“Kau
itu bicara apa? Kenapa kau bilang selama kau masih jadi seorang Putra
Mahkota?” tanya Chae-gyeong yang tak mengerti maksud Shin. “Dua atau 3
tahun dari sekarang” jawab Shin. “Apa?” Chae-gyeong tambah tak mengerti.
“Aku akan menyerahkan posisiku sebagai seorang Putra Mahkota” lanjut
Shin. “Maksudmu itu apa?” Chae-gyeong masih saja bertanya.
“Jika
aku menyerah sekarang, mereka akan menganggapku sebagai seorang remaja
yang mencoba memberontak. Jadi, aku harus menunggu sampai mereka
menganggap serius kata-kataku sebelum aku megatakannya pada mereka. Aku
akan dimaafkan untuk belajar di luar negeri dan meninggalkan tempat ini
selamanya. Lagipula ada orang yang lebih cocok jadi seorang Pangeran
daripada aku. Dan saat itu kau bisa mendapatkan kembali kebebasanmu dan
bisa meninggalkan tempat ini” jelas Shin.
“Akankah
itu semudah yang kau katakan?” tanya Chae-gyeong. “Anggap saja ini
karena aku benci mendengarmu yang selalu berkata ingin pulang ke rumah.
Aku pasti akan mengembalikanmu ke rumah. Jadi jangan terlalu khawatir.
Jika kau bisa bersabar selama beberapa tahun, aku pasti akan
mengembalikanmu ke rumah. Jadi kumohon atasilah semua ini dan tetaplah
ada disampingku” tambah Shin. Shin bangkit dan meninggalkan Chae-gyeong
yang masih kebingungan.
Shin
berbicara dengan ayahnya tentang peringatan kematian pamannya. Kalau
memperingati kematian pamannya, itu bukan berarti mengembalikan posisi
Yul dan Ibunya untuk kembali menduduki tahta. Mereka hanya berhak untuk
mendapatkan gelar dan menempati istana tempat dulu mereka tinggal. Jika
mereka menunggu peringatan kematian pamannya sampai Shin jadi Raja, hal
itu akan terasa sia-sia. Jadi tak apa-apa kalau peringatan kematian
pamannya diperingati secepatnya dan mengijinkan Yul dan Ibunya untuk
tinggal di istana.
Raja
senang dengan Shin yang memeikirkan semuanya dengan detail dan Raja
menyetujui usul Shin. Keluarga Kerajaan bukan hanya masalah anggota
keluarga kerajaan saja, tapi juga media dan publik. Jadi sekarang,
masalah satu-satunya adalah Chu Jeon (rencana peringatan kematian
anggota keluarga Fkerajaan) paman Shin dan melaksanakannya sesuai
prosedur dalam istana.
Chae-gyeong
berlari di dalam istana menuju ke suatu tempat diikuti oleh kedua
dayang setianya. Chae-gyeong menonton Shin yang sedang berlatih anggar.
Chae-gyeong melambaikan tangannya pada Shin, tapi Shin cuek. Malah saat
ada seseorang yang ternyata guru anggar Shin, Shin menyambutnya dengan
hangat.
“Kau
selalu berbeda dan seperti berada di suatu tempat lain. Apa benar kau
hanya bisa memikirkan perasaanmu sendiri? Apa benar sekarang ini sudah
tak ada harapan lagi bagimu” batin Chae-gyeong.
Chae-gyeong
mengintip kamar Shin dan membawa sesuatu. Chae-gyeong menyapa Shin dan
kemudian masuk ke kamar Shin. Shin sedang berkutat dengan laptop-nya.
“Apa kau sedang menulis scenario?” tanya Chae-gyeong pada Shin.
Chae-gyeong kemudian bertanya, jika Shin harus memilih antara jadi
seorang Sutradara atau seorang Raja, mana yang akan dipilih oleh Shin.
Chae-gyeong bilang, menurut apa yang di dengarnya, kalau sudah jadi
Raja, akan sulit untuk jadi seorang Sutradara.
