirkan hal itu. Yul ingin pergi keluar, tapi ternyata ada 2 pengawal berjaga di luar kamarnya dan memintanya untuk tetap ada di dalam kamar. Yul mencoba pergi, mereka menghalanginya. Yul masih ngotot, tapi kemudian ibunya datang.

Hye-jeong bilang, Yul tak bisa ikut campur kali ini. Meskipun dia tak setuju dengan ide tidur di kamar yang sama, tapi jika Yul mengganggu, dia tak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah yang akan timbul karena Yul. Jadi lebih baik Yul diam saja di kamar. Yul berteriak, tapi ibunya tak menggubris teriakannya.

Shin bilang, kalau disuruh tidur ya tidur saja. Kalau Chae-gyeong mau, Chae-gyeong bisa tidur di lantai dingin di bawahnya. Tentu saja Chae-gyeong tak mau. Chae-gyeong kemudian berkata, “Malam pertama, seharusnya dilewati bersama seseorang yang kau cinta kan?”. “Apa maksudmu?” tanya Shin. “Kita tak saling mencintai” lanjut Chae-gyeong.

Shin kesal dan kemudian membuka kancing bajunya karena gerah, “Lakukan apa yang kau inginkan. Aku tak peduli kalau kau mati karena beku” katanya. Shin naik ke tempat tidur dan masuk ke dalam selimutnya dan tidur membelakangi Chae-gyeong yang masih duduk di sampingnya.

Chae-gyeong merasa kedinginan duduk di lantai. Jadi dia memasukkan tangan dan kakinya ke dalam selimut. Shin jengkel karena merasa terganggu dengan keusilan Chae-gyeong. “Apa kau masih mau duduk beku di situ? Apa kau benar-benar tak mau tidur disini?” hardik Shin. Chae-gyeong hanya senyum-senyum saja.

“Aku tak apa-apa” kata Chae-gyeong. Shin meraih tangan Chae-gyeong dan memegangnya lalu berkata, “Tak apa-apa bagaimana? Ya! Tanganmu sudah membeku dan kau masih bilang kalau kau tak apa-apa? Hentikan dan cepat kemari. Aku tak ingin tidur di samping istriku yang mati membeku” bentak Shin yang terlihat khawatir.

“Sebenarnya….” Kata Chae-gyeong kemudian. “Apa lagi sekarang?” tanya Shin. “Aku tak tahu bagaimana cara untuk melepas hiasan di kepalaku ini. Bagaimana bisa aku tidur dengan memakai ini? Ini berat sekali” jawab Chae-gyeong. Shin meminta Chae-gyeong naik ke tempat tidur. Chae-gyeong takut. Shin tertawa melihat tingkahnya. Tapi akhirnya dia naik juga.

Shin mulai membantu Chae-gyeong melepas hiasan kepala Chae-gyeong. Tapi sayangnya, Shin juga tak tahu bagaimana cara melepasnya. Yang penting dibuka dan di lepas saja. Tentu saja saat rambut asli Chae-gyeong ikut tertarik, Chae-gyeong pun berteriak dan meminta Shin untuk melakukannya pelan-pelan. Sementara itu, Choi Sang-gung terkesima mendengar ‘keributan’ di dalam. Sedangkan kedua dayang Chae-gyeong di luar tertawa cekikikan karena mengira, ada sesuatu yang sudah terjadi di dalam kamar (baca: adegan 17 tahun ke atas).

Sementara itu, Chae-gyeong sendiri malah membayangkan yang tidak-tidak. Dia membayangkan Shin melepas semua hiasan rambutnya, lalu mencoba hendak mencium paksa Chae-gyeong. Chae-gyeong berteriak, “Tidak boleh…tidak boleh…tidak boleh…boleh…boleh…boleh…”. Shin jengkel, sedangkan Chae-gyeong tersipu-sipu malu.

Shin selesai melepas hiasan kepala Chae-gyeong. Kemudian dia balik lagi ke tempatnya tidur tadi. Chae-gyeong masih duduk di samping Shin tidur. “Kau terlihat tak nyaman, kenapa tak kau lepas saja bajumu itu?” tanya Shin. Chae-gyeong merasa gugup mendengarnya. “Di drama TV biasanya setelah melepas hiasan kepala, melepas baju, melempar baju, mematikan lampu….” kata Shin. “Diam” kata Chae-gyeong.

“Cepat lepas bajumu dan masuk ke dalam sini” kata Shin. Dia masuk lagi kedalam selimut dan tiduran. Chae-gyeong terkejut mendengarnya. “Ya! Aku hanya tak ingin kulitku bersentuhan dengan baju yang kau pakai “ bentak Shin.  Tapi Chae-gyeong dengan cuek masuk ke dalam selimut dan berguling, hingga dia memakai semua selimut itu. Tentu saja Shin jengkel melihatnya karena dia tak kebagian selimut!

Shin ngotot meminta Chae-gyeong melepas bajunya. Tapi Chae-gyeong masih juga ngotot karena tak mau melepasnya. Sementara di luar, semua dayang dan Sang-gung yang menjaga mereka berpikir, kalau malam ini Shin agresif sekali. Apalagi mereka dengar kalau tadi, Shin juga minum obat perangsang (Tonik yang diberi oleh Kasim Kong).

Shin sudah melepas semua bajunya, kecuali kaos dalamnya. Sementara itu, Chae-gyeong juga mulai melepas hanbok pengantinnya dan juga baju hanbok  dalamnya. Dia sekarang hanya memakai baju dalam putihnya. Chae-gyeong tidur di samping Shin dan mereka berdua tidur saling memunggungi. Shin memikirkan Chae-gyeong dan dia merasa grogi.

Sementara itu, Yul di kamarnya merasa kesal sendiri. dia jengkel mendengar apa yang sedang terjadi antara Shin dan Chae-gyeong. Dia memang sangat mencintai Chae-gyeong. Dia takut Shin menyentuh Chae-gyeong. Tapi sayang dia tak bisa berbuat apa-apa selain marah pada dirinya sendiri.

Di kamar, tiba-tiba Chae-gyeong bicara. “Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Chae-gyeong. “Apa lagi sekarang?” Shin balik bertanya. “Pertanyaan yang sama seperti kemarin. Kenapa kau menyukai Hyo-rin?” tanya Chae-gyeong lagi. “Ini masalah pribadiku” jawab Shin. “Itulah kenapa kau penasaran” lanjut Chae-gyeong.

“Hyorin, dia sangat mirip denganku. Kesepian” kata Shin kemudian. “Karena aku tak kesepian, jadi kau tak bisa menyukaiku?” tanya Chae-gyeong. Shin hanya diam saja. Shin hendak membelai Chae-gyeong, tapi dia sama sekali tak punya keberanian. Lalu kemudian Shin duduk. Chae-gyeong ikut duduk. “Ada apa sebenarnya denganmu?” tanya Chae-gyeong. “Itu bukan urusanmu” kata Shin dengan ketus.

“Karena sudah seperti ini, kenapa kita tak lakukan apa yang biasa dilakukan oleh orang dewasa. Bukankah ini di siapkan untuk malam pertama kita” ajak Shin. “Berhentilah bercanda” kata Chae-gyeong. “Bagaimana jika aku memang menginginkannya?” tanya Shin. “Setelah kita berpisah, saat kau menemukan seseorang yang benar-benar kau cintai, kau bisa melakukan malam pertama dengannya” jawab Chae-gyeong.

“Kau sepertinya tak mengerti situasinya. Laki-laki dan perempuan itu berbeda. Laki-laki bisa melakukannya dengan wanita yang tak disukainya” ungkap Shin. “Kau ingin melanjutkan hal ini? Kau mau mati ditanganku ya?” hardik Chae-gyeong yang mulai kesal dengan tingkah Shin. “Semua ini berkat kau sampai kita bisa diperlakukan seperti ini. Sekarang kau hanya tinggal melakukan bagianmu” kata Shin dengan sinis.

“Jika kau mau hidup harmonis denganku, kita tak perlu berakhir seperti ini.Ini semua salahmu hingga kita berakhir seperti ini” kata Shin kemudian. “Bgaimana bisa, ini kesalahanku? Hidup dengan orang brengsek sepertimu, bagaimana bisa aku hidup dengan harmonis? Menolakku setiap hari, menyakitiku setiap hari. Bagaimana bisa aku hidup harmonis denganmu? Dasar Brengsek” maki Chae-gyeong yang tak mau terima karena disalahkan atas perpisahan yang mungkin terjadi pada mereka nanti. Chae-gyeong memukul kepala Shin dengan bantal yang dipegang Shin.

Tentu saja Shin keasal, apalagi dimaki seperti itu. Tapi dia tak bisa bilang apa-apa. Karena saat menoleh ke arah Chae-gyeong, chae-gyeong sedang kipas-kipas karena kepanasan. Shin merasa…..(17 tahun ke atas ya. Anak kecil dilarang memikirkannya). Untuk melampiaskan energinya yang meluap-luap, Shin melakukan olahraga. Chae-gyeong bingung melihatnya. Tapi kemudian keduanya malah aerobik bersama di atas kasur!

Yang di luar mengira ada sesuatu terjadi di dalam kamar. Karena percakapan ini yang mereka dengar. “Ada apa denganmu. Ini sakit sekali. Aku kan sudah bilang, lakukan dengan hati-hati” teriak Chae-gyeong. “ayolah, jangan seperti itu. Meskipun sakit, kau harus menahannya” kata Shin. “Tapi ini sakit sekali” keluh Chae-gyeong. “Tahanlah sebentar lagi” bujuk Shin. “Bagaimana aku bisa menahannya kalau ini sakit sekali. Sudah kubilang padamu, lakukan dengan hati-hati. Dengan penuh perasaan. Dengan kekuatanmu itu, sepertinya kau sudah siap bergulat” kata Chae-gyeong. “Kenapa kau berlebihan seperti ini? Masih kurang satu kali lagi” balas Shin.

Ternyata Shin dan Chae-gyeong sedang bermain dan karena Chae-gyeong kalah, Shin memukul tangan Chae-gyeong!

“Sakit. Sudah kubilang padamu agar berhati-hati” rengek Chae-gyeong. “Ayo lakukan sekali lagi” ajak Chae-gyeong yang tak terima kalah dari Shin. Shin siap-siap di depan permainannya, dan Chae-gyeong bersiap-siap menjentik biji catur di depannya. Setelah dijentik, biji itu mengenai mata Shin. Tentu saja Shin kesakitan karenanya dan mengomeli Chae-gyeong.

Chae-gyeong mengelus mata Shin yang membiru karena terkena biji catur. Shin membuka matanya dan dia grogi dengan Chae-gyeong yang sedang menatapnya. Shin memejamkan matanya. Dia ingin mencium Chae-gyeong. Tapi Chae-gyeong yang grogi malah membenturkan kepalanya ke kepala Shin. Tentu saja Shin menjerit kesakitan karenanya.

Mereka berdua kemudian duduk di kursi panjang di pinggir jendela. Mereka mengompres kepala mereka yang terbentur dengan lumayan keras tadi. Chae-gyeong bertanya bagaimana keadaan Shin. Shin bilang Chae-gyeong bertindak terlalu berlebihan. Shin juga bilang, dia hanya penasaran dengan reaksi Chae-gyeong saat dia hendak menciumnya.

“Aku tak berpikir kalau kau seburuk itu, yang akan menyentuh gadis yang tak kau suka. Tapi aku ketakutan tadi” ungkap Chae-gyeong dengan sedih. “Jika kau lakukan lagi, aku akan memukulmu dengan keras” tambah Chae-gyeong. “Aku tak membencimu. Kenapa kau berpikir seperti itu? Ini bukan karena aku tak menyukaimu. Aku hanya mencoba untuk berhati-hati. Aku hanya berharap….meskipun kita berpisah dan kemudian bertemu dijalan, kita masih bisa saling tersenyum dan masih tetap berhubungan baik. Karena itulah, kita harus mempersiapkan semuanya mulai sekarang” kata Shin.

“Jika kau berpikir agar berhati-hati, kau bisa melakukannya. Itu akan sulit untuk kulakukan. Kapanpun aku berpikir saat aku berjumpa denganmu di jalan, hatiku akan terasa sangat sakit” ungkap Chae-gyeong kemudian. Chae-gyeong hendak bangkit dari tempat duduknya dan berkata, “Ayo tidur, bagaimanapun juga, kita terkunci disini” ajak Chae-gyeong. Shin meraih Chae-gyeong mendekat padanya, kemudian menciumnya dengan mesra.

Bersambung...

Princess Hours Episode 12

“Kau itu bicara apa? Kenapa kau bilang selama kau masih jadi seorang Putra Mahkota?” tanya Chae-gyeong yang tak mengerti maksud Shin. “Dua atau 3 tahun dari sekarang” jawab Shin. “Apa?” Chae-gyeong tambah tak mengerti. “Aku akan menyerahkan posisiku sebagai seorang Putra Mahkota” lanjut Shin. “Maksudmu itu apa?” Chae-gyeong masih saja bertanya.

“Jika aku menyerah sekarang, mereka akan menganggapku sebagai seorang remaja yang mencoba memberontak. Jadi, aku harus menunggu sampai mereka menganggap serius kata-kataku sebelum aku megatakannya pada mereka. Aku akan dimaafkan untuk belajar di luar negeri dan meninggalkan tempat ini selamanya. Lagipula ada orang yang lebih cocok jadi seorang Pangeran daripada aku. Dan saat itu kau bisa mendapatkan kembali kebebasanmu dan bisa meninggalkan tempat ini” jelas Shin.

“Akankah itu semudah yang kau katakan?” tanya Chae-gyeong. “Anggap saja ini karena aku benci mendengarmu yang selalu berkata ingin pulang ke rumah. Aku pasti akan mengembalikanmu ke rumah. Jadi jangan terlalu khawatir. Jika kau bisa bersabar selama beberapa tahun, aku pasti akan mengembalikanmu ke rumah. Jadi kumohon atasilah semua ini dan tetaplah ada disampingku” tambah Shin. Shin bangkit dan meninggalkan Chae-gyeong yang masih kebingungan.

Shin berbicara dengan ayahnya tentang peringatan kematian pamannya. Kalau memperingati kematian pamannya, itu bukan berarti mengembalikan posisi Yul dan Ibunya untuk kembali menduduki tahta. Mereka hanya berhak untuk mendapatkan gelar dan menempati istana tempat dulu mereka tinggal. Jika mereka menunggu peringatan kematian pamannya sampai Shin jadi Raja, hal itu akan terasa sia-sia. Jadi tak apa-apa kalau peringatan kematian pamannya diperingati secepatnya dan mengijinkan Yul dan Ibunya untuk tinggal di istana.

Raja senang dengan Shin yang memeikirkan semuanya dengan detail dan Raja menyetujui usul Shin. Keluarga Kerajaan bukan hanya masalah anggota keluarga kerajaan saja, tapi juga media dan publik. Jadi sekarang, masalah satu-satunya adalah Chu Jeon (rencana peringatan kematian anggota keluarga Fkerajaan) paman Shin dan melaksanakannya sesuai prosedur dalam istana.

Chae-gyeong berlari di dalam istana menuju ke suatu tempat diikuti oleh kedua dayang setianya. Chae-gyeong menonton Shin yang sedang berlatih anggar. Chae-gyeong melambaikan tangannya pada Shin, tapi Shin cuek. Malah saat ada seseorang yang ternyata guru anggar Shin, Shin menyambutnya dengan hangat.

“Kau selalu berbeda dan seperti berada di suatu tempat lain. Apa benar kau hanya bisa memikirkan perasaanmu sendiri? Apa benar sekarang ini sudah tak ada harapan lagi bagimu” batin Chae-gyeong.

Chae-gyeong mengintip kamar Shin dan membawa sesuatu. Chae-gyeong menyapa Shin dan kemudian masuk ke kamar Shin. Shin sedang berkutat dengan laptop-nya. “Apa kau sedang menulis scenario?” tanya Chae-gyeong pada Shin. Chae-gyeong kemudian bertanya, jika Shin harus memilih antara jadi seorang Sutradara atau seorang Raja, mana yang akan dipilih oleh Shin. Chae-gyeong bilang, menurut apa yang di dengarnya, kalau sudah jadi Raja, akan sulit untuk jadi seorang Sutradara.

Shin menanggapinya dengan dingin. “Itu kalau kau yang mengalaminya. Jadi keduanya bukan hal yang sulit untukku. Kalau kau yang menginginkan cita-cita itu, pasti sulit” kata Shin. “Tapi aku ingin jadi seorang desainer” kata Chae-gyeong dengan lesu. “Kalau begitu lupakan saja impianmu itu” jawab Shin kemudian. Chae-gyeong manyun mendengarnya. Tapi kemudian dia malah meneriakkan yel-yel saat Korea berlaga di Piala Dunia 2002. “Impianku pasti akan jadi kenyataan” kata Chae-gyeong kemudian.

Kemudian Chae-gyeong meletakkan sesuatu yang tadi dibawanya di meja Shin. “Mereka bilang, orang aneh harus memakan lebih banyak coklat” kata Chae-gyeong sambil kabur dari kamar Shin. Shin hanya tertawa melihat kelakukan Chae-gyeong.

Sementara itu, Hye-myeong sedang berdua dengan Ibu Suri. Ibu Suri iri sekali pada Hye-myeong yang bisa mengelilingi dunia. Tak seperti dirinya yang bagaikan “Bunga Bong-sun dibalik pagar”.  Hye-myeong tak mengerti dengan maksud neneknya itu.

“Itu berarti kalau aku hanya bisa berinteraksi dengan dunia hanya melalui TV saja” cerita Ibu Suri. “Bagaimana TV bisa melakukan hal itu?” tanya Hye-myeong. Ibu Suri malah tertawa. Hye-myeong garuk-garuk kepala karena bingung. Tapi dia juga ikut tersenyum melihat tingkah neneknya.

“Mereka bilang, di suatu tempat ada seorang guru yang wajahnya kotak. Suatu hari, guru itu masuk ke dalam kelas. Dan murid-muridnya menyanyikan lagu untuk menghiburnya. ‘Di ruang yang kotak, ada meja kotak. Di laci kotak, ada buku kotak’ itu lagu yang mereka nyanyikan” kata Ibu Suri. “Ya, aku juga pernah mendengarnya. Lalu kemudian?” sambung Hye-myeong.

“Tapi meskipun mereka menyanyikan lagu itu, wajah guru itu tetap saja tak berubah. Jadi murid-murid kemudian meminta gurunya untuk menyanyikan sebuah lagu. Pada awalnya, guru itu berpura-pura tak mendengar apapun, tapi tiba-tiba guru itu mulai menyanyikan sebuah lagu. Dan kemudian muridnya langsung pada jatuh. Kenapa mereka bisa begitu?” tanya Ibu Suri pada Hye-myeong. “Biar aku tebak. Apa lagu yang dinyanyikan olehnya?” kata Hye-myeong.

“Bunga Bong-sun dibalik pagar” jawab Ibu Suri. Hye-myeong tak mengerti kenapa itu jawabannya. Kemudian Ibu Suri meminta Hye-myeong untuk menyanyikan lagu itu. Hye-myeong pun mulai menyanyikannya.

“”Bunga Bong-sun di balik pagar, bentukku…..Bentukku kotak” nyanyi Hye-myeong dan kemudian menyadari kelucuan itu dan akhirnya tertawa bersama Ibu Suri yang sedari tadi memang sudah tertawa terbahak-bahak. “Ah…benar-benar…Nenekku sekarang pandai bercanda. Bahkan hal seperti itu juga ada di dalam TV?” tanya Hye-myeong. “Bukan. Di TV tak ada. Bi-gung Mama yang mengajariku” jawab Ibu Suri, kemudian tertawa lagi. “Apa? Putri Mahkota yang mengajari lagu itu?” Hye-myeong tak percaya mendengarnya. Ibu Suri mengangguk mengiyakan.

“Meskipun dia sangat menderita karena hidup di dalam Istana, tapi karena kepribadiannya yang ceria, dia bahkan memberi nenekmu ini banyak kebahagiaan” kata Ibu Suri. Hye-myeong senang sekali mendengarnya.

Di kediaman Ratu, Ratu tidak senang mendengar berita yang muncul di Koran tentang upacara peringatan kematian Ayah Yul yang akan segera dilangsungkan. Choi Sang-gung bilang, saat Hye-jeong ada di luar negeri, dia sudah banyak mengumpulkan kekuatan dan melaksanakan upacara peringatan ini. Sepertinya sekarang ini popularitas Hye-jeong di kalangan para politisi sudah meningkat. Park Sang-gung mengiyakan perkataan Choi Sang-gung. Ratu marah, kenapa keduanya baru mengatakan hal itu sekarang.

Hye-myeong mencoba membela keduanya. Para politisi itu, sebagian besar adalah teman sekelas suami Hye-jeong. Terang saja mudah untuk mencari dukungan dari mereka. Choi Sang-gung dan Park Sang-gung menegaskan hal itu. Ratu bingung. Bagaimana caranya dia bisa dengan mudah sampai ke tahap itu dan mendapatkan banyak dukungan dari para politisi negara.

Ratu berdiri dan bertanya, kapan Hye-jeong akan menghadap Ibu Suri. Choi Sang-gung dan Park Sang-gung sama sekali tak tahu akan hal itu. Ratu bergegas pergi menuju kediaman Ibu Suri. Park Sang-gung mengikuti di belakangnya.

Ratu menunggu di kediaman Ibu Suri. Ternyata Hye-jeong baru saja hendak menemui Ibu Suri. Ratu ingin mengajak Hye-jeong bicara. Tapi Hye-jeong malah menyindir Ratu. Hye-jeong bilang, Ratu dulu tak seperti ini. Dulu Ratu sangat pendiam. Ratu menimpali, meskipun Ratu tak tahu maksud yang sebenarnya dari kedatangan Hye-jeong, tapi jika Hye-jeong bermaksud menggulingkan kedudukan Putra Mahkota dan menggantinya dengan Hwi-seong Gun, maka sebaiknya Hye-jeong berterus terang. Jika memang begitu, mereka berdua bisa berhenti saling menuduh dan bersaing dengan adil. Hye-jeong hanya tersenyum.

“Bersaing dengan adil? Aku rasa itu bukan cara yang kau gunakan sekarang. Meskipun kau sudah melakukannya selama 14 tahun ini, kau masih tetap saja tak punya kemampuan untuk bicara dengan pantas. Untuk bersaing secara adil, bukankah kita harus punya kedudukan yang sama? Ratu punya segalanya, sedangkan aku tidak. Dan juga, Ratu mendapatkan banyak hal, sedangkan aku kehilangan banyak hal. Jadi mana mungkin ini jadi persaingan yang adil?” kata Hye-jeong lalu pamitan pergi. Ratu menahan kekesalannya.