Shin
menanggapinya dengan dingin. “Itu kalau kau yang mengalaminya. Jadi
keduanya bukan hal yang sulit untukku. Kalau kau yang menginginkan
cita-cita itu, pasti sulit” kata Shin. “Tapi aku ingin jadi seorang
desainer” kata Chae-gyeong dengan lesu. “Kalau begitu lupakan saja
impianmu itu” jawab Shin kemudian. Chae-gyeong manyun mendengarnya. Tapi
kemudian dia malah meneriakkan yel-yel saat Korea berlaga di Piala
Dunia 2002. “Impianku pasti akan jadi kenyataan” kata Chae-gyeong
kemudian.
Kemudian
Chae-gyeong meletakkan sesuatu yang tadi dibawanya di meja Shin.
“Mereka bilang, orang aneh harus memakan lebih banyak coklat” kata
Chae-gyeong sambil kabur dari kamar Shin. Shin hanya tertawa melihat
kelakukan Chae-gyeong.
Sementara
itu, Hye-myeong sedang berdua dengan Ibu Suri. Ibu Suri iri sekali pada
Hye-myeong yang bisa mengelilingi dunia. Tak seperti dirinya yang
bagaikan “Bunga Bong-sun dibalik pagar”. Hye-myeong tak mengerti dengan maksud neneknya itu.
“Itu
berarti kalau aku hanya bisa berinteraksi dengan dunia hanya melalui TV
saja” cerita Ibu Suri. “Bagaimana TV bisa melakukan hal itu?” tanya
Hye-myeong. Ibu Suri malah tertawa. Hye-myeong garuk-garuk kepala karena
bingung. Tapi dia juga ikut tersenyum melihat tingkah neneknya.
“Mereka
bilang, di suatu tempat ada seorang guru yang wajahnya kotak. Suatu
hari, guru itu masuk ke dalam kelas. Dan murid-muridnya menyanyikan lagu
untuk menghiburnya. ‘Di ruang yang kotak, ada meja kotak. Di laci
kotak, ada buku kotak’ itu lagu yang mereka nyanyikan” kata Ibu Suri.
“Ya, aku juga pernah mendengarnya. Lalu kemudian?” sambung Hye-myeong.
“Tapi
meskipun mereka menyanyikan lagu itu, wajah guru itu tetap saja tak
berubah. Jadi murid-murid kemudian meminta gurunya untuk menyanyikan
sebuah lagu. Pada awalnya, guru itu berpura-pura tak mendengar apapun,
tapi tiba-tiba guru itu mulai menyanyikan sebuah lagu. Dan kemudian
muridnya langsung pada jatuh. Kenapa mereka bisa begitu?” tanya Ibu Suri
pada Hye-myeong. “Biar aku tebak. Apa lagu yang dinyanyikan olehnya?”
kata Hye-myeong.
“Bunga
Bong-sun dibalik pagar” jawab Ibu Suri. Hye-myeong tak mengerti kenapa
itu jawabannya. Kemudian Ibu Suri meminta Hye-myeong untuk menyanyikan
lagu itu. Hye-myeong pun mulai menyanyikannya.
“”Bunga
Bong-sun di balik pagar, bentukku…..Bentukku kotak” nyanyi Hye-myeong
dan kemudian menyadari kelucuan itu dan akhirnya tertawa bersama Ibu
Suri yang sedari tadi memang sudah tertawa terbahak-bahak.
“Ah…benar-benar…Nenekku sekarang pandai bercanda. Bahkan hal seperti itu
juga ada di dalam TV?” tanya Hye-myeong. “Bukan. Di TV tak ada. Bi-gung
Mama yang mengajariku” jawab Ibu Suri, kemudian tertawa lagi. “Apa?
Putri Mahkota yang mengajari lagu itu?” Hye-myeong tak percaya
mendengarnya. Ibu Suri mengangguk mengiyakan.