Hye-jeong bertemu Hye-myeong di pintu keluar. Hye-myeong memberi salam pada bibinya. Hye-jeong senang bertemu dengan Hye-myeong. Hye-jeong betanya kapan Hye-myeong pulang. Hye-myeong bilang, dia baru saja kembali beberapa waktu yang lalu. Hye-myeong juga memuji penampilan bibinya yang lebih menarik daripada sebelumnya.

“Putri yang pintar dan cantik itu sekarang sudah tumbuh dewasa. Sepertinya sebentar lagi akan datang seorang pria” puji Hye-jeong. Hye-myeong malu mendengarnya. Dia hanya tersenyum. Hye-myeong bertanya kapan bibiinya kembali dari Inggris. Hye-jeong bilang, belum lama ini.

Hye-myeong duduk bersama ibunya. Dia mengusulkan pada Ratu untuk mengatasi masalah Chu Jeon. Akhirnya Ratu setuju akan diadakannya Chu Jeon. Ratu pasrah karena semua seperti sia-sia saja. Chu Jeon itu akan memudahkan Hye-jeong masuk ke dalam istana. Hye-myeong mencoba menghibur ibunya. Mereka baru mulai sekarang. Ratu tak mengerti maksud Hye-myeong. Hye-myeong bilang, banyak hal yang akan terjadi setelah ini. Jadi hadapi semuanya dengan tenang. Hadapi saja apa yang terjadi, kebenaran pasti kan menemukan jalannya sendiri. Ratu tersenyum manis mendengar penuturan Hye-myeong.

Hye-jeong sedang bicara berdua dengan Ibu Suri. Hye-jeong bilang, dia akan mencoba berhenti mengunjungi istana mulai sekarang dan kembali ke Inggris lagi. Tentu saja Ibu Suri yang penuh kasih sayang tak mengijinkan hal itu. Hye-jeong mengeluh tentang kelakuan Putra Mahkota Shin di Thailand. Ibu Suri kaget karena selama ini dia tak pernah mendengar hal itu.

Ibu Suri memanggil Raja dan Ratu kemudian menegur keduanya. Kenapa harus menyembunyikan fakta mengenai kelakuan Putra Mahkota darinya. Raja bilang, bukan itu alasannya. Raja hanya takut Ibunya khawatir. Ibu Suri kesal. Apa mereka pikir Ibu Suri selemah itu. Apa banyak hal yang mereka sembunyikan darinya. “Aku satu-satunya yang tak tahu apa-apa, sementara semua orang di seluruh negeri tahu akan hal itu. Apa kau pikir aku ini bodoh?” kata Ibu Suri.

Ratu mencoba menjelaskan. Tapi Ibu Suri tak mau mengerti. Posisinya sebagai Ibu Suri memang yang tertinggi. Tapi buat apa kalau dia sama sekali tak tahu berita apapun yang ada di sini. Ibu Suri masih juga marah, apa Raja dan Ratu juga tak menyetujui Chu Jeon? Tentu saja keduanya menyangkalnya. Ibu Suri meminta Seo Sang-gung masuk dan membawa dua buah buku aturan keluarga kerajaan sejak jaman Joseon.  

Seo Sang-gung menjelaskan Chu Jeon bukan hanya masalah satu orang saja, tapi masalah yang harus ditangani oleh seluruh anggota keluarga kerajaan. Tak perlu memperhatikan orang itu termasuk golongan ranking berapa. Dan Chu Jeon itu sendiri di tentukan oleh orang yang memiliki posisi tertinggi di kerajaan dan itu bukan lain adalah Ibu Suri. Jadi Ibu Suri memutuskan dia akan melaksanakan upacara Chu Jeon untuk ayah Yul.

Shin sedang termenung sendirian di kamarnya. Kasim Kong masuk dan memberitakan kabar buruk. Mengenai berita yang ada di Thailand, Kasim Kong tak tahu kenapa Ibu Suri bisa sampai tahu hal itu. Ibu Suri sangat marah karena mereka menyembunyikan fakta itu darinya. “Sebenarnya, semua murid di sekolah dasar juga tahu. Tapi kita malah menyembunyikannya dari Ibu Suri. Bukankah kita memang aneh?” kata Shin.

“Yang Mulia, insiden ini tak se simple itu. Masalah itu akan bisa mengguncang posisi anda” kata Kasim Kong. Tiba-tiba HP Shin bunyi. Hyo-rin yang menelepon dan dia meminta maaf karena telah membuat masalah untuk Shin. Shin bertanya dimana Hyo-rin karena dia ingin bicara. Hyo-rin bilang, sekarang dia ada di toko buku. Shin minta Hyo-rin jangan pergi dan dia akan segera menyusul Hyo-rin kesana. Shin pamitan kalau dia akan keluar sebentar. Kasim Kong menasehati Shin dan berkata, dalam situasi seperti ini sebaiknya Shin berhati-hati.

Chae-gyeong hendak masuk ke kamarnya saat kedua dayangnya sedang membersihkan tempat tidurnya sambil ngobrol. Chae-gyeong tertarik mendengar cerita mereka berdua tentang Chu Jeon, juga tentang Shin, Yul dan dirinya. Mereka bilang kalau mereka lebih menyukai Yul dari pada Shin. Di kalangan masyarakat, rakyat juga lebih banyak memilih Yul dari pada Putra Mahkota Shin. Sedangkan Putri Hye-jeong lebih banyak dipilih daripada Ratu. Chae-gyeong berhenti menguping saat dia melihat Shin keluar dari kediamannya dan melangkah keluar istana.

Hyo-rin senang melihat Shin yang menyamar dan menemuinya.

Sementara itu, Chae-gyeong masuk ke kamar Shin dan menimang-nimang Alfred. Chae-gyoeng bilang, Alfred mirip dengan tuannya yang tak punya hati. Saat dia memperhatikan AlfreD, dia melihat lubang di pantat Alfred. Jadi Chae-gyeong langsung menjahitnya. “Aku memang sangat baik. Karena aku bisa dengan mudah memaafkan pemilikmu” kata Chae-gyeong pada Alfred sembari menjahit. “Sepertinya tuanmu sedang punya masalah. Jadi sekarang, kita bekerja sama untuk membuatnya senang ya” lanjut Chae-gyeong.

Di toko buku, Shin yang menyamar agar tak di kenali berhadap-hadapan dengan Hyo-rin yang pura-pura sedang membaca buku. “Jika kau Putri Mahkota, kita mungkin takkan pernah bertengkar dan selalu hidup harmonis. Mungkin kita bisa terus bersama sampai kita tua karena kita berdua punya banyak kesamaan. Suatu hari Chae-gyeong pernah bertanya apa impianku. Bagiku itu terdengar seperti sebuah bom. Tak seorangpun pernah bertanya apa impianku. Dan aku juga tak pernah memikirkan hal itu. Karena yang kutahu, masa depanku sudah diputuskan. Dan itu takkan berubah hanya karena impianku. Tapi setelah mendengar apa yang dia katakan, itu membuatku ingin bermimpi” ungkap Shin.

“Tak peduli apapun impianmu, aku akan selalu mendukung apapun yang kau inginkan. Saat kau ingin mewujudkan mimpimu, aku akan selalu ada untuk mendukungmu” kata Hyo-rin “Hyo-rin, jangan harapkan apapun dariku. Karena aku tak bisa melakukan apapun untukmu. Waktu yang kita lewati bersama di Bandara Thailand, adalah hadiah terakhirku untukmu. Mulai sekarang, takkan ada lagi hal seperti itu” ungkap Shin lalu berlalu pergi meninggalkan Hyo-rin yang sangat terkejut mendengar hal itu.

Hyo-rin berlari menyusul Shin dan kemudian memgangi tangan Shin. “Kau juga harus mendengarkan yang ingin ku katakan. Aku juga tak akan mengharapkan apapun darimu. Meskipun kau tak bisa berhubungan baik lagi denganku. Itu tak masalah. Hanya saja, jadilah seperti yang kau inginkan. Seperti bagaimana kau berdiri di dekatku sekarang ini.  Hanya itu yang kubutuhkan. Kata Hyo-rin dengan sedih. Hyo-rin menangis dan meninggalkan Shin. Shin hanya bisa memandangi kepergian Hyo-rin.

Shin sedang duduk di kursinya sambil membaca buku saat Chae-gyeong datang membawa Alfred. “Kau habis pergi kemana?” tanya Chae-gyeong. Tapi Shin tak menjawabnya. Chae-gyeong bilang dia baru saja menjahit ‘pantat’ Alfred yang bolong. “Kau melakukannya dengan baik” kata Shin. “Apa kau pikir aku ini pembantumu? Harusnya kau bilang terima kasih. Bukan kata-kata seperti itu” omel Chae-gyeong. Shin tak suka mendengar omelan Chae-gyeong, jadi dia mengambil Alfred dan meninggalkan Chae-gyeong yang kesal.

Sementara itu, Hye-myeong sedang duduk di bangku, berdua bersama Yul di pinggir kolam yang rimbun. Hye-jeong sedang mengacak-ngacak rambut Yul sambil tertawa. “Kau sudah berubah jadi pangeran tampan sekarang. Kau pasti sudah banyak membuat gadis –gadis menangis” puji Hye-myeong. Yul tertawa mendengarnya. “Kenapa kau jadi seperti ini, Yang Mulia Tuan Putri?” ledek Yul. “Tuan Putri apa? Anak ini meledek saja kerjanya. Apa kau baik-baik saja? Panggil saja aku Nuna (panggilan adik laki-laki pada kakak perempuannya)” balas Hye-myeong.

Keduanya diam saat melihat Chae-gyeong yang datang dan mengomel sendiri tapi tak melihat keduanya ada disana. Chae-gyeong mengambil batu dan melempar batu itu ke dalam kolam. Dia berteriak sennag sekali lalu kemudian pergi lagi dengan tampang lesu. Hye-myeong dan Yul yang melihatnya tertawa cekikikan.

“Chae-gyeong itu, sepertinya dia punya kepribadian yang sangat baik. Meskipun dia harus terkekang dengan kehidupannya sebagai Putri Mahkota, dia selalu punya banyak energi untuk mengatasi semua masalah yang ada. Bisakah kau merasakannya? Ku dengar kalian sekelas di sekolah” kata Hye-myeong. “Ya. Semakin kau mengenal dia, semakin kau akan kagum dengan hatinya yang hangat” jawab Yul. Hye-myeong merasa ada sesuatu yang aneh dengan jawaban Yul. Tapi dia hanya tersenyum.

Hyo-rin tersenyum senang di lorong sekolah dengan membawa sebuah kue tart. Yul juga berjalan dari arah depan Hyo-rin sambil membawa tepung dan telur. Hyo-rin terus saja tersenyum tanpa memperhatikan Yul yang terus saja memandanginya.

Yul dan teman-teman sekelasnya sedang praktek membuat kue. Chae-gyeong seperti biasanya, sedang berkumpul bersama dengan ketiga sahabat baiknya dan juga Yul. Chae-gyeong bercerita kalau Yul pandai sekali memasak, seperti wanita saja. Sebelumnya, Yul pernah membuatkannya kimbap yang sangat cantik dan lezat. Tentu saja ketiga temannya kaget mendengarnya. Kang-hyeong bertanya, kapan Yul membuatkan kimbap itu. Shin gelagepan menjawabnya.

Mereka selesai membuat kue-nya. Kang-hyeon minta Chae-gyeong memberikan kuenya pada Shin. Tapi Chae-gyeong dengan malu-malu bertanya, apa Shin akan merasa senang  menerima kue darinya. “Tentu saja” jawab Kang-hyeon. Chae-gyeong setuju memberikan kue yang dibuatnya itu untuk Shin. Yul menatap Chae-gyeong dengan kecewa.

Tapi saat sampai di loker Shin, dia terkejut melihat ada sebuah kue tart yang terletak di dalam loker Shin. Ada juga sebuah surat di dalamnya dengan inisial HR. Chae-gyeong kecewa. Tapi dia tak tahu kue untuk Shin itu dari siapa. Lalu tiba-tiba Shin datang dan bertanya apa yang sedang Chae-gyoeng lakukan di lokernya. Chae-gyeong bilang, dia hanya ingin memberikan kue itu untuk Shin.

Bersambung...

Princess Hours Episode 11

Yul sedang ngobrol berdua bersama ibunya. Yul bertanya, apa yang harus mereka lakukan mulai sekarang. Ibunya menjawab dengan berkata semua harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Pangeran yang lain selain Putra Mahkota harus hidup di luar istana. Itu peraturan yang mereka buat sendiri. Jadi, mau tak mau kita harus mematuhinya. Ini baru awalnya. Setelah 14 tahun ini, rasa marah dan penghinaan yang dia dapatkan, akan dia kembalikan semua pada mereka. Tunggu dan lihat saja nanti.

Seorang gadis menunggu di depan gerbang istana. Dia memandang ke sekelilingnya dan dia tertawa karena senang.

Chae-gyeong sedang berada di kandang kuda. Chae-gyeonng mencoba membawa keluar seekor kuda. Kedua dayangnya berlari dengan panik. Mereka bilang, Chae-gyeong ga boleh melakukan hal itu. Chae-gyeong harus meminta ijin dulu dari instruktur berkuda. Chae-gyeong bilang orang itu sedang berwisata sampai minggu depan. Chae-gyeong merasa tak sabar untuk menunggu hingga bulan depan.

Dayangnya khawatir karena itu berbahaya dan mungkin Chae-gyeong akan terluka. Chae-gyeong meminta agar mereka tak khawatir. Hari ini dia hanya akan berjalan dan ngobrol dengan kudanya. Chae-gyeong malah sibuk berkenalan dengan kudanya! Lalu Chae-gyeong mulai nekat. Dia malah naik ke punggung kuda. Kedua dayangnya jadi makin panik melihat tingkah Chae-gyeong.

Chae-gyeong malah bilang, tokoh film asing yang di tontonnya, tokoh utamanya selalu melakukan seperti itu. Chae-gyeong berusaha mempraktekkan apa yang ditontonnya. Dan sayangnya, kuda itu malah berlari kencang. Chae-gyeong yang tak siap berteriak. Dan kedua dayangnya berlarian mengejarnya.

Kuda Chae-gyeong berlalri sangat kencang. Sementara itu, gadis yang tadi berdiri di depan gerbang istana berjalan dengan tersenyum senang memasuki istana. Dan ternyata kuda Chae-gyeong berlari menuju ke arah gadis itu. Chae-gyeong panik berteriak meminta gadis itu untuk mundur agar jangan sampai tertabrak. Gadis itu jatuh terduduk. Tapi kuda Chae-gyeong terhenti karenanya.

Chae-gyeong akhirnya bisa turun dari kudanya. Dayangnya mmembantunya turun dari kuda. Tapi Chae-gyeong malah menghampiri gadis yang hampir ditabraknya itu. Dia bertanya apa gadis itu cedera atau tidak. Kemudian Chae-gyeong malah bertanya gadis itu Sang-gung dari istana mana. Tapi melihat baju yang dipakainya, sepertinya dia seorang Sang-gung baru. Gadis itu hanya tersenyum mendengar perkataan Chae-gyeong.

“Tuan Putri” teriak Kasim Kong dari belakang Chae-gyeong sambil berlari menghampiri gadis itu. Gadis itu ternyata seorang putri. Putri Hye-myeong, kakak Shin. Putri Hye-myeong memeluk Kasim Kong dengan gembira. Chae-gyeong merasa malu karena tlah salah mengira tadi.

Ternyata Putri Hye-myeong sangat dekat dengan dayang dan Sang-gung Chae-gyeong. Mereka sedang bergembira menyambut kedatangan Putri Hye-myeong. Dan Putri Hye-myeong ternyata membawakan oleh-oleh juga untuk mereka. Chae-gyeong hanya bisa mengintip malu-malu. Shin juga berlari dengan tersenyum  senang ke kediaman Chae-gyeong untuk menemui kakaknya.

“Nuna….!” Teriak Shin sambil berlari dan langsung memeluk kakaknya tanpa menghiraukan Chae-gyeong yang menyapanya. Shin bertanya, ada apa dengan rambut kakaknya. Kenapa dipotong pendek seperti itu. Putri Hye-myeong hanya senyum-senyum sambil memegangi rambutnya.

“Apa rambutku jelek?” tanya Hye-myeong. “Tidak. Kau terlihat cocok dengan rambut seperti itu. Kau sangat keren!” puji Shin. Kemudian Shin memeluk kakaknya lagi.

Shin dan Hye-myeong duduk di dalam kediaman Shin. Mereka duduk berdua di kursi panjang sementara Chae-gyeong duduk sendiri di depan mereka. Shin meminta kakaknya untuk bercerita tentang perjalanannya. Tapi kakaknya malah merasa penasaran dengan kisah antara Shin dan Chae-gyeong.

“Bagaimana kehidupan di istana? Bukankah membosankan daripada yang kau pikirkan, kan?” tanya Hye-myeong pada Chae-gyeong. “Pertama kali memang seperti itu. Tapi sekarang…” Chae-gyeong tak jadi melanjutkan kata-katanya karena Choi Sang-gung memanggil-manggil dari luar. Shin melihat jam-nya dan kemudian berkata, “Waktu cepat sekali berlalu. Nenek pasti sudah menunggu”.

Kemudian mereka pun pergi berdua menghadap Ibu Suri, tanpa mempedulikan Chae-gyeong. Kasihan Chae-gyeong. Chae-gyeong yang kesal kemudian memukul teddy bear Shin yang duduk di depannya.

Hye-myeong bercerita pada Ibu Suri tentang perjalanannya selama menjadi duta UNICEF. Ada begitu banyak anak-anak terlantar di dunia ini. Mereka begitu ketakutan dan hidup tanpa perdamaian. Mereka hidup dalam kelaparan. Dan itu yang membuat Hye-myeong ingin sekali membantu mereka.

Ibu Suri mengeluh, “Di bagian dunia yang satu, orang hidup dan berjuang mengatasi kelaparan dan di sisi dunia yang lain, orang hidup bersenang-senang dengan menghambur-hamburkan uang. Dunia memang tidak adil”.

“Ibu Suri pernah bilang padaku. Kemiskinan itu tak bisa di atasi bahkan oleh seorang Raja dan anda bilang itu bukan untuk di atasi, tapi untuk dirubah. Apa Anda ingat?” tanya Hye-myeong. Ibu Suri berpikir mengingatnya. Kemudian Hye-myeong bertanya apa Shin juga ingat kata-kata itu. Shin bilang tentu saja dia ingat. Kata-kata itu didengarnya saat dia masih kecil.

Hye-myeong bilang, dia selalu mengingat kata-kata Ibu Suri. Itulah kenapa dia mau membantu mereka yang hidup dalam kemiskinan untuk merubah hidup mereka menjadi lebih baik daripada sebelumnya.

“Kau terus berusaha dengan keras, sementara aku hanya duduk disini seperti orang bodoh dengan memakai rambut palsu ini” keluh Ibu Suri sambil memegangi hiasan sanggulnya. Shin malah mengajak bercanda. Shin bilang, “Kalau begitu, Ibu Suri harus memotong rambut seperti kakak”. Mereka semua tertawa mendengar usul itu.

Hye-myeong mengambil HP-nya dan meminta berfoto dengan Ibu Suri. Ibu Suri senang sekali. Tak berapa lama kemudian, sebuah seruan datang dari luar. Ternyata Ratu sudah ada di depan. Ibu Suri berkata, sebaiknya Hye-myeong tidak bercerita tentang perjalanan Hye-myeong ke Afrika, karena Ibunya bisa cemas mendengarnya. Hye-myeong tertawa mendengar hal itu.

Ratu masuk ke dalam. Ratu memprotes dandanan dan rammbut Hye-myeong. Hye-myeong hanya senyum-senyum saja. Kemudian Hye-myeong langsung memeluk ibunya. Ratu terlihat sangat senang melihat kedatangan Hye-myeong.

“Kau terlihat sangat khawatir sekali karena aku, kan? Ibu?” tanya Hye-myeong. Shin terkejut mendengar kakaknya memanggil Ratu dengan sebutan Ibu. “Ibu? Apa maksudmu? Putri !”  tegur Ratu. Hye-myeong tertawa, kemudian memeluk Ibunya lagi. “Jangan bilang apa-apa. Aku sangat ingin sekali memelukmu seperti ini. Ibu” kata Hye-myeong.

Shin terlihat iri karena kakaknya bisa memanggil Ratu dengan sebutan Ibu. Seperti yang selama ini dia inginkan tapi tak dia dapatkan. Ratu pun tak mengatakan apa-apa lagi. Ratu pun memeluk Hye-myeong penuh dengan kerinduan.

Sementara itu. Hye-jeong sedang berkumpul dan tertawa senang bersama teman baik Ayah Yul. Teman Ayah Yul berkata, Kim Hee-yeon dan Park Hee-yeon sudah banyak membantu mereka. Hye-jeong tahu itu. Itulah kenapa dia mengundang kedua orang itu. Hye-jeong ingin berterimakasih langsung pada mereka.

Mereka berdua berkata. Mereka tidak merasa diperintah. Mereka itu bahkan pernah sekelas dengan Ayah Yul. Itulah kenapa mereka mau membantu Hye-jeong. Jika Hye-jeong ingin memulihkan nama baik Ayah Yul, mereka bersedia membantu kapanpun Hye-jeong butuh dan mengembalikan posisi Ratu dan Putra Mahkota pada Hye-jeong dan Yul seperti yang seharusnya.

Hye-jeong berkata agar mereka tak memanggilnya Ratu, karena dia bukan seorang Ratu lagi. Tapi mereka menyangkalnya. Bagi mereka, Hye-jeong lah yang seharusnya jadi Ratu. Bagi mereka Hye-jeong adalah Ratu mereka. dan sekarang Hye-jeong harus bersiap-siap untuk mendapatkan kembali posisinya sebagai seorang Ratu.

Hye-jeong pulang dengan diantar oleh mereka berdua. Hye-jeong pulang bersama teman baik Ayah Yul. Di dalam mobil Hye-jeong bertanya, benarkah Pangeran sudah pulang dari Thailand. Teman Ayah Yul membenarkan berita itu. Kemudian teman Ayah memberikan beberapa lembar foto pada Hye-jeong.

Foto Shin dan Hyo-rin selama di Thailand. Bahkan ada juga foto saat Hyo-rin mencium Shin di bandara. Hye-jeong tersenyum puas melihatnya.

Malam hari di istana, Raja tidur dengan gelisah. Kemudian Raja terbangun sambil memegangi kepalanya. Ratu ikut terbangun karenanya. Ratu membuatkan teh untuk Raja. “Jika kau tak bisa tidur seperti ini setiap malam karena khawatir, kau bisa jatuh sakit karena harus bekerja keras.

“Setiap aku mengingat kakakku yang sudah meninggal, hatiku begitu hancur dan aku merasa frustasi” ungkap Raja. “Setiap tahun saat peringatan kematian Putra Mahkota Hyo-ryul, kau menjadi lebih sensitive” kata Ratu. “Seandainya saja bukan aku penyebab kecelakaan itu, kakakku meninggal karena aku. Karena aku” sesal Raja. “Tak ada yang bisa kau lakukan dengan kecelakaan itu. Itu bukan salahmu. Kenapa kau masih saja menyalahkan dirimu sendiri setelah sekian lama?” bujuk Ratu.

“Aku adik yang tak bisa melindungi keluarga kakaknya yang di usir keluar dari istana” sesal Raja lagi. “Bukan kau juga yang membuat keputusan itu. Semua itu karena hukum dan atas perintah Raja yang bertahta waktu itu. Mungkin ini semua adalah takdir. Kau selalu mengingat kakakmu sebagai Raja dalam hatimu. Seiring berlalunya waktu, aku melihatmu semakin menderita. Deritamu juga deritaku. Aku bukannya ingin melawan takdir. Jika hal itu bisa membuatmu merasa leih tenang, aku akan melakukannya” kata Ratu dengan sedih.  Ratu kemudian berdiri dan meninggalkan Raja.

Chae-gyeong menuju kediaman Shin. Sampai di depan pintu dia bersin. Kemudian Chae-gyeong ingin masuk ke dalam. Shin sedang sibuk membaca buku di atas kasurnya. “Tok tok” kata Chae-gyeong di depan pintu kamar Shin yang sudah dibukanya sendiri. Shin kaget, kemudian berbalik memandang asal suara.

Chae-gyeong yang kedinginan masuk begitu saja dan duduk di kursi yang ada di samping kasur Shin. “Shin-gun, kau sedang apa?” tanya Chae-gyeong. Shin asyik membaca buku tanpa menghiraukan Chae-gyeong.

“Hari ini dingin sekali. Meskipun aku sudah meminum beberapa obat untuk flu, tapi masih terasa dingin sekali” lanjut Chae-gyeong. Tiba-tiba Chae-gyeong bersin. Shin memandang dengan tatapan tak suka pada Chae-gyeong. “Kamarmu hangat, tak seperti kau” sindir Chae-gyeong sambil senyum-senyum. “Apa kau datang kesini untuk menyebarkan virus flu mu?” tanya Shin. “Bagaimana bisa kau berkata seperti itu” kata Chae-gyeong tak terima. Lalu Chae-gyeong bersin sekali lagi. Shin tertawa karenanya.

“Kau mau masuk?” tawar Shin sambil membuka selimutnya. Chae-gyeong reflek menutupi dadanya. “Berpura-pura terkejut. Kita sudah tidur di kasur yang sama beberapa hari. Kenapa kau masih pura-pura malu? Ada batubara dibawah kasur ini, jadi disini hangat” kata Shin. “Tapi tetap saja!” tolak Chae-gyeong.

Tapi kemudian dia senyum-senyum sendiri. “Bolehkah aku jadi kurang ajar sekali saja?” tanya Chae-gyeong. Chae-gyeong senyum-senyum sambil naik ke atas kasur Shin. Chae-gyeong senang sekali karena disitu hangat. Shin hanya memandangi tingkah aneh Chae-gyeong. Kemudian Chae-gyeong berbaring disamping Shin dan menyelimuti tubuhnya sendiri. Shin tertawa melihat kelakuan Chae-gyeong itu.

“Tapi…Aku dengar ini dari suatu tempat. Apa benar seharusnya aku menikah dengan Yul?” tanya Chae-gyeong. Shin kaget. Dia memandang Chae-gyeong dengan tatapan tak suka. Chae-gyeong agak takut karenanya. Dia pun terdiam.

“Kakek membuat janji untuk pernikahanmu dengan putra mahkota yang akan jadi Raja. Putra mahkota waktu itu adalah Yul dan bukan aku. Kau adalah calon istri Yul saat itu” jelas Shin. “Aku mengerti. Setelah mendengar hal itu, aku sedikit malu kalau bertemu dengannya” kata Chae-gyeong. “Kenapa? Apa kau menyesal sekarang?” tanya Shin dengan kesal. Shin menutup bukunya dengan kasar.

“Jika kau begitu menyesal, kenapa kau tidak…”Shin menoleh ke  arah Chae-gyeong yang ada di sampingnya. Tapi ternyata Chae-gyeong sudah tertidur. Shin menyentuh lembut dahi Chae-gyeong. Dia tersenyum. Shin membenarkan posisi selimut Chae-gyeong. Chae-gyeong dalam tidurnya makin mendekatkan tubuhnya pada Shin. Shin membelai-belai rambut Chae-gyeong dengan lembut. Tak berapa lama kemudian, Shin mengantuk. Tapi dia kaget mendengar seruan dari luar.

Ratu datang dengan marah. Dan saat Ratu masuk, dia kaget melihat Chae-gyeong yang tertidur dalam pelukan Shin. Shin membangunkan Chae-gyeong. Chae-gyeong bangun dan kaget melihat Ratu. Dia jadi salah tingkah. Ratu meminta Park Sang-gung dan para dayang yang tadi ikut bersamanya untuk pergi. Kemudian Ratu mendekati Shin dan Chae-gyeong.

“Apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Ratu. Chae-gyeong mencoba menjawab. Tapi kata-katanya tak lancar.  “Apa maksudmu, Oma Mama? Apa yang kami lakukan? Ini Istana timur,  kenapa kau mengharuskan kami untuk selalu mematuhi perintahmu di istanakami sendiri? meskipun kau seorang Ratu, kau harusnya tahu aturan itu. Dan kami juga tak melakukan sesuatu yang kau pikirkan, jadi jangan khawatir.” kata Shin dengan kasar.  

Chae-gyeong mengangguk mengiyakan dengan penuh ketakutan. “Yang kulakukan hanya menjaganya agar tetap hangat” lanjut Shin. “Kau pikir siapa kau dengan beraninya berteriak seperti itu padaku?” Ratu tak kalah keras bersuara. Chae-gyeong ketakutan karenanya. Melihat Chae-gyeong yang ketakutan, Ratu berusaha menenangkan dirinya. “Bi-gung (Putri Mahkota), keluarlah sebentar” pinta Ratu dengan pelan. Chae-gyeong langsung keluar dari kediaman Shin dan kemudian langsung berlari menuju kediamannya yang terletak di depan kediaman Shin.

“Apa yang ingin kau katakana padaku?” tanya Shin. “Ini gossip yang beredar di Thailand” kata Ratu sambil membanting Koran di atas meja Shin. Shin turun dari kasur dan mengambil Koran itu. Mata Shin terbelalak. Di Koran terbitan Thailand itu, terpampang di halaman depan, foto Shin yang sedang berduaan dengan Hyo-rin!

“Apa berita yang ada disitu benar? Kenapa kau harus melakukan hal itu!?” tanya Ratu. Shin hanya menunduk. “Sekarang ini semua orang sedang memperhatikan setiap gerak-gerikmu. Bagaimana bisa kau lakukan semua ini? Seja, datanglah ke istana utama dan jelaskan kelakuanmu” kata Ratu kemudian.

Ratu keluar dari kamar Shin dengan menggebrak pintu kamar Shin. Sementara Shin bingung. Tak tahu harus bagaimana. Chae-gyeong mengintip ke kamar Shin. Dan dia langsung keluar saat melihat Ratu sudah pergi. Chae-gyeong masuk ke kamar Shin lagi.

Chae-gyeong bertanya kenapa Ratu sangat marah pada Shin. Shin hanya diam. Kemudian Chae-gyeong melihat Koran yang tadi dibawa Ratu. “Berita apa yang muncul sampai…” Chae-gyeong tak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia kaget melihat foto Shin dan Hyo-rin yang terpampang di halaman depan Koran itu.

“Apa ini? Apa kalian bersama di Thailand? Ini tak benar kan?” tanya Chae-gyeong. Shin merebut Koran itu. “Haruskah aku menjelaskan semuanya padamu?” Shin balik bertanya. “Aku hanya penasaran” kata Chae-gyeong. “Kau tak perlu tahu” jawab Shin. “Apa? Aku tak boleh bertanya seperti itu padamu? Jadi seharusnya aku tak berkata apa-apa?” tanya Chae-gyeong dengan kesal.

Ada penyesalan di mata Shin saat dia memandangi Chae-gyeong. “Kau tak perlu khawatir tentang hal ini. Jagalah kesehatanmu daripada kau mencoba mencari tahu tentang sesuatu yang tak berarti” kata Shin. “Kau tak perlu khawatir apa aku sakit atau tidak. Aku sangat sehat. Jadi jangan sok peduli” kata Chae-gyeong dengan mata berkaca-kaca. Chae-gyeong hendak melangkah pergi. Tapi Shin memegangi tangan Chae-gyeong.

“Kau sehat katamu? Kau tahu betapa kau membuat orang-orang di sekelilingmu khawatir??? Apa masalahmu?! Ada apa denganmu? Kenapa kau tak makan dengan teratur?!” bentak Shin. Chae-gyeong melepaskan tangannya dari pegangan Shin. “Kau tak perlu tahu penderitaanku. Kau bahkan tak mau aku bertanya tentang foto ini. Jadi jangan pedulikan aku kelaparan atau tidak!” kata Chae-gyeong. Airmatanya sudah mengalir turun dari pelupuk matanya.

“Shin Chae-gyeong, Kau?” kata Shin. “Aku begitu bodoh. Tanpa tahu kalau kau sedang bersenang-senang dengan Hyo-rin, aku… Aku terus menunggumu, tak nyenyak tidur. Aku merasa kalau aku ini benar-benar bodoh” kata Chae-gyeong kemudian pergi meninggalkan Shin yang terlihat sangat menyesali apa yang sudah dilakukannya.

Hye-jeong sedang minum teh sambil membaca Koran. Yul datang membawa secangkir teh dan kemudian merebut Koran yang sedang dibaca ibunya. Yul bertanya, apa berita yang di Koran itu benar adanya. Ibunya tersenyum dan kemudian menyerahkan sebuah amplop besar pada Yul.

Yul membuka amplop itu dan ternyata isinya foto Shin dan Hyo-rin yang sedang berduaan di Thailand. Tentu saja Yul kaget saat melihatnya. “Kenapa kau begitu terkejut? Apa kau pikir aku tak melakukan apa-apa dan ber yoga dengan tenang?” kata ibunya. “Apa kau yang melakukan semua ini?” tanya Yul. Ibunya menggeleng. “Melakukan apa? Semua terjadi begitu saja” jawab Ibu Yul. Yul tertunduk sedih.

Di sekolah, semua heboh membicarakan tentang foto Shin dan Hyo-rin yang ternyata sudah beredar di internet. Ada yang men-download dan kemudian mencetaknya kemudian menyebarkannya di sekolah. Saat Hyo-rin lewat, mereka membicarakannya. Saat Chae-gyeong tiba di sekolahan dengan wajah pucat, mereka pun membicarakannya.

“Foto tentang Shin dan Hyo-rin yang ada di internet jadi pembicaraan orang-orang dalam beberapa hari. Berita itu jadi semakin menyebar hari demi hari. Dan secara perlahan, tersebarlah keretakan antara hubunganku dengan Shin. Dan pada akhirnya, keluarga kerajaan-lah yang menerima dampak buruk berita itu” batin Chae-gyeong.

Chae-gyeong masuk ke dalam kelas dan duduk dibangkunya. Ketiga sahabatnya yang lebih dulu datang duduk di sekelilingnya. “Shin Chae-gyeong, apa kau baik-baik saja?” tanya Kang-hyeon memecah kesunyian diantara mereka. “Ada apa memangnya?” Chae-gyeong balik bertanya. “Tentu saja tentang Putra Mahkota dan Min Hyo-rin” lanjut Kang-hyeong langsung pada pokok masalahnya.

“Mereka hanya teman” jawab Chae-gyeong. “Tapi gadis itu yang menggoda suamimu terlebih dahulu” kata Hee-sung. “Itu benar, meskipun dia bilang kalau dia tak sengaja bertemu dengannya di luar negeri, harusnya dia tak bertemu dengan Shin secara pribadi karena dia itu seorang Pangeran” tambah Sun-yeong.

“Ada apa dengan wajahmy?” tanya Kang-hyeon yang cemas melihat wajah pucat Chae-gyeong. “Aku hanya lelah dan aku belum makan” jawab Chae-gyeong. “Hubunganmu dengannya baik-baki saja kan?” tanya Kang-hyeon lagi. “Apa kami pernah berhubungan baik?” Chae-gyeong malah balik bertanya. Hee-sung dan Sun-yeong malah tertawa. Kang-hyeon memandang mereka berdua dengan marah. Mereka pun terdiam.

Chae-gyeong termenung sendirian di depan kelasnya sambil memandang dengan sedih ke bawah. Saat berbalik, Chae-gyeong melihat Hyo-rin yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Chae-gyeong pun berjalan menghampiri Hyo-rin. Awalnya Hyo-rin kaget. Tapi kemudian dia tersenyum meremehkan Chae-gyeong. Hyo-rin menyapa Chae-gyeong, kemudian meniggalkan Chae-gyeong. Tapi langkahnya terhenti. Chae-gyeong bilang ada sesuatu yang perlu mereka bicarakan.

Hee-sung dan Sun-yeong berlari tergesa-gesa di koridor sekolah menuju kelas mereka. mereka langsung heboh di depan Kang-hyeong dan berteriak kalau ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi. Kang-hyeon kaget melihat tingkah mereka.

“Putri kita sedang bersiap-siap berperang melawan Hyo-rin” teriak mereka berdua. Seluruh kelas kaget mendengarnya. Hee-sung dan Sun-yeong langsung pergi lagi. Kang-hyeon dan teman sekelas Chae-gyeong yang lain ikut berlari menyusul mereka. Tapi kemudian dia berbalik lagi dan memandang Yul yang hanya duduk diam. “Apa kau tak ikut?” tanya Kang-hyeon. Yul langsung menutup bukunya, kemudian mengikuti Kang-hyeon dan teman-teman Chae-gyeong yang lain.

Sementara itu, Kang-in juga berlari dengan tergesa-gesa menuju kelasnya. Dia bilang ada berita besar. Sekarang sedang ada pertandingan besar antara Shin Chae-gyeong dengan Min Hyo-rin. Jang-gyeong kaget mendengarnya. Shin hanya melihat sekilas. Tapi kemudian dia asyik lagi berkutat dengan buku yang sedang dibacanya.

Jang-gyeong langsung berdiri dan pergi. Shin hanya diam. Makanya Kang-in bertanya, apa Shin tak mau pergi? Apa Shin tak ingin melerai mereka berdua? Shin masih diam tak beranjak dari tempat duduknya. Jadi Kang-in kemudian pergi berdua dengan Ryu-wan. Sementara Shin termenung sendirian di kelasnya.

Chae-gyeong berdiri berhadapan dengan Hyo-rin di sebuah piano. Mereka bicara di ruang musik. “Kau sekarang pasti sedang berada dalam posisi sulit. Apa orangtuamu tak berkata apapun tentang hal ini? Kau kan hanya sebentar bertemu dengannya saat kau kebetulan pergi kesana. Tapi semua orang malah membesar-besarkan gossip itu, jadi…” kata Chae-gyeong. 

“Tahan! Tunggu sebentar!” teriak Sun-yeong dari luar ruang musik. “Kami akan melindungi Putri” tambah Hee-sung. “Apa kau orang yang mencoba menggoda Pangeran?!” teriak Kang-hyeon tak mau kalah. Padahal Kang-hyeong biasanya hanya diam saja. Mereka terus saja berteriak agar Chae-gyeong mundur dan mereka yang akan menghadapi Hyo-rin.

Chae-gyeong merasa bersalah pada Hyo-rin, “Maafkan aku. Kurasa teman-temanku salah paham” pintanya. “Ngomong-ngomong, apa yang ingin kukatakan adalah, saat kau sedang berjalan, aku ingin bilang…” kata-kata Chae-gyeong diputus oleh Hyo-rin.

“Kata-kata ‘kebetulan’ mu itu salah. Aku datang ke Thailand memang sengaja untuk bertemu Shin. Di Korea, kalian berdua sebagai suami istri selalu bersama, jadi aku tak bisa mengatakan apa yang ingin kukatakan. Ada banyak hal yang ingin kukatakan padanya. Tapi setelah pernikahan itu, semuanya jadi lebih sulit” kata Hyo-rin dengan tennag.

“Tapi kami sudah menikah” kata Chae-gyeong dengan lesu. Wajah Chae-gyeong semakin pucat. “Kau mungkin yang menikah dengannya , tapi aku yang pertama kali dilamarnya. Yang disukainya pertama kali adalah aku, Min Hyo-rin” Hyo-rin tak mau kalah. “Jika pada awalnya seperti itu, kenapa kau baru mengatakannya sekarang?” tanya Chae-gyeong.

“Karena aku tak mau dikenal sebagai Min Hyo-rin yang dulu. Seperti orang bodoh, aku kehilangan cintaku. Hal semacam ini cukup terjadi sekali saja. Aku tak tahu apa saja yang telah kalian berdua lakukan. Tapi sepertinya dia sangat menerima kehadiranku” kata Hyo-rin.

Chae-gyeong memejamkan matanya. “Apa katamu?” tanya Chae-gyeong. “Berkata seperti ini di hadapanmu membuatku merasa aku ini seperti seorang nyonya” kata Hyo-rin dengan sinis. “Apa? Bagaimana kau bisa mengkonotasikan seperti itu?  Kau itu bicara apa?” tanya Chae-gyeong yang tak mengerti maksud Hyo-rin.

“Aku tak tertarik dengan posisi sebagai Putri Mahkota. Bagiku, aku sudah puas hanya dengan mendapatkan Shin” ungkap Hyo-rin. “Ini aneh sekali. Kenapa semuanya jadi terlihat kabur?” batin Chae-gyeong. Chae-gyeong memegangi kepalanya yang terasa pusing. “Maaf. Kita bicara lain waktu…” kata Chae-gyeong kemudian. Chae-gyeong mencoba melangkah keluar. Dia mendekati Hyo-rin dan kemudian terjatuh di pelukan Hyo-rin. Hyo-rin kaget karenanya.

Kang-hyeon, Hee-sung, Sun-yeong dan juga Yul refleks berteriak dan lari dengan tergesa-gesa menghampiri Chae-gyeong. Yang lainnya hanya bisa mengintip dari pintu ruang musik. Kang-hyeon dan yang lain terus memanggil-manggil Chae-gyeong. Tapi Chae-gyeong masih belum sadar juga. Seseorang datang mendekati mereka.

Ternyata Shin. Shin meminta mereka semua untuk menyingkir. Dia kemudian mengangkat tubuh Chae-gyeong diiringi tatapan kaget Hyo-rin yang sama sekali tak dilirik oleh Shin. Shin menggendong Chae-gyeong sampai ke mobil yang ada di bawah, kemudian pulang menuju istana.

Hyo-rin menunduk memandangi kepergian Shin. Yul terdiam di depannya. “Apa dia sedang mengadakan pertunjukkan” sindir Kang-in pada Hyo-rin. Dia tak suka dengan tingkah Hyo-rin itu.

Dayang di kediaman Chae-gyeong sedang sibuk membawakan handuk basah. Shin merawat Chae-gyeong dengan sabar.

Yul menemui Hyo-rin di kelasnya. “Bagaimana ini? Bagaimana rasanya jadi orang yang tak terkenal?” sindir Yul. “Sebutan ‘Pacar Putra Mahkota’ benar-benar sangat berat. Aku baru menyadarinya sekarang” jawab Hyo-rin. “Apa kau perlu mengatakan itu semua pada Chae-gyeong?” tanya Yul. “Aku menyebabkan saudara iparmu menjadi terluka. Kupikir kau pasti membenciku kan?” Hyo-rin balik bertanya. “Jangan melukai Chae-gyeong” ucap Yul. “Kau tak ingin berterimakasih padaku?” tanya Hyo-rin lagi. “Apa?!” kata Yul dengan jengkel.

“ Jika hal seperti ini lebih sering terjadi, kau akan mudah menjadi seorang Putra Mahkota. Bukankah itu yang kau inginkan?” lanjut Hyo-rin. “Aku tak ingin mendapatkannya dengan metode seperti itu” jawab Yul. “Aku akan melakukannya untuk masa depanku sendiri. Shin bahkan tadi sama sekali tak memandangku.  Dia belum pernah seperti itu. Aku merasa kalau dia tak melihatku ada disana. Aku merasa tak nyaman” kata Hyo-rin. “Apapun itu, kau akan mendapatkan yang kau inginkan” sindir Yul, kemudian pergi meninggalkan Hyo-rin yang memandangnya dengan tatapan bingung.

Hye-myeong masuk ke dalam kamar Chae-gyeong. Dia tersenyum saat dilihatnya Shin sedang sibuk merawat Chae-gyeong yang tertidur. “Bagaimana keadaannya?” tanya Hye-myeong. “Panasnya agak turun sedikit. Dia sedang tidur sekarang” jawab Shin dengan sedih. “Kalau begitu, kau mau ngobrol denganku?” tawar Hye-myeong. Shin mengangguk mengiyakan. Shin membenarkan selimut Chae-gyeong, menyentuh pipi Chae-gyeong dengan lembut, kemudian membelai rambut Chae-gyeong dan setelah itu mengikuti kakaknya ke kediaman kakaknya.

“Kau tak perlu terlalu khawatir dengan foto yang beredar di surat kabar. Ibu dan Pegawai Kerajaan akan mengurus hal itu. Kau bisa belajar dari insiden ini” hibur Hye-myeong. Shin hanya diam sambil menikmati teh yang diseduhkan untuknya. “Saat aku mendengar berita kalau kau menikah, kupikir kau menikahi wanita itu (Hyo-rin)” lanjut Hye-myeong. “Aku sudah melamarnya” kata Shin. “Lalu?” tanya Hye-myeong. “Aku ditolak olehnya” jawab Shin.

“Apa? Benarkah? Putra Mahkota Lee Shin ditolak?” tanya Hye-myeong sambil tertawa. Shin tak marah. Dia malah ikut tertawa. “Aku bahkan tak sempat berkata apa-apa. Aku ditolak begitu saja” lanjut Shin. “Wah!” celetuk Hye-myeong. “Tapi aku berterimakasih padanya. Aku tak mau seseorang yang kusukai hidup dengan kehidupan yang membosankan seperti hidupku. Hyo-rin berpikir dan dia menginginkan banyak hal dalam impiannya, jadi dia tak mau jadi boneka di istana” cerita Shin.