“Meskipun
dia sangat menderita karena hidup di dalam Istana, tapi karena
kepribadiannya yang ceria, dia bahkan memberi nenekmu ini banyak
kebahagiaan” kata Ibu Suri. Hye-myeong senang sekali mendengarnya.
Di
kediaman Ratu, Ratu tidak senang mendengar berita yang muncul di Koran
tentang upacara peringatan kematian Ayah Yul yang akan segera
dilangsungkan. Choi Sang-gung bilang, saat Hye-jeong ada di luar negeri,
dia sudah banyak mengumpulkan kekuatan dan melaksanakan upacara
peringatan ini. Sepertinya sekarang ini popularitas Hye-jeong di
kalangan para politisi sudah meningkat. Park Sang-gung mengiyakan
perkataan Choi Sang-gung. Ratu marah, kenapa keduanya baru mengatakan
hal itu sekarang.
Hye-myeong
mencoba membela keduanya. Para politisi itu, sebagian besar adalah
teman sekelas suami Hye-jeong. Terang saja mudah untuk mencari dukungan
dari mereka. Choi Sang-gung dan Park Sang-gung menegaskan hal itu. Ratu
bingung. Bagaimana caranya dia bisa dengan mudah sampai ke tahap itu dan
mendapatkan banyak dukungan dari para politisi negara.
Ratu
berdiri dan bertanya, kapan Hye-jeong akan menghadap Ibu Suri. Choi
Sang-gung dan Park Sang-gung sama sekali tak tahu akan hal itu. Ratu
bergegas pergi menuju kediaman Ibu Suri. Park Sang-gung mengikuti di
belakangnya.
Ratu
menunggu di kediaman Ibu Suri. Ternyata Hye-jeong baru saja hendak
menemui Ibu Suri. Ratu ingin mengajak Hye-jeong bicara. Tapi Hye-jeong
malah menyindir Ratu. Hye-jeong bilang, Ratu dulu tak seperti ini. Dulu
Ratu sangat pendiam. Ratu menimpali, meskipun Ratu tak tahu maksud yang
sebenarnya dari kedatangan Hye-jeong, tapi jika Hye-jeong bermaksud
menggulingkan kedudukan Putra Mahkota dan menggantinya dengan Hwi-seong
Gun, maka sebaiknya Hye-jeong berterus terang. Jika memang begitu,
mereka berdua bisa berhenti saling menuduh dan bersaing dengan adil.
Hye-jeong hanya tersenyum.
“Bersaing
dengan adil? Aku rasa itu bukan cara yang kau gunakan sekarang.
Meskipun kau sudah melakukannya selama 14 tahun ini, kau masih tetap
saja tak punya kemampuan untuk bicara dengan pantas. Untuk bersaing
secara adil, bukankah kita harus punya kedudukan yang sama? Ratu punya
segalanya, sedangkan aku tidak. Dan juga, Ratu mendapatkan banyak hal,
sedangkan aku kehilangan banyak hal. Jadi mana mungkin ini jadi
persaingan yang adil?” kata Hye-jeong lalu pamitan pergi. Ratu menahan
kekesalannya.
Hye-jeong
bertemu Hye-myeong di pintu keluar. Hye-myeong memberi salam pada
bibinya. Hye-jeong senang bertemu dengan Hye-myeong. Hye-jeong betanya
kapan Hye-myeong pulang. Hye-myeong bilang, dia baru saja kembali
beberapa waktu yang lalu. Hye-myeong juga memuji penampilan bibinya yang
lebih menarik daripada sebelumnya.
“Putri
yang pintar dan cantik itu sekarang sudah tumbuh dewasa. Sepertinya
sebentar lagi akan datang seorang pria” puji Hye-jeong. Hye-myeong malu
mendengarnya. Dia hanya tersenyum. Hye-myeong bertanya kapan bibiinya
kembali dari Inggris. Hye-jeong bilang, belum lama ini.
Hye-myeong
duduk bersama ibunya. Dia mengusulkan pada Ratu untuk mengatasi masalah
Chu Jeon. Akhirnya Ratu setuju akan diadakannya Chu Jeon. Ratu pasrah
karena semua seperti sia-sia saja. Chu Jeon itu akan memudahkan
Hye-jeong masuk ke dalam istana. Hye-myeong mencoba menghibur ibunya.
Mereka baru mulai sekarang. Ratu tak mengerti maksud Hye-myeong.
Hye-myeong bilang, banyak hal yang akan terjadi setelah ini. Jadi hadapi
semuanya dengan tenang. Hadapi saja apa yang terjadi, kebenaran pasti
kan menemukan jalannya sendiri. Ratu tersenyum manis mendengar penuturan
Hye-myeong.
Hye-jeong
sedang bicara berdua dengan Ibu Suri. Hye-jeong bilang, dia akan
mencoba berhenti mengunjungi istana mulai sekarang dan kembali ke
Inggris lagi. Tentu saja Ibu Suri yang penuh kasih sayang tak
mengijinkan hal itu. Hye-jeong mengeluh tentang kelakuan Putra Mahkota
Shin di Thailand. Ibu Suri kaget karena selama ini dia tak pernah
mendengar hal itu.
Ibu
Suri memanggil Raja dan Ratu kemudian menegur keduanya. Kenapa harus
menyembunyikan fakta mengenai kelakuan Putra Mahkota darinya. Raja
bilang, bukan itu alasannya. Raja hanya takut Ibunya khawatir. Ibu Suri
kesal. Apa mereka pikir Ibu Suri selemah itu. Apa banyak hal yang mereka
sembunyikan darinya. “Aku satu-satunya yang tak tahu apa-apa, sementara
semua orang di seluruh negeri tahu akan hal itu. Apa kau pikir aku ini
bodoh?” kata Ibu Suri.
Ratu
mencoba menjelaskan. Tapi Ibu Suri tak mau mengerti. Posisinya sebagai
Ibu Suri memang yang tertinggi. Tapi buat apa kalau dia sama sekali tak
tahu berita apapun yang ada di sini. Ibu Suri masih juga marah, apa Raja
dan Ratu juga tak menyetujui Chu Jeon? Tentu saja keduanya
menyangkalnya. Ibu Suri meminta Seo Sang-gung masuk dan membawa dua buah
buku aturan keluarga kerajaan sejak jaman Joseon.
Seo
Sang-gung menjelaskan Chu Jeon bukan hanya masalah satu orang saja,
tapi masalah yang harus ditangani oleh seluruh anggota keluarga
kerajaan. Tak perlu memperhatikan orang itu termasuk golongan ranking
berapa. Dan Chu Jeon itu sendiri di tentukan oleh orang yang memiliki
posisi tertinggi di kerajaan dan itu bukan lain adalah Ibu Suri. Jadi
Ibu Suri memutuskan dia akan melaksanakan upacara Chu Jeon untuk ayah
Yul.
Shin
sedang termenung sendirian di kamarnya. Kasim Kong masuk dan
memberitakan kabar buruk. Mengenai berita yang ada di Thailand, Kasim
Kong tak tahu kenapa Ibu Suri bisa sampai tahu hal itu. Ibu Suri sangat
marah karena mereka menyembunyikan fakta itu darinya. “Sebenarnya, semua
murid di sekolah dasar juga tahu. Tapi kita malah menyembunyikannya
dari Ibu Suri. Bukankah kita memang aneh?” kata Shin.
“Yang
Mulia, insiden ini tak se simple itu. Masalah itu akan bisa mengguncang
posisi anda” kata Kasim Kong. Tiba-tiba HP Shin bunyi. Hyo-rin yang
menelepon dan dia meminta maaf karena telah membuat masalah untuk Shin.
Shin bertanya dimana Hyo-rin karena dia ingin bicara. Hyo-rin bilang,
sekarang dia ada di toko buku. Shin minta Hyo-rin jangan pergi dan dia
akan segera menyusul Hyo-rin kesana. Shin pamitan kalau dia akan keluar
sebentar. Kasim Kong menasehati Shin dan berkata, dalam situasi seperti
ini sebaiknya Shin berhati-hati.