“Lalu bagaimana dengan Chae-gyeong?” tanya Hye-myeong. “Saat pertama kali, kupikir dia kan baik-baik saja. Tapi sepertinya tak seperti yang kupikirkan. Dia terlahir tanpa kemampuan sebagai boneka di istana. Hal yang membosankan dan membuatku lelah malah membuat Chae-gyeong tertarik. Dari apa yang kulihat, bukan dia yang dikendalikan oleh istana. Tapi istana lah yang dikendalikan olehnya. Itulah kenapa dia tak mungkin jadi boneka di istana” cerita Shin. Shin terlihat senang dan bersemangat bercerita tentang Chae-gyeong.

“Benarkah seperti itu. Apapun itu, berarti dia itu pengecualian” kata Hye-myeong. “Ya, dia memang pengecualian” jawab Shin. “Apa itu? Apa kau sudah mulai menyukainya?” tanya Hye-myeong lagi. Shin tersedak karena kaget mendengar apa yang baru saja dikatakan kakaknya. Dia menjawab dengan gugup, “Apa yang kau pikirkan? Ini pernikahan politik” kata Shin.

Hye-myeong tertawa. “Dua orang yang tak saling mencintai menikah, tapi itu bukan berarti mereka tak saling mencintai selamanya kan?” tanya Hye-myeong. Shin memandang malu-malu pada kakaknya. “Aku tlah mengelilingi dunia selama 2 tahun. Dan aku belajar banyak hal. Bagi kebanyakan orang, cinta masih jadi hal yang penting. Ada begitu banyak cara untuk mengekspresikan cinta, hal yang paling penting adalah cinta itu sendiri.” cerita Hye-myeong.

Shin menghela nafas. “Aigo… Shin kita juga akan menerima cinta yang seperti itu kan?” kata Hye-myeong lagi. Shin tertawa mendengarnya. “Oi, kau seperti pendeta saja” ledek Shin. “Seorang pendeta? Seorang pendeta juga bukan sesuatu yang buruk” kata hye-myeong. Mereka tertawa.

Sementara itu, di kediaman Chae-gyeong, Yul sudah ada disana untuk membezuk Chae-gyeong. Dia membawakan tanaman dalam pot untuk Chae-gyeong. Kedua dayang Chae-gyeong meminta maaf karena telah membuat Yul menunggu lama. Mereka bilang Chae-gyeong baru saja minum obat dan sekarang tidur. Dan juga Putra Mahkota tak ada di tempat, jadi mereka tak bisa mengijinkan Yul masuk ke kamar Chae-gyeong. Yul bilang tak apa-apa. Dia akan menunggu.

Di dalam kedua dayang Chae-gyeong malah bergosip tentang Yul. Mereka bilang kalau Yul lebih baik daripada Putra Mahkota. Karena Yul lebih perhatian dan sayang pada Chae-gyeong. Yul memandangi mereka. dan kemudian pelan-pelan bangkit dan pergi menuju kamar Chae-gyeong.

Yul pelan-pelan membuka pintu kamar Chae-gyeong dan masuk ke dalam sambil membawa tanaman yang dibawanya. Dia tersenyum memandangi Chae-gyeong yang sedang tertidur. Tiba-tiba didengarnya Chae-gyeong mengigau, “Sakit sekali, tolong usap-usap punggungku, Ibu…Ibu…”. Yul memandang Chae-gyeong dengan sedih.

Tiba-tiba Chae-gyeong membuka matanya. Dia kaget dan mengerjap-kerjapkan matanya saat melihat Yul ada di dalam kamarnya. “Yul-gun?” kata Chae-gyeong sambil berusaha untuk bangkit dari tidurnya. Yul duduk di pinggir tempat tidur Chae-gyeong. “Bagaimana bisa kau masuk kesini?” tanya Chae-gyeong. Yul hanya tersenyum memandangi Chae-gyeong.

“Aku kesini untuk mengunjungimu yang sedang sakit” jawab Yul. Tiba-tiba Chae-gyeong batuk. “Ini tanaman mint, orang menyebutnya apel mint. Ini sangat bagus untuk flu” kata Yul sambil menyodorkan tanaman yang dibawanya. Chae-gyeong senang menerimanya, kemudian mencium tanaman itu, “Baunya sangat enak” begitu kata Chae-gyeong. Yul tersenyum mendengarnya.

“Apa kau merasa baikan?” tanya Yul. Chae-gyeong mengangguk. “Yul-gun satu-satunya yang peduli padaku, terimakasih” ucap Chae-gyeong. Yul hanya terdiam memandangi Chae-gyeong. “Disini sesak sekali, aku ingin menghirup udara segar” kata Chae-gyeong. Mereka pun pergi keluar.

“Segar sekali. Aku seperti baru terlahir kembali” ucap Chae-gyeong. “Itu bagus” kata Yul. “Terus ada di kasur sepanjang hari membuatku merasa seperti orang terlemah di dunia” kata Chae-gyeong. “Di masa mendatang, jangan sakit lagi. Saat kau sakit, aku juga merasakan hal yang sama” pinta Yul. Chae-gyeong hanya tersenyum.

Shin masuk ke dalam kamar Chae-gyeong dan mendapati Chae-gyeong tak ada disitu. Yang ada hanya tanaman yang tadi dibawa oleh Yul. Kedua dayang Chae-gyeong juga kaget melihat Chae-gyeong yang tak ada disitu. Shin terus memandangi tanaman yang dibawa Yul dengan kesal. Kemudian dia memandang keluar dan tambah jengkel karenanya. Shin melihat Chae-gyeong dan Yul yang sedang ngobrol berdua. Shin pun menghampiri mereka berdua.

“Kau datang” sapa Yul. “Apa yang sedang dilakukan orang sakit di luar sini” ucap Shin dengan sinis. “Hei, Shin-gun, kaulah yang membuatku jadi sakit. Ini ketidak beruntunganku karena aku bersamamu. Kau bahkan tak datang untuk menjengukku” kata Chae-gyeong tak kalah sengit. “Diam kau, kau pikir siapa yang membawamu ke istana? Kau tahu betapa beratnya dirimu? Kuruskan badanmu sedikit saat kau punya waktu” Shin tak terima dimarahi Chae-gyeong di depan Yul. 

“Apa benar kau yang menggendongku kemari?” tanya Chae-gyeong sambil senyum-senyum malu. “Kenapa kau tak bilang dari awal?” lanjut Chae-gyeong lagi. Chgae-gyeong memukul bahu Shin dengan manja. Shin menyeret Chae-gyeong untuk masuk ke dalam. Menyuruh Chae-gyeong minum obat dan kemudian pergi tidur. Shin menutup pintu kediaman Chae-gyeong dan berjaga di depan diiringi teriakan kesal Chae-gyeong yang tak suka diperlakukan seperti orang yang sakit parah.

“Begitu kau dengar Bi-gung Mama sakit, kau langsung datang kesini. Kapan kau kemari?“ tanya Shin pada Yul. Yul tak sempat menjawab karena Chae-gyeong menjengukkan kepalanya keluar dari pintu. Dan malah mengajak Shin maen. Kemudian bertanya kenapa hanya bicara berdua, apa ada yang Shin dan Yul sembunyikan? Shin yang kesal menutup pintu kediaman Chae-gyeong hingga membuat kepala Chae-gyeong terjepit. Chae-gyeong mengaduh kesakitan. Shin mendorong kepala Chae-gyeong masuk ke dalam dan kemudian menutup pintunya lagi.

“Aku tak yakin dia benar-benar sakit untuk bisa kau kunjungi” sindir Shin. “Dia mungkin terlihat kuat. Tapi sebenarnya dia sangat merindukan ibunya. Dia menyebut nama ibunya dalam tidurnya” jawab Yul. “Sepertinya hatimu sudah termakan kata-katanya. Dia jadi seperti itu karena aku kurang memperhatikannya. Kenapa? Apa itu jadi masalah buatmu?” kata Shin.   

Yul hanya menghela nafas. “Bagaimanapun juga, jika kau benar-benar sangat khawatir padanya, kau harusnya tak membiarkan dia berdiri disini dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam” tambah Shin. Saat Shin berbalik, ternyata Chae-gyeong masih ada disitu dan over acting. Shin langsung masuk ke dalam hingga membuat Chae-gyeong langsung lari masuk ke kamarnya. Shin masuk ke dalam sambil membanting pintu. Yul sedih melihatnya.

“Seorang adik berkabung untuk kakaknya. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi semua ini? Hye-jeong, apa kau tahu bagaimana cara untuk mengatasi masalah ini?” tanya Ibu Suri saat dia berdua bersama Hye-jeong di sebuah taman istana.

“Masalah ini datang terlalu tiba-tiba. Aku sudah menguburnya jauh di dalam hatiku 14 tahun yang lalu. Dan seiring berlalunya waktu, dia semakin dilupakan orang. Hatiku sakit karena hal itu” jawab Hye-jeong. “Itu benar. Apa yang mendiang Raja inginkan adalah memprosesnya dengan upacara “Chu-jeon (Upacara Pemakaman Raja)” secepatnya. Tapi masalahnya adalah perubahan status kau dan anakmu akan membuat semua orang sakit kepala” tambah Ibu Suri kemudian.

“Aku benar-benar tak tahu banyak tentang politik. Tapi aku tahu bahwa Anda tak pernah melupakan kami dan anda masih selalu mengingat kami. Aku sungguh-sungguh berterima kasih” kata Hye-jeong. Ibu Suri hanya bisa menghela nafas.

Hye-jeong sedang berbincang-bincang dengan seorang dayang senior. Dayang itu mengatakan kalau dia akan menangani masalah tentang Ibu Suri. Dia bahagia bisa membantu Hye-jeong. Seandainya saja suami Hye-jeong masih hidup, dia pasti akan jadi seorang Raja yang hebat.

Ibu Suri di kediamannya sedang sibuk membenahi sanggulnya bersama seorang dayang senior. Dayang yang tadi berbicara dengan Hye-jeong. Dayang itu berkata kalau selama 14 tahun ini Hye-jeong telah memenuhi peraturan istana, dan menyerahkan tampuk pimpinan kerajaan. Dan telah pergi meninggalkan istana bersama Yul.

Ada penyesalan di mata Ibu Suri. “Ya, memang seperti itu. Aku tak tahu kenapa Raja terakhir begitu marah dan dingin. Aku bahkan tak sempat bertanya tentang hal itu. Bagaimana bisa Raja membuat keputusan yang begitu membingungkan seperti itu? Diantara 2 orang anak, saudari ipar dan anak-anak. Aku benar-benar tak tahu apa yang harus aku lakukan”ungkap Ibu Suri.

“Yang Mulia. Mendiang Raja sudah tidak ada disini lagi” kata dayang senior itu. “Apa maksudmu, Seo Sang-gung?” tanya Ibu Suri pada dayang senior itu. “Yang Mulia, yang ingin hamba katakana adalah, semua kekuasaan tertinggi sekarang ini milik Yang Mulia” kata Seo Sang-gung. Ibu Suri mengangguk. Dia mengerti hal itu.

“Jika semua ini terus berlangsung, perseteruan hanya akan semakin tegang diantara kedua belah pihak yang terlibat. Sebelum hal itu terjadi, Ibu Suri yang punya kekuasaan tertinggi, harus membuat pilihan. Itulah satu-satunya cara untuk mengembalikan kedamaian dalam Keluarga Kerajaan. Jawabannya ada dalam hati anda, Yang Mulia” tambah Seo Sang-gung lagi. “Jawabannya ada dalam hatiku… “ kata Ibu Suri menerawang apa yang sebenarnya dimaksud oleh Seo Sang-gung.

Chae-gyeong terbatuk-batuk di atas kasurnya. Ternyata Shin menunggui Chae-gyeong dan duduk tak jauh dari kasur Chae-gyeong. Begitu mendengar suara batuk Chae-gyeong, Shin langsung berdiri dan berjalan menghampiri Chae-gyeong. Shin duduk di sisi tempat tidur Chae-gyeong.

“Apa kau sudah bangun?” tanya Shin. Chae-gyeong mulai membuka matanya. “Bagaimana perasaanmu?” tanya Shin lagi. Chae-gyeong mencoba bangun dari tidurnya. Shin membantu memegangi Chae-gyeong. “Apa kau merasa ingin memakan sesuatu?” tanya Shin dengan lembut. Chae-gyeong bilang dia tak ingin makan apapun. “Apa yang harus aku lakukan agar kau mau makan?” tanya Shin beberapa saat kemudian sambil memegangi dahi Chae-gyeong. Tapi Chae-gyeong malah mundur ke belakang.

Lalu terdengar suara berisik yang sangat di kenal oleh Chae-gyeong. Chae-gyeong melihat ke arah datangnya suara. Ternyata Ayah dan Ibunya yang datang membezuk Chae-gyeong. Tentu saja Chae-gyeong sangat gembira melihat kedatangan mereka. Tapi sayangnya  Chae-jun tak bisa ikut. Dia sedang keluar bersama teman-temannya. Shin tersenyum senang melihatnya. Shin pergi meninggalkan mereka agar Chae-gyeong dan keluarganya bisa leluasa berbicara.

Ternyata Ayah Chae-gyeong membawa banyak sekali makanan favorit Chae-gyeong. Chae-gyeong bilang, dia akan langsung berubah jadi gemuk setelah memakan semua makanan yang dimasakkan oleh ayahnya. Tapi Chae-gyeong sangat senang menerima semua makanan yang dibawa orangtuanya. Ibunya berbicara pada dirinya sendiri, “Melihat selera makannya yang begitu besar, apa benar dia itu sedang sakit?”.

Setelah itu, ortu Chae-gyeong ngobrol bersama Shin. “Putra Mahkota. Kurasa tak ada masalah jika Chae-gyeong kembali ke rumah untuk sementara waktu, kan?” tanya Ayah Chae-gyeong. “Itu benar, Yang Mulia. Bersama dengan keluarganya akan membuatnya beristirahat dengan tenang dan membuatnya cepat pulih” tambah Ibu Chae-gyeong.

“Maafkan aku, tapi aku takut hal itu tak bisa dilakukan. Dia mungkin akan merasa baikan saat dia pulang ke rumah. Tapi jika dia sakit lagi seperti ini, apa dia harus pulang terus ke rumahnya?” kata Shin. Kedua ortu Chae-gyeong tak bisa berkata apa-apa. “Aku sangat bingung. Aku butuh dia ada disampingku sekarang” kata Shin. “Yang Mulia, Ratu sudah setuju dengan usul itu” kata Ibu Chae-gyeong.

“Chae-gyeong itu istriku. Kami memilih pilihan kami sendiri. di istana ini, kami punya pengobatan tercanggih untuk menjaganya, jadi jangan terlalu khawatir” kata Shin kemudian. Dua dayang Chae-gyeong mengatakan kalau Ibu Suri menunggu untuk bertemu dengan ortu Chae-gyeong sebelum mereka pulang.

Chae-gyeong di dalam kamarnya mendengar semuanya. “Kau mungkin merasa kalau aku ini kejam dan dingin, tapi aku masih harus mengatakan hal ini…Penjaga Chae-gyeong sekarang ini bukanlah Ayah dan Ibu Mertua melainkan aku sendiri” ucap Shin. Chae-gyeong kecewa mendengarnya. Shin masuk ke dalam kediaman Chae-gyeong lagi.

Ibu Suri ingin bertemu ortumu, jadi mereka pergi menemuinya sekarang” kata Shin pada Chae-gyeong. Shin duduk kembali di kursinya tadi dan meneruskan membaca bukunya. Chae-gyeong yang kesal pada Shin berusaha bangun kemudian melempar sebuah bantal ke arah Shin. Shin hanya diam.

“Dasar laki-laki jahat. Kau pikir siapa kau, berbicara pada ortuku seperti itu? Mereka memohon padamu karena mereka peduli padaku. Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu pada mereka?” maki Chae-gyeong. “Semua ini tak bisa terselesaikan, lebih baik menyelesaikannya secepatnya. Untuk orang sepertimu, jika kau pulang sekali, kau akan berpikir untuk keluar lagi dan kau akan terlibat kesulitan dengan hal itu lagi. Dan itu akan membuatku terlibat dalam masalah. Itulah kenapa kau tak mengijinkan hal itu” kata Shin.

“Mengijinkan? Kenapa semua yang aku lakukan harus disetujui olehmu? Bukankah kau juga hidup semaumu?  Kau bisa bertemu dengan siapapun yang kau inginkan” sindir Chae-gyeong. “Apa kau bertanya karena kau benar-benar tak tahu? Sepertinya kau salah paham. Hidup di dalam dan di luar istana adalah dua dunia yang berbeda. Di luar istana, laki-laki dan perempuan sederajat, tapi kau tinggal disini…Semuanya, dari  arsitektur sampai dekorasi semuanya berdasarkan tradisi. Walaupun itu sudah lama berlaku, tapi hal itu tak dapat dihilangkan. Setidaknya disini, hal itu masih harus sepenuhnya ditaati. Dan menurut tradisi itu, seorang istri harus menuruti suaminya sepenuhnya. Apa kau mengerti? Ingatlah untuk makan tepat waktu” ceramah Shin panjang lebar, kemudian meninggalkan kediaman Chae-gyeong. Chae-gyeong hanya bisa memaki Shin pelan-pelan. “Dasar laki-laki brengsek! Dasar orang jahat” maki Chae-gyeong.

Shin menutup pintu kamar Chae-gyeong dengan perlahan. Shin masuk ke kediamannya dan bersandar di pintu masuk. “Jika aku membiarkanmu pergi…Kau pasti akan…Tak akan kembali lagi kesini” kata Shin pada dirinya sendiri.

Sementara itu, ortu Chae-gyeong sedang ngobrol bersama Ibu Suri dan Hye-myeong. Ayah Chae-gyeong merasa tertarik dengan Hye-myeong. Sudah banyak berita yang ayah Chae-gyeong baca tentang Hye-myeong. Ayah Chae-gyeong memuji Hye-myeong sebagai putri yang hebat. Ibu Chae-gyeong terlihat agak cemburu karenanya. Kemudian mereka membicarakan tentang selera makan Chae-gyeong. Ayah Chae-gyeong memberikan masukan beberapa makanan yang disukai oleh Chae-gyeong.

Sementara itu, di apartemennya, Yul sedang melihat foto-foto yang dicetak oleh ibunya. Tentang Hyo-rin dan Shin saat mereka berdua ada di Thailand. Yul merasa kalau semua ini terlalu cepat. Dia takut kalau dia tak siap mental untuk menghadapi semua ini. Ibu Yul emosi mendengarnya. Bukankah Yul sudah menerima pendidikan di Inggris untuk menjadi seorang Putra Mahkota selama 14 tahun ini. Bagaimana bisa Yul berkata seperti itu.

Yul membela diri. Kalau hanya dengan foto-foto itu, takkan cukup untuk melengserkan posisi Shin sebagai Putra Mahkota. Untuk proyek Ibunya dengan Hyo-rin, rasanya waktunya tidak tepat. Mungkin mereka akan bisa masuk ke istana dengan mudah, tapi begitu foto ini diekspos, Hyo-rin akan berada di ambang kesulitan. Jadi semuanya harus dipertimbangkan, ditunda. Kalau sudah tiba saatnya untuk memindahkan posisi Shin sebagai Putra Mahkota, Yul akan melakukannya sendiri. Kalau saat itu tiba, Ibunya bahkan takkan bisa menghentikan tindakan Yul.

“Anakku berpikir lebih membingungkan dari pada aku. Baiklah, aku setuju mendengar saranmu. Aku selalu berpikir untuk melewati perang ini sendirian” ungkap Ibu Yul. Tiba-tiba ada yang memanggil Hye-jeong dengan sebutan guru. Itu pasti Hyo-rin. Hye-jeong bangkit untuk menemui Hyo-rin. Meninggalkan Yul sendirian.

Hye-jeong menyeduhkan teh untuk Hyo-rin. Mereka membicarakan tentang Hye-jeong dan Yul yang akan segera pindah ke dalam istana. Hyo-rin mengucapkan selamat untuk Hye-jeong. Hye-jeong bilang terlalu awal untuk mengucapkan selamat. Tapi dia senang karena Hyo-rin begitu perhatian padanya. Hye-jeong bilang dia akan sering-sering mengundang Hyo-rin untuk masuk ke dalam istana.

Di istana, Shin memandangi Chae-gyeong yang duduk membelakanginya sambil menelepon seseorang. Chae-gyeong bilang kalau dia baik-baik saja dan dia sebentar lagi akan sembuh. “Anak yang paling berharga, Shin Chae-gyeong sangat sehat disini. Apa kau tak tahu? Aku makan makanan yang terbaik dan mendapatkan pengobatan yang terbaik. Tapi akan lebih baik lagi jika kau ada disampingku. Jika aku ada di rumah, aku akan sembuh hanya dalam waktu sehari. Tapi jika disini, aku harus menunggu beberapa hari untuk sembuh. Percayalah aku baik-baik saja sekarang. Ibu juga harus menjaga kesehatan” ungkap Chae-gyeong.

Chae-gyeong menutu teleponnya, Shin mendekati Chae-gyeong dan kemudian duduk di samping Chae-gyeong. Shin senang karena Chae-gyeong hari ini terlihat lebih sehat. Tapi tetap saja Shin memakai kata-kata kasar untuk mengungkapkannya. Shin juga meledek Chae-gyeong yang terus saja menyebut nama ibunya dalam igauannya.

“Sekarang ini adalah giliranku untuk terus menjadikanmu sebagai sanderaku. Setiap saat kau berpikir ingin pulang ke rumah, aku juga ingin mengikutimu. Tapi statusku sebagai seorang Putra Mahkota tak mengijinkanku melakukan hal itu. Ini karena aku ingin memperkuat posisiku sebagai Putra Mahkota. Setidaknya, dalam beberapa saat ini, aku tak ingin tertulis dalam sejarah sebagai seorang Putra Mahkota yang tak berguna” ungkap Shin.    

“Apa maksudmu beberapa saat ini?” tanya Chae-gyeong yang tak mengerti apa maksud Shin. “Hal itu akan terjadi dalam satu atau dua tahun dari sekarang” jelas Shin. “Apa?” tanya Chae-gyeong yang masih juga tak mengerti. “Aku akan menyerahkan posisiku sebagai Putra Mahkota” jawab Shin. Chae-gyeong terlihat kaget mendengarnya.

Bersambung…………………………