Chae-gyeong
hendak masuk ke kamarnya saat kedua dayangnya sedang membersihkan
tempat tidurnya sambil ngobrol. Chae-gyeong tertarik mendengar cerita
mereka berdua tentang Chu Jeon, juga tentang Shin, Yul dan dirinya.
Mereka bilang kalau mereka lebih menyukai Yul dari pada Shin. Di
kalangan masyarakat, rakyat juga lebih banyak memilih Yul dari pada
Putra Mahkota Shin. Sedangkan Putri Hye-jeong lebih banyak dipilih
daripada Ratu. Chae-gyeong berhenti menguping saat dia melihat Shin
keluar dari kediamannya dan melangkah keluar istana.
Hyo-rin senang melihat Shin yang menyamar dan menemuinya.
Sementara
itu, Chae-gyeong masuk ke kamar Shin dan menimang-nimang Alfred.
Chae-gyoeng bilang, Alfred mirip dengan tuannya yang tak punya hati.
Saat dia memperhatikan AlfreD, dia melihat lubang di pantat Alfred. Jadi
Chae-gyeong langsung menjahitnya. “Aku memang sangat baik. Karena aku
bisa dengan mudah memaafkan pemilikmu” kata Chae-gyeong pada Alfred
sembari menjahit. “Sepertinya tuanmu sedang punya masalah. Jadi
sekarang, kita bekerja sama untuk membuatnya senang ya” lanjut
Chae-gyeong.
Di
toko buku, Shin yang menyamar agar tak di kenali berhadap-hadapan
dengan Hyo-rin yang pura-pura sedang membaca buku. “Jika kau Putri
Mahkota, kita mungkin takkan pernah bertengkar dan selalu hidup
harmonis. Mungkin kita bisa terus bersama sampai kita tua karena kita
berdua punya banyak kesamaan. Suatu hari Chae-gyeong pernah bertanya apa
impianku. Bagiku itu terdengar seperti sebuah bom. Tak seorangpun
pernah bertanya apa impianku. Dan aku juga tak pernah memikirkan hal
itu. Karena yang kutahu, masa depanku sudah diputuskan. Dan itu takkan
berubah hanya karena impianku. Tapi setelah mendengar apa yang dia
katakan, itu membuatku ingin bermimpi” ungkap Shin.
“Tak
peduli apapun impianmu, aku akan selalu mendukung apapun yang kau
inginkan. Saat kau ingin mewujudkan mimpimu, aku akan selalu ada untuk
mendukungmu” kata Hyo-rin “Hyo-rin, jangan harapkan apapun dariku.
Karena aku tak bisa melakukan apapun untukmu. Waktu yang kita lewati
bersama di Bandara Thailand, adalah hadiah terakhirku untukmu. Mulai
sekarang, takkan ada lagi hal seperti itu” ungkap Shin lalu berlalu
pergi meninggalkan Hyo-rin yang sangat terkejut mendengar hal itu.
Hyo-rin
berlari menyusul Shin dan kemudian memgangi tangan Shin. “Kau juga
harus mendengarkan yang ingin ku katakan. Aku juga tak akan mengharapkan
apapun darimu. Meskipun kau tak bisa berhubungan baik lagi denganku.
Itu tak masalah. Hanya saja, jadilah seperti yang kau inginkan. Seperti
bagaimana kau berdiri di dekatku sekarang ini. Hanya itu
yang kubutuhkan. Kata Hyo-rin dengan sedih. Hyo-rin menangis dan
meninggalkan Shin. Shin hanya bisa memandangi kepergian Hyo-rin.
Shin
sedang duduk di kursinya sambil membaca buku saat Chae-gyeong datang
membawa Alfred. “Kau habis pergi kemana?” tanya Chae-gyeong. Tapi Shin
tak menjawabnya. Chae-gyeong bilang dia baru saja menjahit ‘pantat’
Alfred yang bolong. “Kau melakukannya dengan baik” kata Shin. “Apa kau
pikir aku ini pembantumu? Harusnya kau bilang terima kasih. Bukan
kata-kata seperti itu” omel Chae-gyeong. Shin tak suka mendengar omelan
Chae-gyeong, jadi dia mengambil Alfred dan meninggalkan Chae-gyeong yang
kesal.
Sementara
itu, Hye-myeong sedang duduk di bangku, berdua bersama Yul di pinggir
kolam yang rimbun. Hye-jeong sedang mengacak-ngacak rambut Yul sambil
tertawa. “Kau sudah berubah jadi pangeran tampan sekarang. Kau pasti
sudah banyak membuat gadis –gadis menangis” puji Hye-myeong. Yul tertawa
mendengarnya. “Kenapa kau jadi seperti ini, Yang Mulia Tuan Putri?”
ledek Yul. “Tuan Putri apa? Anak ini meledek saja kerjanya. Apa kau
baik-baik saja? Panggil saja aku Nuna (panggilan adik laki-laki pada
kakak perempuannya)” balas Hye-myeong.
Keduanya
diam saat melihat Chae-gyeong yang datang dan mengomel sendiri tapi tak
melihat keduanya ada disana. Chae-gyeong mengambil batu dan melempar
batu itu ke dalam kolam. Dia berteriak sennag sekali lalu kemudian pergi
lagi dengan tampang lesu. Hye-myeong dan Yul yang melihatnya tertawa
cekikikan.
“Chae-gyeong
itu, sepertinya dia punya kepribadian yang sangat baik. Meskipun dia
harus terkekang dengan kehidupannya sebagai Putri Mahkota, dia selalu
punya banyak energi untuk mengatasi semua masalah yang ada. Bisakah kau
merasakannya? Ku dengar kalian sekelas di sekolah” kata Hye-myeong. “Ya.
Semakin kau mengenal dia, semakin kau akan kagum dengan hatinya yang
hangat” jawab Yul. Hye-myeong merasa ada sesuatu yang aneh dengan
jawaban Yul. Tapi dia hanya tersenyum.
Hyo-rin
tersenyum senang di lorong sekolah dengan membawa sebuah kue tart. Yul
juga berjalan dari arah depan Hyo-rin sambil membawa tepung dan telur.
Hyo-rin terus saja tersenyum tanpa memperhatikan Yul yang terus saja
memandanginya.
Yul
dan teman-teman sekelasnya sedang praktek membuat kue. Chae-gyeong
seperti biasanya, sedang berkumpul bersama dengan ketiga sahabat baiknya
dan juga Yul. Chae-gyeong bercerita kalau Yul pandai sekali memasak,
seperti wanita saja. Sebelumnya, Yul pernah membuatkannya kimbap yang
sangat cantik dan lezat. Tentu saja ketiga temannya kaget mendengarnya.
Kang-hyeong bertanya, kapan Yul membuatkan kimbap itu. Shin gelagepan
menjawabnya.
Mereka
selesai membuat kue-nya. Kang-hyeon minta Chae-gyeong memberikan kuenya
pada Shin. Tapi Chae-gyeong dengan malu-malu bertanya, apa Shin akan
merasa senang menerima kue darinya. “Tentu saja” jawab
Kang-hyeon. Chae-gyeong setuju memberikan kue yang dibuatnya itu untuk
Shin. Yul menatap Chae-gyeong dengan kecewa.
Tapi
saat sampai di loker Shin, dia terkejut melihat ada sebuah kue tart
yang terletak di dalam loker Shin. Ada juga sebuah surat di dalamnya
dengan inisial HR. Chae-gyeong kecewa. Tapi dia tak tahu kue untuk Shin
itu dari siapa. Lalu tiba-tiba Shin datang dan bertanya apa yang sedang
Chae-gyoeng lakukan di lokernya. Chae-gyeong bilang, dia hanya ingin
memberikan kue itu untuk Shin.
Bersambung...
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar